Senin, 13 Oktober 2025

Mengapa Umat Hindu di Bali Memberikan Persembahan kepada Pepohonan saat Tumpek Pengatag?

Bali, yang dikenal dengan julukan "Pulau Dewata," memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang unik. Salah satu tradisi yang menarik adalah perayaan Tumpek Pengatag, yang juga dikenal sebagai Tumpek Uduh atau Tumpek Wariga. Perayaan ini dilakukan 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan memiliki makna mendalam bagi umat Hindu di Bali. Pada hari ini, umat Hindu memberikan persembahan khusus kepada tumbuh-tumbuhan, terutama pepohonan. Mengapa demikian? Artikel ini akan mengupas tuntas alasan di balik tradisi ini, serta merujuk pada kitab suci yang menjadi landasannya.
 
Tumpek Pengatag adalah hari suci yang ditujukan untuk memuliakan Sang Hyang Sangkara sebagai dewa yang menciptakan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Kata "Tumpek" sendiri merujuk pada hari pertemuan antara Saptawara (siklus tujuh hari) dan Pancawara (siklus lima hari dalam kalender Bali). Sementara "Pengatag" atau "Uduh" memiliki arti tumbuh atau tumbuh-tumbuhan.
 
Pada hari ini, umat Hindu berterimakasih atas segala hasil bumi yang diberikan oleh alam. Mereka menyadari bahwa tumbuhan adalah sumber kehidupan yang sangat penting. Tanpa tumbuhan, manusia dan hewan tidak akan bisa bertahan hidup. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia menjaga dan merawat tumbuhan dengan baik.
 
Dalam ajaran Hindu, konsep menjaga lingkungan dan menghormati alam sangat ditekankan. Kitab suci seperti Weda mengajarkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam (Tri Hita Karana), yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
 
Salah satu sloka dalam Weda yang relevan dengan tradisi Tumpek Pengatag adalah sebagai berikut
"Terpujilah Tuhan dalam manifestasinya sebagai bumi yang maha kuasa"
 
Sloka tersebut mengandung makna bahwa bumi dan segala isinya adalah manifestasi dari Tuhan. Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia menghormati dan menjaga bumi beserta segala tumbuhannya.
 
Selain itu, dalam kitab suci lainnya seperti Manawa Dharmasastra juga disebutkan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Manusia memiliki kewajiban untuk tidak merusak alam dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak.
 
Pada hari Tumpek Pengatag, umat Hindu di Bali biasanya melakukan serangkaian upacara. Upacara ini meliputi:
 
1. Menghias Pohon. 

Pepohonan di sekitar rumah atau kebun dihias dengan kain berwarna-warni, janur (daun kelapa muda), dan hiasan lainnya.

2. Memberikan Sesajen. 

Sesajen atau persembahan diletakkan di dekat pohon. Sesajen ini biasanya terdiri dari buah-buahan, bunga, bubur dan makanan tradisional Bali lainnya.

3. Memercikkan Tirta.

Tirta atau air suci dipercikkan ke pohon-pohon sebagai simbol penyucian dan pemberkatan.

4. Mengucapkan Mantra. 

Pemangku atau tokoh agama akan mengucapkan mantra-mantra suci untuk memohon keselamatan dan kesuburan bagi tumbuh-tumbuhan.
 
Selain upacara tersebut, umat Hindu juga biasanya melakukan kegiatan lain seperti membersihkan kebun, memangkas ranting pohon yang tidak teratur, dan memberikan pupuk agar tanaman tumbuh subur.
 
Tradisi Tumpek Pengatag mengandung banyak nilai-nilai luhur yang relevan dengan kehidupan sekarang. Beberapa nilai tersebut antara lain:
 
1. Rasa Syukur. 

Mengajarkan manusia untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan melalui alam.

2. Kesadaran Lingkungan. 

Meningkatkan kesadaran manusia tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

3. Harmoni dengan Alam. 

Mendorong manusia untuk hidup harmonis dengan alam dan tidak merusaknya.

4. Kearifan Lokal. 

Melestarikan kearifan lokal yang telah diwariskan oleh leluhur.
 

Tidak ada komentar: