Rabu, 22 Februari 2023

Sejarah Benang Tridatu: Makna dan Simbolisme dalam Tradisi Agama Hindu di Bali.

Benang tridatu merupakan salah satu elemen penting dalam tradisi spiritual masyarakat Hindu, khususnya di Pulau Bali. Benang Tridatu diperoleh setelah melakukan upacara sembahyang di Pura Dalem Peed, salah satu pura yang dianggap sakral di Nusa Penida. Pura ini menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi masyarakat setempat dan merupakan tempat di mana para pemuja memohon keselamatan dan perlindungan.

Warna merah pada benang Tridatu Melambangkan kekuatan dan keberanian. Warna ini dianggap sebagai simbol energi positif yang melindungi pemakainya dari hal-hal negatif. Sedangkan warna putih mewakili kesucian. Dan warna hitam Menandakan keseimbangan dan penerimaan.

Benang tridatu tidak hanya berfungsi sebagai aksesori, tetapi juga sebagai alat spiritual yang mengingatkan pemakainya akan janji dan komitmen kepada Sang Hyang Widhi. Pemakaian benang ini sering kali dilakukan dengan doa dan niat yang tulus, sehingga diyakini dapat membawa berkah dan perlindungan.

Setelah selesai sembahyang di Pura Dalem Peed, para pemuja biasanya mengenakan benang Tridatu. Benang tridatu bukan sekadar kain berwarna, melainkan sebuah simbol dari nilai-nilai kehidupan, spiritualitas, dan kelangsungan sosial masyarakat Hindu di Bali. Melalui benang ini, mereka diingatkan akan pentingnya menjalani hidup dengan kesadaran, keharmonisan, dan pengabdian kepada Tuhan. Dengan memahami sejarah dan makna benang tridatu, kita dapat lebih menghargai tradisi dan budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur ini.

Berdasarkan kepercayaan Masyarakat Bali, penggunaan benang Tri Datu ini dimulai pada sekitar abad ke 14-15, tepatnya saat Dalem Waturenggong memerintah di Kerajaan Gelgel Kelungkung. Beliau pada saat itu mengutus Patih Jelantik untuk menaklukan Dalem Bungkut yang merupakan raja dari Nusa Penida. Patih Jelantik pun berhasil menaklukan Dalem Bungkut dengan kesepakatan bahwa seluruh wilayah kekuasaan Dalem Nusa diserahkan kepada Dalem Watu Renggong.

Hal itu disepakati juga oleh semua rancangan dan juga rencang Ratu Gede Mecaling, untuk melindungi Umat Hindu Bali yang taat kepada Tuhan dan Leluhur. Sedangkan yang lalai, akan dihukum oleh Ratu Gede Mecaling. Penggunaan benang Tridatu ini menjadi simbol untuk membedakan antar umat yang taat dan yang tidak.