Senin, 13 November 2023

Sarana Yang Ada Hubungannya Dengan Ngaben.

Bale Salu atau Bale Jenazah.

Kenapa harus ada Bale Salu? Dan apa fungsi dari Bale Salu? Menurut mitologi Hindu di Bali, Bale Salu berfungsi sebagai pemberi penghargaan kepada orang yang meninggal yakni sebagai tempat tidurnya Sawa atau mayat. Bale Salu juga berfungsi sebagai simbolis Garba atau kandungan karena Sawa ditempatkan pada Bale Salu disimbolkan memasuki kandungan atau alam Garba. Berdasarkan sarana yang digunakan fungsi Bale Salu secara nyata dapat dijelaskan memiliki fungsi tersendiri. Kau-Kau atau tempurung kelapa yang dipasang di bawah Sasaka berfungsi sebagai wadah Banyeh. Upih berfungsi sebagai abangan atau alat untuk mengalirkan Banyeh ke tempayan. Tempayan atau Cobek juga berfungsi sebagai wadah Banyeh. Pelengkungan berfungsi sebagai penutup Sawa. Makna spiritual yang tercermin pada Bale Salu menggambarkan harapan keluarga yang memiliki Sawa dengan perbuatan semasa hidupnya yang senantiasa menjunjung kebenaran. Upih bermakna bahwa semua ciptaan tuhan pada akhirnya kembali ke sumbernya.. Penggunaan kayu Dapdap bermakna kehidupan abadi yang artinya roh orang yang meninggal tidak ikut mati tetapi hidup abadi. Menjelang akan digunakan sebagai tempat Sawa, Bale Salu biasanya ditaruh di Sakenem selanjutnya dipersiapkan Banten Pemelaspas Bale Salu. Adapun Banten yang diperlukan untuk Melaspas Bale Salu adalah Bakang-Bakang, Beras Nyanyah, Pejati Asoroh, Suci, dan Segehan. Proses Melaspas Bale Salu biasanya dilaksanakan oleh Mangku Dalem dan tidak menutup kemungkinan diplaspas oleh Sulinggih yang akan Muput upacara tersebut. Tetepi jaman semakin modern, sekarang jarang menjumpai Bale Salu. Karena Bale Salu telah diganti dengan frezer atau mesin pendingin.

Kajang

Kajang adalah Angkeb atau penutup dalam upacara Ngaben yang memiliki makna simbolis dari lapisan yang membungkus sang Atman sebagai Tri Sarira. Kajang tersebut seperti layaknya kartu identitas dengan tujuan agar menghantar Atman atau roh manusia kepada leluhurnya. Kajang biasanya ditulis atau dilukis oleh Pinandita, Sang Sadhaka, atau Brahmana.
Kajang ada dua diantaranya Kajang Dari dan Kajang Kawitan yang masing masing terdapat aksara Ong didalamnya. Kajang Sari sifatnya umum misalnya toris atau bule masuk hindu lalu pada saat meninggal dibuatkan upacara Ngaben, dia tidak punya Soroh maka yang dipakai adalah Kajang Sari. Bukan Kajang Kawitan. Itulah hebatnya hindu yang sangst Fleksible dan Universal.
 
Ubes-Ubes.

Setiap ada pelaksanaan upacara Ngaben, seringkali saya lihat ada salah satu anggota keluarga mereka disuruh membawa Ubes-Ubes oleh Sulinggih yang akan Muput upacara tersebut. Apa itu Ubes-Ubes? Ubes-Ubes adalah tongkat yang berisikan mahkota Manuk Dewata atau burung Cendrawasih. Kenapa saat melaksanakan upacara Ngaben diwajibkan menggunakan sarana upakara seperti Manuk Dewata atau burung Cendrawasih? Karena menurut mitologi Hindu di Bali, Manuk Dewata merupakan simbol wahana yang mengantarkan roh menuju alam Swah Loka atau alam sorga agar perjalanannya lancar tanpa hambatan. Manuk Dewata dalam upacara Ngaben juga sebagai simbol pelepasan roh dari Panca Mahabhuta dan Panca Tan Matra untuk menuju sumbernya masing-masing. Apa sebenarnya tujuan umat Hindu di Bali melaksanakan upacara Ngaben? Pada hakikatnya, upacara Ngaben digelar bertujuan untuk melepaskan unsur-unsur Panca Mahbhuta dan Panca Tan Matra dari badan kasar manusia yang telah meninggal. Sehingga nantinya setelah dibuatkan upacara Ngaben, roh tersebut benar-benar terlepas dari unsur Panca Mahabhuta dan Panca Tan Matra sebagai sumber kehidupan. Upacara Ngaben juga merupakan proses pensucian roh saat meninggalkan badan kasar.

Tirta Pangentas.

Tirta Pangentas adalah air suci yang sangat penting dalam upacara Ngaben. Pasalnya Tirta Pangentas menduduki posisi yang sangat menentukan perjalanan roh ke alam baka. Itu pula sebabnya, dalam pembuatan Tirta Pangentas hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah berstatus Dwijati atau Mapulang Lingga" Seperti yang dipaparkan dalam buku yang berjudul fungsi Tirta Pangentas dalam upacara Ngaben yang disusun oleh Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti yang diterbitkan oleh Pustaka Balipost.

Naga Banda

Apakah semua orang Hindu di Bali jika mayatnya dikremasi menggunakan Naga Banda? Menurut Prof.Dr.Tjokorda.Rai.Sudarta pengasuh rubrik konsultasi Tatwa di majalah Sarad menjelaskan bahwa yang berhak memakai Nagabanda saat melakukan upacara Ngaben adalah keturunan Dalem Waturenggong atau keturunan raja Gelgel Klungkung. Apa itu Nagabanda? Nagabanda adalah simbol kendaraan raja untuk mengikat jiwa untuk nanti diantar ke alam baka. Tradisi memanah Nagabanda adalah warisan dari Danghyang Astapaka salah satu pendeta Majapahit yang datang ke Bali saat masa keemasan raja Dalem Waturenggong yang bertahta di Gelgel pada abad ke 15 atau pasaca runtuhnya Majapahit.
                     
Sementara penulis buku agama Hindu, almarhum Igusti Ketut Kaler lebih merinci lagi bahwa mereka yang berhak selain keluarga raja Gelgel Klungkung, yang berhak menggunakan Nagabanda adalah keluarga yang mendapat anugrah khusus dari raja Gelgel Klungkung serta Pedanda Bhudda. Jika ditilik dari istilahnya, Nagabanda mengandung arti sebagai pengikat atau pembelengu.
              
Sedangkan dalam buku Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar? Kaler menyebutkan Nagabanda sebagai simbolis mendiang raja yang memiliki ikatan erat dengan masyarakat, mempunyai pertalian yang intim dengan masalah duniawi dan material. Sementara Inyoman Singgih Wikarman mengungkapkan Nagababda sebagai lambang keinginan. Makanya mengendalikan keinginan tersebut disimbolkan dengan ritus memanah Nagabanda yang dilakukan seorang Sulinggih.



Melukat.

Ritual Melukat adalah sebuah upacara pembersihan jiwa dan pikiran manusia secara spiritual. Sebenarnya Melukat berasal dari kata sulukat yang terdiri dari kata Su dan Lukat. Su sendiri artinya baik, sedangkan lukat artinya pensucian. Makna ritual yang sudah menjadi tradisi ini berguna untuk menghilangkan dan membersihkan pikiran kotor, kejenuhan, hingga pengaruh ilmu hitam yang mungkin dialami.  Jadi orang yang menjalani ritual Melukat bisa memiliki kehidupan yang nyaman, tentram, tenang, dan bahagia, serta damai. Tujuan inilah yang membuat banyak orang percaya jika Melukat bermanfaat untuk kesehatan mental orang yang melakukannya.

Sebagai umat Hindu di Bali atau di nusantara, Melukat sangat diwajibkan karena Melukat bagian dari Sradha Bhakti. Memohon keselamatan lahir dan bhatin, agar dijauhkan dari marabahaya, dijauhkan dari sifat iri serta Ngelinggihang Taksu Ring Angga Sarira. Umat Hindu sudah mulai sadar Mewinten Sari atau Saraswati sudah menjadi lumrah. Untuk memohon tuntunan serta memperdalam ajaran sastra dan tatwa agama. Juga secara spiritual mempermudah merafal Puja Mantra Astungkara. Kita sebagai umat Hindu selalu Eling kepada leluhur dan Bhatara Kawitan sebagai mediator untuk menyatukan sembah bakti kepada tuhan.
      
Mengenai Melukat, Sepanjang mereka meyakini bahwa ritual Melukat dapat memberi kebersihan lahir maupun bhatin, maka kita harus mendukung kegiatan mereka. Meskipun dalam Wana Parwa 12-131-108 dijelaskan bahwa bukan karena keturunan, upacara, dan kepintaran seseorang menjadi suci. Tapi dengan prilaku yang sucilah seseorang akan menjadi suci. Namun bagi saya ritual Melukat sah-sah saja. Karena dalam buku Upacara Melukat dijelaskan bahwa Melukat merupakan bagian dari pelaksanaan upacara Manusa Yadnya yang memiliki tujuan untuk membersihkan dan menyucikan pribadi secara lahir dan bhatin. Yang dibersihkan ialah hal negatif dan malapetaka yang diperoleh dari dosa-dosa baik berasal dari sisa perbuatan terdahulu maupun dari hidup saat ini.
       
