Minggu, 20 September 2020

Mengapa Wanita Haid Dilarang Masuk Pura?

Dalam tradisi Hindu, khususnya di Bali, terdapat aturan yang melarang wanita yang sedang mengalami menstruasi (haid) untuk memasuki pura atau tempat suci lainnya. Aturan ini seringkali menimbulkan pertanyaan dan perdebatan. Apakah larangan ini bersifat diskriminatif? Atau adakah alasan filosofis dan spiritual yang mendasarinya? Artikel ini akan membahas alasan di balik larangan tersebut, serta merujuk pada kitab-kitab suci yang relevan.
 
Dalam ajaran Hindu, kebersihan dan kesucian memiliki peranan penting dalam praktik keagamaan. Kebersihan tidak hanya merujuk pada kebersihan fisik, tetapi juga kebersihan pikiran dan hati. Kesucian adalah keadaan yang bebas dari segala bentuk kekotoran, baik fisik maupun spiritual.
 
Pura, sebagai tempat suci, dianggap sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan energi spiritual yang tinggi. Oleh karena itu, pura harus dijaga kesuciannya agar energi spiritual tersebut tetap terjaga dan memberikan manfaat bagi umat yang bersembahyang.
 
Larangan wanita haid masuk pura didasarkan pada keyakinan bahwa wanita yang sedang menstruasi berada dalam keadaan cuntaka atau kotor. Dalam keadaan ini, wanita dianggap mengeluarkan energi negatif yang dapat mencemari kesucian pura.
 
Beberapa alasan lain yang mendasari larangan ini adalah:
 
1. Aliran Darah.

Dalam pandangan tradisional, darah dianggap sebagai sesuatu yang kotor dan dapat mencemari kesucian tempat suci.

2. Proses Pembersihan. 

Menstruasi dianggap sebagai proses pembersihan alami bagi wanita. Selama proses ini, wanita dianjurkan untuk fokus pada pembersihan diri dan beristirahat dari kegiatan spiritual yang berat.

3. Menghormati Kesucian Pura.

Larangan ini bertujuan untuk menghormati kesucian pura dan menjaga energi spiritual yang ada di dalamnya.
 
Beberapa kitab suci Hindu memberikan panduan dan penjelasan tentang kebersihan dan kesucian:
 
- Manusmriti.

Manusmriti, atau Hukum Manu, membahas tentang berbagai jenis kekotoran dan cara membersihkannya. Manusmriti juga menyebutkan tentang larangan wanita haid untuk melakukan kegiatan keagamaan tertentu.

- Atharwa Weda.

Atharwa Weda memuat mantra-mantra yang digunakan untuk membersihkan diri dari segala bentuk kekotoran, baik fisik maupun spiritual.

- Agama.

Kitab Agama, seperti Siwa Agama dan Wisnu Agama, juga membahas tentang kebersihan dan kesucian dalam konteks ritual keagamaan.
 
Dalam masyarakat modern, larangan wanita haid masuk pura seringkali dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap wanita. Beberapa orang berpendapat bahwa larangan ini tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan harus dihapuskan.
 
Namun, sebagian umat Hindu masih mempertahankan tradisi ini dengan alasan untuk menghormati adat istiadat dan menjaga kesucian pura. Mereka berpendapat bahwa larangan ini bukanlah bentuk diskriminasi, tetapi merupakan aturan yang berlaku untuk semua orang, baik pria maupun wanita, yang berada dalam keadaan cuntaka.
 
Bagi wanita yang sedang haid dan ingin tetap berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan, terdapat beberapa solusi alternatif yang dapat dilakukan, seperti:
 
- Berdoa dari Rumah. 

Wanita dapat berdoa dan melakukan kegiatan spiritual dari rumah, tanpa harus memasuki pura.

- Mengunjungi Tempat Suci Lain.

Wanita dapat mengunjungi tempat suci lain yang tidak memiliki aturan ketat tentang larangan wanita haid.

- Menunggu Setelah Selesai Haid.

Wanita dapat menunggu hingga selesai haid dan melakukan pembersihan diri sebelum memasuki pura.
 
Jadi kesimpulannya adalah larangan wanita haid masuk pura didasarkan pada keyakinan tentang kebersihan dan kesucian dalam Hindu. Larangan ini bertujuan untuk menjaga kesucian pura dan menghormati energi spiritual yang ada di dalamnya. Meskipun larangan ini seringkali dianggap kontroversial, penting untuk memahami alasan filosofis dan spiritual yang mendasarinya. Dalam masyarakat modern, terdapat berbagai perspektif tentang larangan ini, dan solusi alternatif dapat dilakukan bagi wanita yang ingin tetap berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.