Di dalam tradisi agama Hindu, dharmasastra merupakan teks yang mengatur tata krama, etika, dan perilaku manusia berdasarkan prinsip-prinsip keagamaan. Salah satu teks yang penting adalah Manawa Dharmasastra (juga dikenal sebagai Manu Smriti), yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk aturan tentang makanan yang diperbolehkan dan dilarang bagi setiap varna (golongan sosial). Dalam Bab 5 Sloka 19, terdapat ketentuan khusus tentang makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh brahmana — yaitu jamur, babi peliharaan, ayam peliharaan, dan bawang merah. Apa alasan di balik larangan ini?
Pertama, mari kita pahami konteks umum larangan makanan dalam Manawa Dharmasastra. Secara keseluruhan, teks ini menekankan pentingnya menjaga kesucian (suddhi) fisik dan spiritual, karena makanan yang dikonsumsi dianggap memengaruhi pikiran, emosi, dan kondisi jiwa seseorang. Bagi brahmana, yang ditugaskan untuk memelihara pengetahuan spiritual, melakukan upacara, dan menjadi contoh moral, menjaga kesucian ini menjadi sangat krusial.
Berikut adalah alasan spesifik di balik larangan masing-masing makanan menurut interpretasi Manawa Dharmasastra Bab 5 Sloka 19:
- Jamur.
Larangan memakan jamur disebabkan karena jamur tumbuh di tempat gelap, lembap, dan seringkali pada sisa-sisa makhluk hidup yang sudah mati. Oleh karena itu, jamur dianggap memiliki sifat Tamasik (gelap, negatif) yang dapat merusak kesucian pikiran dan menghambat perkembangan spiritual brahmana.
- Babi peliharaan.
Babi dianggap sebagai hewan yang tidak bersih karena makan apa saja, termasuk kotoran dan sisa makanan. Selain itu, dalam tradisi Hindu, babi tidak memiliki makna ritual yang penting dan dianggap memiliki sifat yang rendah, sehingga mengonsumsinya dianggap merendahkan martabat dan kesucian brahmana.
- Ayam peliharaan.
Larangan ayam peliharaan berbeda dengan ayam liar, yang dalam beberapa kasus dapat dikonsumsi. Ayam peliharaan dianggap memiliki sifat rajasik (aktif, penuh hasrat) yang terlalu kuat, yang dapat membuat pikiran brahmana menjadi gelisah dan sulit untuk berkonsentrasi dalam aktivitas spiritual seperti meditasi atau membaca kitab suci.
- Bawang merah.
Bawang merah termasuk dalam kelompok sayuran yang disebut trikatu (bersama dengan bawang putih dan jahe), tetapi memiliki sifat yang dianggap terlalu rajasik bahkan tamsik. Mengonsumsinya dipercaya dapat meningkatkan hasrat, kemarahan, dan kejenuhan, yang bertentangan dengan ketenangan pikiran yang dibutuhkan oleh brahmana untuk menjalankan tugasnya.
Perlu diperhatikan bahwa interpretasi larangan ini dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya, wilayah, dan pandangan individu dalam komunitas Hindu. Meskipun Manawa Dharmasastra merupakan teks kunci, penerapannya di masa kini sering disesuaikan dengan kondisi modern, meskipun makna spiritual di balik larangan tersebut masih dihargai oleh banyak orang.
Secara keseluruhan, larangan makanan dalam Manawa Dharmasastra Bab 5 Sloka 19 bukan hanya tentang aturan semata, melainkan bagian dari sistem nilai yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan fisik, mental, dan spiritual bagi brahmana, agar mereka dapat menjalankan peran mereka dengan baik dalam masyarakat.