Dalam pustaka suci Manawa Dharmasastra bab 5 sloka 109 dinyatakan bahwa tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan pengendalian diri, serta akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. Apabila makna dan arti sloka tuntunan tersebut dihayati secara mendalam, maka Melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahiriah. Sedangkan sarana untuk penyucian menggunakan tirta Penglukatan yang mana telah dimohonkan ke hadapan Hyang Widhi oleh pemimpin upacara melalui doa puja dan mantram dengan diikuti oleh orang yang akan Melukat.
               
Sementara dalam buku Meditasi pernafasan Giri Bhuana dijelaskan bahwa ada beberapa tempat atau sarana yang dapat digunakan media Melukat yaitu di pantai, air Kelebutan atau sumber mata air, di sungai, di Griya atau orang suci, dan Melukat dengan air Klungah. Pantai merupakan tempat yang diyakini sangat ampuh dalam melakukan terapi air atau Melukat. Karena pantai merupakan tempat bersatunya semua mata air seperti sungai, Klebutan, air hujan, dan lain-lain. air sungai atau Klebutan juga merupakan sarana daam penyembuhan atau Melukat. Bagi masyarakat yang tidak begitu dekat dengan dunia kebatinan, banyak tempat yang dapat dijumpai di Bali. Contohnya pura Tirta Empul yang berada di desa Tampak Siring Gianyar. Menurut Lontar Usana Bali, pura Tirta Empul dibangun pada tahun 884 Isaka atau sekitar 962 Masehi oleh raja Singa Warmadewa. Ada sekitar 33 pancoran yang terdapat didalamnya dan memiliki khasiat yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Masih banyak tempat lagi yang dapat dijumpai seperti di Besakih dekat pura Pengubengan juga terdapat mata air yang memiliki vibrasi yang sungguh luar biasa. 
       
Air Kelungah juga merupakan salah satu sarana dalam penyembuhan altrenatif karena dipercaya sebagai penawar racun dalam tubuh. Air Klungah Nyuh Gading juga digunakan sebagai sarana penglukatan. Melukat pada orang suci atau di Griya biasanya dilakukan dengan Dewasa Ayu atau hari baik dan sesuai Pawetonan atau hari kelahiran. Penglukatan yang dilakukan oleh guru suci biasanya dengan mentransfer tenaga dalam, mantra dan kekuatan alam disertai berbagai jenis air seperti air laut, sungai, Klebutan, maupun Bungkak Nyuh Gading. 
         
Ajaran Hindu itu sangat menarik. Apa sebenarnya yang menarik dari ajaran Hindu? Jawabannya adalah kebebasan berpikir. Mengapa Hindu memberikan kebebasan berpikir? Jawabannya adalah karena kecerdasan umat Hindu dari nol sampai tidak terhingga, maka standar kebenaran Hindu adalah bersifat bertingkat sesuai dengan tingkat kecerdasan umat masing-masing. Ketika pemahaman kita baru pada tingkatan yang rendah, maka kita akan menganggap hal itu benar. Tetapi apabila kita memahami yang lebih tinggi maka hal itu bukan lagi kebenaran bagi kita. Lakukan proses pencarian kebenaran dan terbukalah dengan ilmu pengetahuan. Biarlah kita menjadi layak untuk mengetahui kebenaran. Jadi dalam Hindu anda dapat berdebat mengenai subyek apapun dan kamu tidak harus menerima apapun sampai kamu sepenuhnya yakin akan kebenaran di balik itu. Sekali lagi, agama Hindu tidak memonopoli ide-ide. Karena ide-ide adalah hukum tak tertulis dari alam semesta. Mereka terbuka kepada semua orang yang mencari kebenaran tanpa kenal lelah.

Rabu, 08 November 2023

Kenapa Tuhan Tidak Pernah Menampakkan Kepribadiannya?

Sebenarnya sudah tidak terhitung lagi bahwa tuhan itu telah berkali kali menampakkan kepribadiannya pada kita. Bahkan setiap detik beliau selalu menampakkan kepribadiannya di sekitar kita. Apakah anda tidak percaya? Tapi sebelumnya Kalau ingin melihat Tuhan, semestinya jawab dulu pertanyaan berikut ini. pertanyaannya adalah sudah kita punya mata hati untuk meliat Tuhan? Dan sejauh mana mata hati kita mampu melihatnya? Contohnya ketika kita berada di suatu tempat misalnya di malam hari tanpa bulan dan langit. Atau di kamar misalnya yang ada  pencahayaannya yang cukup bahkan sangat terang, tentu semua nampak jelas terlihat. Ya, kan? Tetapi ketika sinar yang ada  tersebut tiba tiba padam, bagaimana?Tangan sendiri pun tidak akan  terlihat. Tetapi hanya dapat dirasakan dalam gelap seperti misalnya saya punya tangan dan lain sebagainya. Selebihnya tidak akan tampak apa apa. Tangan, teman, barang barang dan apapun  yang ada di sekitar kita tiba tiba gelap. Nah, mampukah mata hati kita saat ini untuk melihat kepribadiannya?

Tuhan yang Maha Esa adalah Sumber Segalanya, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Pemurah, Maha Adil, dan Maha Pencipta. Waktu, Perubahan, Hukum Alam dan Hukum Karma, semuanya di bawah KendaliNya.  Namun Bila Itu Menyangkut Kebiasaan, Sikap dan Karakter Setiap Insan, Semua Itu Kuasa dan Kewenangan dari Insan yang Bersangkutan. Dengan KemahakuasaanNya, Tuhan yang Maha Kuasa Hal Itu adalah Kecil.  Lalu Mengapa Beliau Tak Berkenan Turun Tangan ?  Karena Tuhan yang Maha Esa Telah Menbekali Manusia dengan  Kecerdasan Akal Budi (Wiweka), Bayu (Tenaga), Sabda (Suara) dan Idep (Pikiran). 

Dengan Hal Itu Manusia Mesti Berusaha Sendiri untuk Mengubah Kebiasaan Buruknya Menjadi Kebiasaan yang Lebih Baik. Mengubah Sikap dan Karakter Buruk, Tidak Sopan, Angkuh, Sombong, Arogan,  Plinplan, dan lain lain, agar Menjadi Lebih Baik, Santun, Rendah Hati, Welas Asih, dan Teguh pada Pendiriannya. Tuhan yang Maha Esa tidak seperti manusia. Sedangkan sifat manusia adalah tidak tetap pada Pendiriannya, Suka Menentang Suara Hatinya, Suka Melanggar Janji atau Sumpah, tidak Satya Wacana, Suka Menipu dan Berbohong, Suka Lalai Pada Tugas dan Tanggung  Jawabnya. Manusia Suka Mengubah Keputusannya Demi Kepentingan Pribadi, Keluarga, Golongan atau Kelompoknya. Meskipun Itu Merugikan Kepentingan Orang Banyak. 

Dalam bahasa Sanskerta, kata Iswara berarti Tuhan. Namun personalitas yang tertinggi disebut Parameswara atau Iswara tertinggi. Personalitas yang tertinggi atau Parameswara adalah personalitas yang berkesadaran tertinggi dan oleh karena energinya tidak berasal dari sumber lain manapun. Maka dia benar benar independen alias bebas berdikari.
Pengertian tentang Tuhan dan pengertian tentang Kebenaran Mutlak tidak berada pada level yang sama. Srimad Bhagavatam menargetkan Kebenaran Mutlak sebagai tujuan. Pengertian tentang Tuhan menunjukkan Pengendali, sedangkan pengertian tentang Kebenaran Mutlak menunjukkan Sumber Tertinggi Segala Energi. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai Aspek Personal Tuhan Yang sebagai Pengendali, sebab sosok Pengendali tidak mungkin tanpa-personal.
Pemerintahan modern tentu bersifat tanpa-personal sampai taraf tertentu, khususnya pemerintahan yang menganut paham demokrasi, namun pada puncaknya Kepala Pemerintahannya adalah satu Personal atau Sosok Pribadi, dan aspek tanpa-personal pemerintahan itu berada di bawah aspek personalnya. 

Jadi tidak disangkal lagi bahwa jika kita mengacu  pada pengendalian atas pihak lain maka kita harus mengakui keberadaan aspek personal. Oleh karena terdapat berbagai Pengendali untuk pos-pos Pengaturan yang berbeda-beda, maka ada banyak pengendali kecil. Menurut Bhagavad Gita, setiap Pengendali yang memiliki kekuatan khusus tertentu disebut vibhutimat-sattva, atau pengendali yang dikuasakan oleh Tuhan. Ada banyak vibhutimat-sattva, pengendali-pengendali atau para Dewa dengan berbagai kekuatan khusus, namun Kebenaran Mutlak adalah esa tiada duanya. Srimad-Bhagavatam menyebut Kebenaran Mutlak itu sebagai param satyam. Penyusun Srimad-Bhagavatam Srila Vyasadeva pertama-tama bersujud dengan segala hormat kepada param satyam atau Kebenaran Mutlak, dan oleh karena param satyam adalah Sumber Tertinggi Seluruh Energi, maka param satyam adalah Personalitas Yang Tertinggi.

Para Dewa atau Para pengendali tidak diragukan lagi merupakan personal-personal, namun "param satyam" ; sumber energi mereka, adalah Personalitas Yang Tertinggi. Di dalam kitab Suci Veda, Brahma diuraikan sebagai Dewa yang tertinggi atau pemimpin semua Dewa lainnya seperti Indra, Candra dan Varuna, tetapi Srimad-Bhagavatam menegaskan bahwa Brahma pun tidak independen sejauh menyangkut energi dan pengetahuannya. Brahma mendapat pengetahuan dalam bentuk Veda dari Personalitas Yang Tertinggi yang Bersemayam di hati setiap makhluk hidup. Personalitas Yang Tertinggi tersebut mengetahui segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Personalitas Yang Sempurna disapa dalam Srimad Bhagavatam sebagai Vasudeva, atau dia yang berada dimana-mana, berada dalam pengetahuan yang sepenuhnya dan dalam Kepemilikan Sepenuhnya atas energi-nya yang lengkap.






Jumat, 20 Oktober 2023

Kenapa Orang Hindu Tidak Makan Daging Sapi?

Kenapa orang Hindu tidak makan daging sapi? Kalau soal itu, kembali ke individu masing-masing. Karena tidak semua orang Hindu itu tidak mengkonsumsi daging sapi. Karena Hindu itu beraneka ragam. Ada yang makan daging sapi. Sementara yang kebetulan mempelajari vegetarian, mereka bukan hanya tidak makan daging sapi, melainkan juga tidak mengkonsumsi segala daging. Tetapi jika nafsu makan dagingnya tidak bisa dikendalikan,maka dibuatkanlah daging buatan yang terbuat dari tepung atau jamur.

Di bali, ada yang mewajibkan seseorang agar tidak makan daging sapi. Umat Hindu di Bali yang tidak makan daging sapi biasanya seorang Pemangku atau Sulinggih. Kenapa tidak makan daging sapi? Karena Pemangku dan Sulinggih di Bali sebagian besar menganut paham Siwa Sidhanta. Dalam Mitologi Hindu diceritakan bahwa Bhatara Siwa memiliki kendaraan sapi putih atau lembu yang bernama Nandini. Untuk menghormati junjungannya, beliau juga menghormati kendaraannya. Makanya tidak mau makan daging yang dijadikan simbol kendaraan Bhatara Siwa. Sulinggih Sampradaya juga tidak mengkonsumsi daging sapi. 

Lalu bagaimana dengan asumsi yang keliru tentang umat Hindu menyembah sapi? Selama ini ada umat lain menuduh orang Hindu menyembah sapi. Tuduhan itu tidak benar. Karena dari dulu saya belum pernah melihat ada orang Hindu menyembah sapi.
Kecuali pada saat Tumpek kandang atau Otonan pada binatang, barulah saya lihat ada orang memberi sesajen pada sapi. Tapi itu bukan berarti menyembah sapi. Kalau menyembah Arca sapi putih atau lembu Nandini, itu sama dengan menyembah Siwa. Karena prinsip Hindu, memuja Ista Dewata sama dengan memuja Tuhan. Jadi menghormati Arca Nandini dalam ajaran Hindu sangat dibenarkan. Kalau di India, hampir semua orang Hindu menghormati sapi. Karena sapi di sana dianggap seorang ibu. Sapi juga menghasilkan susu terutama sapi perah. Tenaga sapi bisa juga digunakan untuk membajak sawah walaupun sudah ada traktor. Kotoran sapi bisa digunakan untuk pupuk. 





Kenapa Hindu Di Bali Jarang Melakukan Yoga?

Kenapa Hindu di Bali jarang melakukan yoga? Dan Kenapa pula jarang melakukan meditasi? It, jangan salah, ya? Sekedar Sharing, Yoga itu sudah ada sejak dahulu. Dan yang menciptakan Yoga itu adalah resi patanjali. Tetapi saat itu jarang yang mempraktekkan Yoga. Makanya leluhur kita mengaplikasikan Yoga dalam bentuk lain. Seperti menciptakan ritual Melasti. Ritual Melasti adalah membersihkan stana para dewa ke laut dengan cara berjalan beriringan secara ramai-ramai. Nah, tanpa disadari kita telah melakukan yoga. Dan kenapa leluhur kita membuat pura di atas bukit? Nah, dengan menaiki tangga untuk menuju pura yang di atas bukit itu, kita telah melakukan yoga. 

Tetapi belakangan ini beredar kabar di Medsos bahwa setiap pura di atas bukit akan dibuatkan eskalator dan lift. Entah berita itu Hoax atau tidak, yang jelas makna Yoga ala Bali akan berkurang jadinya jika berita itu benar. Wow, betul-betul ironis. Untuk melatih pernapasan, orang-orang Bali juga membentuk Sekeha Santi atau grup pembawa kidung kerohanian. Kalau meditasi, leluhur kita mengimplementasikannya dalam bentuk moment ibu-ibu dan remaja putri merangkai bunga, daun, dan buah untuk persembahan. Kalau meditasi untuk pria diimplementasikan dengan menabuh gamelan. Semua itu sama manfaatnya dengan meditasi. Bedanya adalah ada yang memejamkan mata dan ada yang tidak memejamkan mata.

Benarkah Upacara Keagamaan Hindu Di Bali Menyebabkan Kemiskinan?

Banyak sekali oknum oknum yang berdalih ingin menyederhanakan Yadnya padahal sesungguhnya mereka sangat alergi terhadap yadnya. Mereka berdalih bahwa Yadnya itu tidak sesuai dengan ajaran Weda. Dan Yadnya itu pemborosan dan buang buang uang. Bahkan juga saya pernah lihat di medsos ada orang yang meludahi persembahan tuhan. Ternyata orang orang jaman sekarang telah mengalami degradasi moral. Ada yang melecehkan, bahkan ada juga seperti pepatah yang mengatakan bahwa kacang lupa kulitnya. Mencari rejeki di Bali, tapi menghina tradisinya.

Bukankah dengan adanya upakara yadnya bisa menambah peluang kerja dan bisa berbagi rejeki dengan yang lain? Bukankah Yadnya juga bisa menambah nilai jual hasil hasil para petani dan peternak? Coba bayangkan, kalau tidak ada upakara yadnya, mungkin janur, pisang, dan lain sebagainya bisa susah untuk di pasarkan. Dengan adanya Upakara Yadnya, Petani bisa lebih mudah untuk memasarkan hasil pertanian mereka. Ternak ayam, itik, babi, dan binatang lainnya, proses penjualannya menjadi lancar. Dan roda ekonomi pun bisa berputar.

Yang perlu kita ketahui adalah Yadnya merupakan lambang kesuburan. Karena semua persembahan itu berasal dari hasil pertanian dan perkebunan. Tapi kenapa masih saja ada orang yang beranggapan bahwa Yadnya itu adalah sebuah pemborosan? Ternyata Hindu itu bukan hanya diserang oleh umat lain. Sesama Hindu pun  saling menyerang. Ketika ada bencana alam di Bali, umat lain akan mengatakan bahwa pantas saja di Bali terkena bencana. Karena di Bali itu pulau makziat. Tetapi ketika di tempat lain ada bencana alam, tak ada seorang pun yang berani berkomentar macam macam. 

Ada banyak opini yang tersebar diberbagai media maupun dalam percakapan sehari-hari. Bahwa menjadi orang bali yang beragama Hindu sangat berat, penuh dengan upacara, banyak larangannya, banyak kewajibannya. Khusus untuk upacara, bahkan ada persepsi bahwa resepsi itu terlalu berat secara ekonomi bahkan sampai menyebabkan kemiskinan. Akhirnya sampai pada kesimpulan takut menjadi orang Bali, takut menjadi orang Hindu. Jauh lebih enak dan praktis pada agama lain. Padahal sesungguhnya, kalau kita pahami dengan baik dan bisa kita lakukan interpretasi terhadap ajaran agama, sebenarnya menjadi orang Hindu itu sangat mudah dan simple. Tidak ribet. Mengapa dikatakan tidak ribet, berikut diantaranya alasannya.

Agama Hindu sangat fleksibel. Tidak ada kekakuan bahwa melaksanakan agama Hindu harus seperti ini dan harus seperti itu. Tidak ada kewajiban mutlak untuk berpuasa sekian hari; tidak ada kewajiban mutlak untuk sembahyang sekian kali sehari sampai meninggalkan pekerjaan; tidak ada ancaman hukuman neraka kalau kita tidak melakukan sesuatu; tidak ada ancaman neraka kalau kita makan daging hewan tertentu dan seterusnya.

Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Agama Hindu ibaratnya air jernih yang mengalir, yang tanpa warna. Warna air yang kita lihat tergantung dari warna tempat yang dilalui. Pelaksanaan agama Hindu bukan saja boleh di sesuaikan dengan kondisi lokal, melainkan harus di sesuaikan. Prinsip ini secara umum dikenal dengan Desa-Kala-Patra atau menyesuaikan diri dengan tempat, waktu, dan kondisi objektif yang ada.
Agama Hindu mengajarkan untuk menghargai budaya lokal. Penganut agama Hindu dimanapun berada tidak harus sama dengan penganut di India. Budaya lokal harus dipertahankan dan dijadikan pembungkus atau kulit luar dari pelaksanaan Agama Hindu. Sebagai contoh, orang Hindu  dari etnis Jawa silakan menggunakan pakaian tradisional Jawa, Umat Hinndu di Kaharingan Kalimantan juga dipersilahkan menggunakan pakaian tradisional Dayak Kaharingan, tidak harus memakai sorban atau memakai Dotti seperti orang India.

Pelaksanaan upacara keagamaan di dalam agama Hindu juga sangat fleksibel. Ukurannya bisa di sesuaikan, waktunya bisa disesuaikan, tempat juga bisa menyesuaikan. Untuk ukuran upakara misalnya, sudah diberikan pedoman mulai dari yang paling kecil, menengah, sampai yang paling mewah. Dan perlu ditegaskan bahwa Kanista, Madya dan Utama bukanlah merupakkan indikator atau penentu kualitas sebuah upacara, melainkan hanya merupakan ukuran besar kecilnya serta kompleksitas upacara yang sedang dilakukan. Kanista artinya Inti, pokok, yang utama, bukan rendah atau hina. Upacara yang besar belum tentu berkualitas dibandingkan upacara yang kecil atau sederhana. Bahkan upacara yang besar bisa kualitasnya rendah, kalau pelaksanaanya sangat dipengaruhi oleh sifat Rajasika atau Tamasika, seperti keinginan pamer, adu gengsi, bersaing dengan orang lain. Ini tergolong Rajasika Yadnya, bukan Satwika Yadnya.

Jumat, 13 Oktober 2023

Tuhan Itu Nirguna Brahman Dan Saguna Brahman.

Tuhan sebagai Pribadi Tertinggi dan pemilik dari sifat-sifat mulia yang tidak terbatas merupakan salah satu konsep yang paling fundamental dalam Siddhanta-Siddhanta Theistik dalam Weda. Dengan demikian Tuhan Yang Maha Esa juga dikenal sebagai Ananta Kalyana Gunanidhi atau samudera kemuliaan yang tidak terbatas. Secara khusus pengutamaan atas aspek Pribadi (Personal) Tuhan merupakan sumbangan keinsafan Waisnawa bagi kekayaan konsep Ketuhanan dalam Hindu. Apabila Upanishad menjelaskan Para Brahman sebagai nirgunam atau tanpa sifat, menurut Vaishnava Siddhanta bukanlah berarti bahwa Brahman sungguh-sungguh tidak memiliki sifat apapun, namun hal ini bermakna bahwa Beliau tidak memiliki rupa dan sifat duniawi yang penuh kekurangan seperti makhluk fana. Nirguna juga bermakna bahwa Beliau sepenuhnya berada di atas pengaruh tiga sifat alam yaitu kebaikan, penuh nafsu dan kebodohan. Dengan demikian Beliau disebut pula sebagai Tri Guna. Apabila kata Nirguna ini diterima sebagai keadaan tanpa sifat apapun, maka akan timbul ketidaksesuaian di antara deskripsi sastra-sastra suci Veda. Kontradiksi antar pernyataan Veda tidak boleh ada dalam penjelasan yang berasal dari perguruan-perguruan filsafat Vaishnava. 

Pribadi Para Brahman berada dalam sifat kebaikan murni yang mutlak, non relatif, yang diistilahkan sebagai keadaan Wisuddha-Sattwam, yang tidak mungkin hadir dalam diri makhluk terikat manapun. Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Sri Bhagavan dalam terminologi Vaishnava, tidak pernah jatuh dari keadaan ini. Kitab suci menguraikan delapan belas kekurangan atau sifat-sifat negatif yang tampak dalam diri roh terikat yaitu: jatuh dalam khayalan, rasa kantuk, tidak beradab, nafsu birahi, loba, kegilaan, iri hati, kelicikan, meratap sedih, berusaha terlampau keras, kecenderungan menipu, amarah, ketakutan, berbuat kesalahan, ketidaksabaran, dan ketergantungan. Kitab suci menyatakan dengan jelas bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya bebas dari segala kelemahan dan kekurangan ini. Maka dalam Waishnava Siddhanta, Heya-Pratyanikatva atau tidak adanya sifat-sifat duniawi merupakan salah satu indikasi pengenal dari Kebenaran Mutlak Tertinggi yang merupakan pemilik sifat-sifat mulia yang tak terbatas. Jadi dua hal ini, yaitu tidak adanya kekurangan atau tidak adanya sifat negatif dan penuh kemuliaan, merupakan dua indikasi terpenting dari Para Brahman. Dalam Vedanta, Nirguna dan Saguna tidak menyatakan dua substansi yang berbeda. Para Brahman adalah Nirguna dalam artian Heya-Pratyanikatva dan Saguna dalam artian Kalyana-Gunakaratva.

Sebuah kesimpulan sementara yang bisa saya pahami dari ajaran weda yaitu Hindu merangkul semua nama nama suci tuhan. Hindu memfasilitasi seorang Bhakta untuk memuja tuhan yang bersifat Nirguna Brahman atau tuhan tidak berwujud dan tuhan Saguna Brahman atau tuhan yang memiliki wujud. Di setiap purana pastinya personal yang menjadi judul purana itu yang diragukan dan disebutkan tuhan tertinggi dan saya sangat menerima hal itu. yang akan menjadi masalah dan merupakan hal yang sia sia dimana si para bhakta itu ngotot akan tuhan yang diyakini lewat purana. Masing masing ngotot menganggap tuhan menurut versinya adalah yang paling tinggi. Nama nama tuhan lain dianggap hanyalah ngontrak di Mercapada ini. Sifat ini yang menurut saya tak elok kalau jadi seorang pemuja tuhan. Ranah ketuhanan adalah ranah pribadi keyakinan masing masing individu sesuai sifat yang mendominasi dan sesuai karma. Beda orang pastinya beda ketuhanan yang diyakini. Berbeda bukan harus claim untuk superior. Layaknya pelangi yang indah dimana perbedaan ini saling melengkapi satu sama lain. Bukan saling mendominasi yang lain. Agama merupakan pengetahuan yang tidak ada habisnya untuk kita gali. Dan untuk memantapkan kita dalam berspiritual, mencari jati diri, dan untuk mengerti tujuan hidup. Tuhan menurut saya, mungkin bisa dianalogikan dengan udara yang masuk ke dalam balon. Jadi Udara yang memenuhi alam semesta tidak berkurang karenanya, tetapi udara dalam balon terkurung oleh wajahnya atau bentuk balon itu sendiri. Ketika udara masuk ke dalam balon maka udara tersebut tidak bebas kemana-mana memenuhi alam semesta ini,  ia hanya memenuhi ruang lingkupnya sendiri. Pertanyaannya apakah udara dalam balon itu sama dengan udara yang memenuhi alam semesta ?

Jawabannya jelas sama, tetapi yang beda tekanannya, pergerakannya dan volumenya. Jadi jika balon itu meletus maka selesailah tugasnya untuk memenuhi atau mengIsi balon tersebut. Kita tidak bisa bertengkar lagi untuk bIsa menunjukkan udara yang ada di dalam balon tadi, dan kita tidak bisa mengkapling udara tadi tetap seperti apa yang ada dalam balon tersebut dan tidak bIsa juga terus mepertahankan pendapat bahwa udara yang sesungguhnya adalah udara yang ada di dalam balon, atau jangan beranggapan bahwa udara yang ada di alam semesta ini bersumber dari udara yang ada dalam balon tadi, melainkan udara yang ada dalam balon itulah bersumber dari udara yang ada di alam semesta. Mohon maaf ini hanya sekedar contoh dari sebuah balon udara. Mungkin  udara itu akan bisa masuk pada miliaran balon, ban, ruangan dan lain sebagainya. Tapi tak akan pernah habis dan berkurang. Jadi udara ini bukanlah udara yang ada pada sebuah balon, tapi ia akan bisa mengambil berbagai bentuk ruang yang ada. Mungkin Seperti itulah keadaan Tuhan Yang Maha Esa bagaikan udara yang ada di alam semesta ini. 

Pada konsep Hindu, Tuhan tidaklah terbatas pada penyataan tak terlihat. Sebab ketika sifat Tuhan itu adalah Wyapi Wyapaka maka segalanya adalah Tuhan (Sarva Khalvidam Brahma) sudah barang tentu Tuhan itu juga dapat terlihat. Tuhan terlihat adalah melalui unsur elemen-elemen penciptaan (Panca Mahabhuta). Maka dengan demikian segala mahluk termasuk Manusia dan benda-benda adalah Tuhan yang terlihat (Bhatara Katon).  Dalam ajaran hindu, Tuhan disebut Acintya yang artinya tidak terpikirkan. Sementara dalam Weda disebut Brahman. Tidak ada patung, tidak ada rupa, tidak ada sifat untuk brahman ini, tidak ada identitas apapun, tidak terjangkau, dan tidak terkatakan. Weda tertua menyebut beliau satu tapi orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama. Apakah satu itu seperti biji rambutan? Di situlah barangkali bedanya. 

Dalam upanisad dikatakan Tuhan seperti garam yang larut dalam air. Iya larut, ada dan memberi rasa bagi tiap butir atom ciptaannya. Dalam Gita, ia berkata "Akulah panas pada api, aku rasa pada air, Aku adalah pemberi hidup yang pada yang hidup. Kalau iya ada dalam dan sekaligus di luar, lebih besar dari semua ciptaan seperti air yang memenuhi Samudra, ada di luar dan di dalam ikan-ikan yang hidup di tengahnya, masuk ke pori-pori Karang, menguap menjadi mendung, turun menjadi hujan, diserap akar dan dedaunan, mengalir ke sungai, danau, masuk ke rumah-rumah menjadi air minum dan untuk mandi lalu bagaimana menjawab pertanyaan jumlah air di bumi? Dijawab dengan angka satu , benar karena semua Air mengandung zat yang sama yaitu sama-sama cair. 

Dikatakan tidak terhingga juga benar karena air mineral beda rasa dengan air hujan, air kelapa beda rasa dengan air perasan jeruk. Beda pula air semangka dan air kencing. Bila untuk menjawab pertanyaan jumlah air saja begitu sulit, apalagi menjawab pertanyaan tentang Berapa jumlah Tuhan. yang yang dia dipercaya memenuhi setiap pori-pori semesta. Bila dia begitu besar hingga melampaui segala bentuk, sifat, nama rupa, maka sesungguhnya angka pun tidak dapat mewakili keberadaannya. Weda memang menyebutnya dengan Eka tetapi ia juga sekaligus memenuhi semesta tanpa ada noktah yang Alfa dari kehadirannya. Iya ada di dalam dirimu, diriku, dalam seorang suci dan seorang Pendosa dari dalam Pertapa dan dalam seekor kera.  Lalu bagaimana angka dapat mewakili nya? Maka kita hanya mengenalnya melalui manifestasinya. Bila yang tak terpikirkan itu disebut nirgunam maka manifestasinya kita sebut sagunam. dalam udara kita panggil beliau sebagai Bayu. dalam api kita sebut beliau sebagai Agni. Dalam pengetahuan kita sebut beliau sebagai Saraswati. Dalam kebijaksanaan kita memanggilnya Ganesha

 
              
 
 
 
         

         

     
 

        
   
             

           

      
 
        

              
.

  


Senin, 09 Oktober 2023

Benarkah Ketika Manusia Meninggal, Atman-nya Disiksa Di Neraka?

Atman atau Jiwa dalam kepercayaan Hindu dikatakan, tidak dilahirkan, tidak laki laki atau perempuan, tidak bisa dibunuh oleh senjata, tidak bisa dilukai, tidak terbakar oleh api dan tidak basah oleh air,.bersifat kekal dan bersifat sama dengan Tuhan itu sendiri. Lalu, ketika manusia meninggal, apanya yang disiksa di Neraka? Apanya pula yang mendapatkan kenikmatan di Sorga ? Mengingat sifat jiwa atau Atman seperti itu. 

Yang perlu kita ketahui adalah Atma berbeda dengan atman. Kalau Atma adalah jiwa yang terbalut dengan panca maya kosa. Jiwa yang terlepas dari Panca Maya Kosa inilah disebut Moksa atau putus dari Punarbawa dan Samsara. Dalam Bhagawadgita dijelaskan bagaikan dua ekor burung dalam satu pohon. Yang pertama sebagai saksi dan yang kedua sebagai penikmat. 

Sifat Atman sebelum mendapatkan tubuh, ia sangat suci seperti tuhan. Namun ketika ia sudah memasuki tubuh manusia,  maka Atman akan dipengaruhi oleh tiga sifat yang disebut Tri Guna yaitu Satwam, Rajas dan Tamas. Ketiga sifat tersebut secara proporsional mempengaruhi karakter, prilaku,  dan tersimpan pada badan halus atau Wasana. Kemudian Wasana ini yang merasakan suka dan duka. Makanya Orang Hindu di Bali mengenal istilah Ngaskara dalam upacara Ngaben yamg  sejatinya adalah membersihkan Wasana ini.

Manusia dibentuk oleh 3 badan.yaitu badan raga dari panca maha buta, badan roh dari roh leluhur  dan badan atman yang terdiri dari 10 sinar Suci tuhan yang disebut Dasa Atman atau energi. Karena energi bersifat kekal jelaslah Atman atau sinar suci tuhan itu tidak terbakar oleh api dan tidak basah juga oleh air. Beda dengan Roh akan tetap bertanggung jawab  atas Bayu, Sabda dan Idepnya. Sama seperti mobil. ,Sopir sebagai pengendali mobil atau roh mobil, bila mobil menabrak orang jelaslah sopir dihukum. Bukanlah mesin mobil sebagai Atman atau penghidup mobil yang dihukum. Itu pula yang menyebabkan Roh atau pengendali manusia tetap mempertanggung jawabkan perbuatannya sampai bila inkarnasi lagi.

Minggu, 08 Oktober 2023

Tanggapan Saya Mengenai Tujuan Berpuasa.

Menurut saya tujuan puasa adalah untuk mengendalikan hawa nafsu, mengendaikan pikiran, dan untuk mengetahui rasa lapar. Kenapa kita harus mengetahui rasa lapar? Karena dengan mengetahui rasa lapar, kita jadi tahu betapa sengsaranya ketika seseorang dilanda rasa lapar karena hidupnya miskin. Dengan begitu, pikiran kita akan mudah terketuk ketika menemukan orang-orang kelaparan di sekitar kita. Jadi, tujuan puasa bagi saya adalah untuk menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap orang orang miskin dan orang orang kelaparan. Kok bisa? Apa hubungannya orang puasa dengan orang kelaparan? Ya, pasti ada hubungannya. Coba renungkan sejenak. Apa dampak orang yang sedang puasa pada perutnya? Pasti lapar, kan? Nah, dengan berpuasa kita jadi tahu betapa menyiksanya rasa lapar itu. Maka dari itu bagi orang orang yang selalu makan enak enak dan tidak pernah kelaparan, sudi kiranya agar membantu orang orang yang sedang kelaparan.

Bagi orang yang pernah puasa, ketika mereka jatuh miskin dan tidak bisa membeli makanan, mereka tidak akan mengeluh karena sudah terbiasa menahan lapar. Ketika mereka sakit gula dan dokter menyarankan agar mereka tidak makan nasi, mereka juga tidak akan mengeluh karena mereka sudah terbiasa tidak makan nasi. Selain itu, bagi orang yang sudah menginjak usia 40 ke atas, agar mengurangi porsi makannya. Dengan tujuan agar terhindar dari serangan penyakit diabetes dan obesitas. Bila perlu kurangi juga makan daging karena daging itu mengandung kolestrol yang sangat tinggi. Jika kita kelebihan kolestrol maka penyakit akan mudah datang seperti stroke, jantung, kanker, paru paru, ginjal dan lain-lain. Pengusaha, investor, politikus, serta orang orang yang tidak gemar berolahraga, juga harus menerapkan pola hidup sehat mulai sekarang. Pengusaha dan investor sebagian besar kurang gerak, kurang olahraga, tidur di ruangan ber-AC, makan enak enak tetapi gizinya sedikit. Bagi orang orang yang suka mabuk mabukan, mulai sekarang berhentilah mengkonsumsi minuman beralkohol. Karena minuman beralkohol sangat buruk untuk kesehatan.

Apakah puasa itu penting? Karena Hindu itu sifatnya sangat fleksibel. Mau puasa, silahkan. Tidak puasa, juga tidak apa apa. Jika perbuatan kita selalu baik dan tidak melanggar agama, apalagi kita rajin bersedekah, antara puasa dan tidak puasa, tidak menjadi masalah. Mau berpuasa di hari hari keagamaan umat Hindu seperti Siwaratri, Saraswati, Nyepi, Galungan, Kuningan, purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, Anggarkasih, Buda Kliwon, Tumpek, dan lain lain, sangat bagus dilakukan. Tetapi bagi yang tidak berpuasa saat itu, juga tidak apa apa. Karena Hindu itu agama spiritual. Bukan agama hukum. Kecuali saat Mau Mebersih jadi Mangku dan sebagainya, barulah wajib berpuasa. Pertanyaan terakhir, apakah puasa bisa digunakan untuk sarana mencari kesaktian, kekebalan, kekayaan, ketenaran, naik pangkat dan mencari jodoh? Tidak, karena tujuan puasa untuk menahan lapar, mengendaikan hawa nafsu dan mengendaikan pikiran. Bukan untuk hal hal seperti itu.
 

Sabtu, 07 Oktober 2023

Memahami Makna Sloka Bhagawadgita Bab 9 Sloka 26

Dalam Bab 9 Sloka 26 dijelaskan bahwa Bagaimana Proses Untuk Mengembangkan Cinta Bhakti Kepada tuhan dengan Begitu Mudah?  Sehingga Setiap Orang Dapat Melakukannya? Dalam Sloka tersebut dinyatakan bahwa Tuhan Menginginkan Sesuatu Yang Sangat Sederhana Yang Pastinya Mampu dilakukan Oleh  Semua Orang. Betapapun Miskinnya Orang Tersebut, mereka pasti Bisa Mempersembahkannya Kepada Tuhan. Contohnya mempersembahkan daun pada tuhan. Kalau Kita Tidak Punya Dedaunan, Kita Bisa Mempersembahkan Setangkai Bunga. Kalau Kita Tidak Punya Bunga, Kita Bisa mempersembahkan Buah. Kalau Kita Tidak Punya Buah Maka Kita Bisa mempersembahkan air saja. Sebab Air Ada Dimana-Mana Dan Setiap Orang Pasti Punya. Sehingga Semiskin Apapun orang tersebut, dia Pasti Bisa Melakukannya.

Namun karena kreatifitas umat Hindu di Bali yang begitu tinggi dan didukung ekonomi yang sudah maju, maka umat Hindu di Bali merasa malu jika sembahyang ke pura cuma menghaturkan bunga saja. Harus ada usaha keras agar bunga tersebut kelihatan indah. Contohnya ketika kita mau mempersembahkan kado pada orang tua, saudara, sahabat ataupun pacar, kita berusaha keras agar tampilan kado begitu indah dan rapi. Kalau kita hanya mempersembahkan daun saja pada tuhan, maka kreatifitas kita akan mati. Makanya sebelum sembahyang ke pura, terlebih dahulu bunga dan janur dirangkai sedemikian rupa agar kelihatan menarik. Dengan jiwa seni umat Hindu di Bali maka terciptalah Canang Sari Atau Yang lebih besar dinamakan Canang Raka dan Banten. Yang terdiri dari daun, bunga dan buah. Kalau kita hanya berpatokan pada sloka di atas, maka selamanya kita akan miskin. Karena jiwa kita miskin dan selalu berharap gratisan. Dan tidak memiliki upaya keras untuk mendapatkan sesuatu. 

Contohnya kita ingin sekali mendapatkan buku buku hindu yang mungkin harganya 50 ribu dan kita sudah punya cukup uang. Tetapi kita selalu berharap gratisan karena sayang pada uang. Dan lucunya kita meminta potokopiannya saja. Dikiranya biaya potokopi buku lebih murah daripada harga buku. Kalau harga buku 50 ribu, mungkin jika buku itu dipotokopi akan memakan biaya 100 ribu. Itu adalah contoh orang orang yang berjiwa kering. Beda dengan orang yang berjiwa kreatifitas. Jangankan harga buku 50 ribu. Jika kita perlu, biarpun harganya lebih dari itu, kita pasti mampu membelinya. Karena kita memiliki jiwa pekerja keras. Dengan bekerja keras, kita mampu beryadnya. Ingat, beryadnya itu bukan hanya hubungan dengan tuhan saja. Bersedekah juga termasuk yadnya namanya. Andaikan kita semua berharap gratisan saja dan tidak mau bekerja keras, dunia ini tidak akan sejahtera. Jangankan menolong orang lain, menolong diri sendiri saja tidak bisa. Karena kita malas dan tidak mau bekerja keras.

Makanya di grup Facebok, jika ada yang memposting penjualan buku buku hindu pasti jarang yang mau komen. Paling hanya di-like saja. Atau lucunya minto kopiannya saja. Tapi jika berdebat di media sosial, orang orang indonesia paling nomer satu. Karena orang Indonesia itu sok pintar ngomong, suka debat, kelebihan teori, tapi praktiknya nol. Jika ada postingan yang mau menggalang dana untuk menolong orang yang terkena musibah, jarang ada yang komen. Mereka berdalih tidak punya apa apa dan tidak ada yang disumbangkan. Ups, jaga ucapanmu ya? Kamu bilang tidak punya apa apa, itu salah besar. Kamu punya tangan, punya bibir, punya pikiran. Ingat, menolong orang tidak selalu identik dengan uang. Kita punya tangan, gunakanlah tangan itu untuk menolong. Kita punya bibir, gunakanlah untuk bicara yang baik, mendoakan orang yang kena musibah. Kita punya pikiran, gunakanlah untuk memecahkan masalah. Makanya mulai sekarang berhentilah mengatakan kamu tidak punya apa apa. Kamu harus kreatif.

Mengenai mempersembahkan air, sangat lucu kedengarannya jika kita ke pura cuma mempersembahkan air saja. Masyarakat awam tidak boleh sembarangan mempersembahkan air pada tuhan. Karena hanya Sulinggih dan Mangku yang berhak mempersembahkan air pada tuhan. Dan memohon agar air itu menjadi Tirta. Setelah air itu mendapatkan anugrah dari tuhan, barulah air tersebut dibagikan kepada umat agar semua orang mendapatkan anugrah dari tuhan. 

Umat Hindu di Bali menggelar yadnya selalu ada unsur seninya. Makanya dalam bagian bagian Weda ada istilah Gandarwa atau ilmu yang mempelajari seni. Dalam memberikan wejangan pada masyarakat, orang Bali menyuguhkannya dalam bentuk Sendratari, drama, Parwa dan Topeng. Yang mengambil lakon Mahabrata dan Ramayana. Saking seninya umat Hindu di Bali, makanya ada Banten Pajegan atau Gebogan yang menjulang tinggi. Pura sebagian besar di Bali dihiasi dengan seni ukir. Ada juga Wadah, Bade, dan lembu dalam upacara Ngaben. Mengenai etika persembahan pada tuhan, umat tidak mau mempersembahkan bunga yang sudah busuk, layu, dan dihinggapi semut atau ulat. Dalam merangkai janur, tidak boleh memakai Staples. Harus memakai Semat. Dan dalam mempersembahkan Saiban tidak boleh memakai kertas minyak. Harus memakai daun pisang. 

Kamis, 21 September 2023

Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.5

Ajaran Veda yang lebih dlkenal dengan julukan ajaran Hindu adalah ajaran rohani yang sungguh luar biasa indah dengan ajaran yang sangat luas dan juga sangat dalam. Di  dalam ajaran Veda tidaklah mengenal Dogma. Dalam artian yang ini ajaran lebih benar dan yang lain salah dan yang ini ajaran yang baik dan yang itu sesat.
Veda sebagai penuntun jalan pengikutnya menyediakan jalan sesuai dengan bakat, minat dan juga kemampuan. Masing-masing jiwa juga sangat tergantung pada unsur kadar Tri Guna yang dominan atau yang menyelimuti kesadaran sang jiwa.

kitab suci Veda disusun sedemikian rupa mengakibatkan atau konsekuensinya seperti:
1. Bagi orang orang yang belum memahami.mengerti maksud dan tujuan Veda.akibatnya :
a) Aturan dan petunjuk Veda nampak seperti bertentangan antara satu dengan lainnya
b) Praktek ajaran Veda di masyarakat nampak berbeda beda atau tidak seragam
c) Terjadi beda pendapat/salah pengertian tentang ajaran Veda
2. Bagi mereka yang sudah memahami maksud dan tujuan Veda melihat ajaran filosofis Veda yang berbeda beda itu tidaklah bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. perhatikan Bg 2.46 dan 15.15.
Karena secara alamiah tingkat kesadaran spiritual setiap orang berbeda beda.maka praktek ajaran Veda terlihat tidak seragam dan terjadi beda pendapat tentang filsafat Veda  adalah fakta alamiah yang memang terjadi demikian. Yang terpenting adalah pemimpin umat serta tokoh tokoh agama hendaknya memahami dan mengerti pengetahuan Veda agar beda pendapat yang terjadi tidak sampai menimbulkan perselisihan, pertengkaran sesama umat dan juga tindakan kekerasan lainnya.

Dalam Manu Smerti.11.10 dijelaskan bahwa Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya  tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga, karena keduanya adalah sumber ajaran dharma.
Sementara dalam Manu smerti.II.6 dijelaskan bahwa Weda merupakan sumber utama dari pada ajaran Dharma, kemudian barulah Smerti di samping Sila/etika, lalu acara/upacara dan akhirnya Atmanastuti.
Sedangkan dalam Sarasanuscaya.37 dijelaskan bahwa Sruti itu adalah Weda ,
Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.

Sloka manu smerti dan Sarasmuccaya tersebut di atas, keduanya menjelaskan bahwa srutti itulah weda. Srutti atau wahyu yang didengar merupakan kumpulan mantra atau pujian(rig), persembahan(yajus), nyanyian(saman) dan mantra mantra mistik(atharwa)
Smerti disebut dharmasastra seperti semua purana dan itihasa dibuat utk menjelaskan srutti yang merupakan sumber utama kitab suci, bukan untuk bertentangan dengan srutti. Oleh sebab itulah  Purana dan itihasa dianggap sebagai weda kelima.


Selasa, 19 September 2023

Yoga Menurut Pandangan Tokoh Tokoh Hindu.

Dalam artikel koran tokoh edisi 835 tanggal 9-15 Februari 2015 pada halaman 14 dengan judul yoga bangkitkan aura kecantikan, disana dijelaskan bahwa ada salah satu upaya untuk menumbuhkan kecantikan dari dalam. Upaya tersebut adalah dengan cara melakukan yoga secara rutin. Yoga tidak saja menumbuhkan kecantikan dari dalam. Yoga juga bisa menurunkan stres dan mampu meningkatkan aura positif yang menimbulkan rasa percaya diri serta ketenangan bagi diri sendiri bahkan keluarga. Selain itu, yoga juga bisa membuat peredaran darah ke otak lebih lancar sehingga nutrisi ke kulit wajah bisa sehat serta mata berbinar cemerlang. Yoga yang konsisten bisa meningkatkan kadar hormon serotonin dan menurunkan kortisol atau hormon stres sehingga memberikan ketenangan dan memperbaiki depresi serta meningkatkan kekebalan tubuh. Yoga merupakan induk dari senam serta berbagai jenis beladiri, tari, musik, nyanyian bahkan seni bercinta hingga penyembuhan. Yoga melancarkan aliran oksigen di dalam tubuh sehingga tubuh pun sehat dan wajah lebih segar dan awet muda.

Yoga berfungsi sebagai pengendalian pikiran, pernafasan dan latihan fisik. Dalam latihan yoga, gerakan memiliki arti berbeda. Misalnya duduk untuk relaksasi. Sementara berdiri untuk membangkitkan energi. Dengan yoga, kita dapat mengarahkan energi atau aliran panas yang berasal dari dalam tubuh pada sesuatu yang bersifat konstruktif. Yoga disebutkan dapat meningkatkan aura positif. Sesungguhnya apa itu aura? Aura adalah cahaya yang dipancarkan oleh tubuh yang menandakan kondisi fisik, emosi, kesehatan, mood, yang ditunujukan oleh warna yang berbeda. Aura juga merupakan pancaran dari medan elektromagnetik yang ada di syaraf kita. Itulah sebabnya kalau orang mengamati atau memfoto aura , lebih mudah di sekitar kepala. Karena di sekitar kepala, pancaran aura yang paling besar. Kita dapat merasakan aura melalui pengolahan energi di dalam tubuh yaitu melalui olah nafas dan meditasi atau dalam disiplin ilmu yoga disebut dengan Pranayama dan Dhyana Yoga.

Sementara Dr Siva Kumar, seorang guru yoga dari India menjelaskan bahwa yoga berarti penyatuan, bersatunya Jiwatman dengan Parama Atman. Yoga merupakan salah satu filsafat Hindu namun masyarakat global umumnya mengenal yoga sebagai senam Streching untuk meregangkan badan dalam berbagai bentuk. Dalam yoga ada istilah Cakra. Apa itu Cakra? Cakra adalah energi atau kekutan tenaga yang dianugerahkan tuhan kepada setiap orang. Raja Yoga atau yang biasa dikenal dengan Physical Yoga tidak berhubungaan secara langsung dengan pembangkitan cakra. Menurut para Yogi dari India terdapat tujuh cakra dalam tubuh manusia antara lain Muladara Cakra yang terdapat di bagian tulang belakang paling bawah, Swadistana Cakra terletak di dasar kemaluan, Manipura Cakra terletak ddi pusar, Anahata Cakra terletak di dada atau jantung, Wisuda Cakra terletak di batang leher, Ajna Cakra terletak di kening, dan Sahasrara Cakra terletak di ubun-ubun.

 

Meditasi Menurut Pandangan Tokoh Tokoh Hindu Bag.2

Fungsi otak adalah tempat penyimpanan memori. Sedangkan memori yang tersimpan dalam otak ada dua jenis. Ada memori hitam atau kenangan-kenangan buruk di masa lalu. Ada juga kenangan manis. Terkadang saat kita termenung, tiba-tiba kenangan buruk terlintas dalam pikiran sehingga kita menjadi tidak nyaman. Maka dari itu kita perlu melakukan meditasi. Jika kenangan buruk terlintas dalam pikiran pada saat beraktivitas, kita mesti cepat-cepat menarik nafas dalam dalam. Bayangkan saja kita seolah-olah sedang bahagia. Usahakan kita tersenyum. tariklah nafas secara halus dan pelan. sikap kita harus rileks. mohon jangan panik dan tegang. Niscaya meditasi Anda akan berhasil.
               
Orang suci nan bijak mengatakan, Untuk memahami sifat sejatimu, engkau harus melakukan tiga hal diantaranya, Bungkukkan badan, Membenahi indria, dan Menenangkan pikiran. Bungkukkan badan adalah tidak mengizinkan ego berkembang di dalam dirimu. Lakukan semua kewajiban dengan tulus dan kerendahan hati.  Sedangkan Membenahi indria mewajibkan anda untuk memeriksa bagaimana tingkah laku indria?apakah indria cenderung tersesat, dan memperbaiki serta mengendalikannya dengan benar ketika indria menjadi liar. 
          
Sementara Menenangkan pikiran mewajibkan anda untuk menenangkan tingkah polah dari pikiranmu.  Bagaimana caranya? Sebagai contoh, ada gembok dan kuncinya. Ketika kunci diputar ke arah kiri maka gemboknya terkunci. Jika kunci diputar ke arah kanan maka gemboknya terbuka. Kuncinya adalah sama. cuma perbedaannya adalah arah putaran yang menyebabkan terbuka dan terkunci. Dalam dirimu, hatimu adalah gemboknya. dan pikiran adalah kuncinya. 
                
Bawalah pikiranmu mengarah kepada Tuhan, hatimu akan mengembangkan tanpa keterikatan. Apabila  pikiranmu diputar ke arah dunia maka pikiran akan menjadi terikat. Yang dimaksud dengan Tenangkan pikiran adalah  mengarahkan pikiranmu ke jalan Tuhan! Menenangkan pikiran hanya dapat dilakukan dengan menyisihkan waktu secara disiplin, secara rutin, secara kontinyu berdoa dan menyebut nama suci Tuhan, sehingga kita benar-benar merasakan kehadiran Tuhan. Pada saat itu  hati dan pikiran kita menjadi tenang.

Dalam buku Meditasi Pernafasan Giri Bhuana yang ditulis oleh Ida Bagus Alit Kusumanegara terbitan Surya Candra Bhuana 2009 menjelaskan bahwa meditasi merupakan sebuah penyatuan pikiran, memfokuskan diri pada kepasrahan, menghilangkan sejenak kehidupan hingar-bingar duniawi sebagai pergulatan dengan pikiran diri kita pribadi sehingga mencapai kebahagiaan yang abadi {Hal 34} Dalam buku ini juga mengutip penjelasan Lk Suryani bahwa pada dasarnya melakukan meditasi ada dua cara yaitu meditasi konsentrasi dan meditasi merasakan. Meditasi konsentrasi adalah pemusatan pada satu keadaan terutama mendengar dan melihat pada suatu objek tertentu. Sedangkan meditasi merasakan adalah mencoba menyadari keadaan secara menyeluruh dengan merasakan proses keadaan itu.
                
Meditasi selain dapat meningkatkan kebugaran dan mengurangi stres, meditasi juga dapat membantu anda menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Banyak orang menganggap meditasi sebagai kegiatan yang meningkatkan flesksibilitas dan keseimbangan. Tetapi meditasi juga termasuk latihan pernafasan dan relaksasi yang dapat menyebabkan peningkatan terukur pada faktor yang berhubungan dengan kesehatan Kardiovaskular seperti tekanan darah rendah, tidur yang lebih baik dan mencegah peradangan. Aspek meditasi yang rileks dapat membangun ketahanan emosional dan membantu anda tetap tenang selama masa-masa stres. Karena stres merupakan bagian tak terhindarkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam survei tahun 2012 dari pusat nasional untuk kesehatan pelengkap dan integratif, lebih dari 80 persen mengatakan bahwa meditasi bisa mengurangi stres.
                 
Melakukan meditasi secara rutin ternyata banyak sekali manfaatnya diantaranya bisa mengurangi stres, menghilangkan rasa cemas, meningkatkan kualitas tidur, menurunkan kadar gula darah, membuka aura wajah sehingga wajah terlihat lebih bugar dan awet muda. Dalam artikel Balipost 22 September 2019 dijelaskan bahwa meditasi mampu mengurangi tingkat stres dan kecemasan seseorang. Hal tersebut dikarenakan saat bermeditasi tubuh seseorang melepaskan ketegangan dan menjadi lebih rileks. Meditasi memproduksi kondisi relaksasi dalam dan pikiran tenang. Selama meditasi, perhatian terfokus dan pemikiran menyebabkan stres tereliminasi. Proses ini akan meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional. Meditasi dapat memberikan perasaan tenang, damai dan seimbang yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental. Manfaat ini tidak terhenti saat sesi meditasi selesai. Meditasi dapat membantu menjalani hari lebih tenang dan bahagia.
           
Manfaat berikutnya dari meditasi adalah meningkatkan kualitas tidur. Meditasi menjadi cara aman untuk mengatasi susah tidur. Hal tersebut dikarenakan meditasi dapat menenangkan pikiran seseorang, membantu tubuh melepaskan ketegangan dan menjadi lebih rileks. Manfaat lain dari meditasi adalah menurunkan kadar gula darah. Fakta menarik lainnya seputar meditasi adalah bahwa dengan latihan meditasi seseorang dapat terlihat lebih bugar dan awet muda.
           

Kamis, 07 September 2023

Fungsi Pelinggih Penunggu Karang.

Kenapa rumah orang bali sebagian besar memiliki Pelinggih Penunggu Karang atau Pelinggih Sedahan Karang? Dalam Lontar Asta Kosala Kosali disebutkan bahwa Sedahan Karang yang letaknya di barat daya pekarangan rumah atau di samping pintu gerbang rumah diyakini sebagai penjaga rumah.  Apa fungsi dari pelinggih penunggu karang atau Pelinggih kala raksa?  Masih Menurut Lontar Asta Kosala Kosali dinyatakan sebagai berikut. “ Jangan sampai tidak dibangun Pelinggih Penunggu Karang di rumah, kalau tidak dibangun akan tertimpa sial orang yang punya rumah itu.  Karena kata Kala Raksa berasal dari bahasa Sansekerta dari kata kala dan raksa. Kala artinya waktu atau bisa diartikan sebagai energi. Sedangkan Raksa yang artinya penjaga atau pelindung ataupun waspada.
Jadi Pelinggih Kala Raksa akan menjaga dan melindungi rumah kita dari mara bahaya.

Dalam Lontar Asta Kosala Kosali disebutkan bahwa di arah Barat Laut (Wayabya) dari natar perumahan itu tempat pemujaan Penunggun Karang. Dan nama beliau adalah Sanghyang Kala Raksa. Semoga tidak salah dalam menyebutkan nama beliau karena sebuah penyebutan nama adalah dasar sebuah tujuan dari doa yang kita haturkan. 

Siapa saja yang wajib membangun Pelinggih Penunggun Karang? Seperti yang saya lihat, biasanya umat Hindu yang masih menjalankan tradisi Bali, di setiap rumahnya pasti memiliki Pelinggih Penunggun Karang. Di areal Kemulan juga ada Pelinggih yang menyerupai Penunggun Karang. Kalau yang itu disebut Pelinggih Penglurah atau Sedahan Lurah.

Tapi bagaimana jika memiliki pekarangan rumah yang sangat sempit seperti di wilayah buleleng atau di beberapa desa yang pekarangan rumahnya tidak begitu luas? Biasanya orang Buleleng menyebut Pelinggih yang terdapat di halaman rumahnya dengan istilah Pelinggih Jero Gede. Pelinggih tersebut juga memiliki fungsi yang sama dengan Pelinggih Penunggu Karang.

Bagaimana sejarahnya sehingga setiap rumah orang Bali sebagian besar memiliki Pelinggih Penunggun Karang? Dalam Lontar Kala Tatwa disebutkan bahwa Ida Bhatari kali atau Bhatari Durga bermanifestasi dalam bentuk Sedahan Karang dengan tugas sebagai pecalang sama seperti manifestasi beliau di sanggah Merajan ataupun dengan sebutan Lurah pengapit lawang atau Patih.



Selasa, 29 Agustus 2023

Apakah Tuhan Di Bali Suka Ayam Panggang?

Berikut ini ada sebuah cerita tentang tuhan dan ayam panggang yang saya peroleh dari sebuah grup di Fb. Seperti apa ceritanya? Mari kita simak bersama sama.

Alkisah I Made Vario Tekno (dipanggil De Vano) menghaturkan sesaji di pura. Saat itu ada I Wayan Mio Kopling (Yan Miko) dan berkata, “apa Ida Betara suka buah, kue, lawar, ares, sate, ayam panggang, dan lain lain? Ketika melihat sesari, ia bertanya lagi “apakah Betara perlu uang?”. 
Diseruduk dengan pertanyaan itu, De Vano kebingungan. Namun belum sempat menyahut, tiba-tiba De Vano dan Yan Miko menghirup wangi dupa sangat harum. Pikirannya melayang ke sebuah tempat yang penuh wangi bunga. Lalu muncul sosok berpakaian putih dengan wajah tak jelas. Sosok itu berkata: “Pertanyaanmu memang benar. Anak muda jaman sekarang memang berfikir fragmatis dan perlu jawaban realistis”. 
Begini cucuku: “Apapun yang kau haturkan dengan senang hati dan tulus, maka itulah yang beliau suka. Jika menghaturkan sesuatu yang tidak disuka, maka beliaupun tidak suka”. 

“Apakah Ida Betara suka ayam panggang? Aku tanya balik dirimu!, apakah kamu suka ayam panggang? Ketika jawabannya ya, maka Ida Betara pun setuju. Ketika tidak dihaturkan ayam panggang, apakah beliau komplin? Tidak!! Ida Betara bukanlah peminta, beliau adalah pemberi. Beliaulah yang menciptakan ayam panggang itu”.
“Coba kau lihat, setelah dihaturkan apakah ayam panggangmu berkurang? Tidak, bukan?  Semuanya masih utuh, agar kau bisa nikmati kembali. Semua itu adalah simbol bakti, simbol pengharapan, simbol puja puji, simbol ketulusan.  Demikian juga dengan “sesari”. Ida Betara tidak perlu uang. Itu adalah simbol ketulusanmu memohon kehadapan Betara agar doa dan pengharapanmu “mesari” berisi dan terkabul. 
Betara hanyalah mengukur tingkat ketulusan dalam beryadnya dan berbakti. Jangan pula khawatir dengan semua biaya yang telah kamu keluarkan untuk persembahan. 

Ida Betara akan menganugrahkan sesuatu yang setimpal. Memang bukan dalam bentuk uang tunai. Bisa jadi dalam bentuk kesenangan, kesehatan, kebahagiaan, kelancaran, atau tersamar dalam bentuk rejeki, dan lain lain. Jangan pula bilang bahwa tradisi Hindu etnis Bali sangat rumit. karena hal itu hanyalah ketidakmampuanmu memahami secara sederhana. Jangan bilang ajaran leluhur “primitif”. Karena ia berasal dari jaman sebelum ada jaman, ia abadi (sanatana dharma). Tetapi ia akan tetap menjadi “jembatan emas” bagi mereka yang memahami kesejatiannya”.
“Ada yang bilang ajaran leluhur tidak “up to date (kekinian)”. Sekali lagi, semua itu adalah ketidakmampuanmu mengadaptasi ajaran itu pada masa kini. “Belum lagi temanmu mengecapnya dengan ajaran yang “boros”. Kita perlu bertanya ulang kepada hati kecil, “apakah ajaran leluhur yang boros atau kita yang kurang iklas?” entahlah”.

Sampai pada kalimat ini, tiba-tiba De Vano dan Yan Miko merasa seperti kesetrum listrik. Mereka tersadar dan mendapatkan dirinya sedang bersandar di tembok pelinggih dengan punggung dikerubuti semut api. Mereka berdua saling toleh. Menyadari ada hal niskala menerpa dirinya, mereka berdua bergegas pulang. Semua sesaji ditinggal. 
Kucing hitam yang sedari tadi tidur-tiduran di Bataran Pelinggih berkata dalam hatinya Setelah mendapatkan wejangan Niskala, tiba-tiba saja De Vano menjadi orang yang “lascarya” (tulus iklas), sampai-sampai persembahan ayam panggangnya ditinggal. Demikian kata kucing itu dalam hati, sambil menyantap ayam panggang itu. 

Senin, 28 Agustus 2023

Menurut Hindu Apakah Selingkuh Itu Dosa?

Hampir semua orang tahu dan mengerti apa itu selingkuh? Selingkuh adalah membagi rasa, membagi cinta kepada selain orang yang di cintainya, ke selain orang yang di sayanginya. Dengan cara sembunyi-sembunyi, atau bahkan dengan cara yang terang-terangan. 
Yang di lakukan oleh laki-laki atau perempuan (pasangan). Selingkuh itu enak pada awalnya, begitu kamu tahu bahwa selingkuhanmu itu tidak lebih baik dari pasanganmu yang sekarang. 
Setelah itu anda akan menyesal. Selingkuh itu meninggalkan yang tidak sempurna 
dan mendapatkan yang lebih tidak sempurna. Bagaimana dikatakan lebih tidak sempurna, kalau hidupnya hanya bisa merusak rumah tangga orang. 
Bahkan rela meninggalkan keluarganya hanya untuk berselingkuh.

Selingkuh itu akan membawamu ke jurang kenistaan. Karena telah mengkhianati pasanganmu dan menganggap remeh perbuatan dosa. Ingat ya?
Tak ada perselingkuhan yang sempurna.
Sekuat apapun anda menyembunyikan perselingkuhan itu, Maka suatu hari akan terbongkar meski tanpa bantuan. 
Karena mana ada dosa yang benar-benar sempurna. 
Lambat laun akan ketahuan juga. Dan perlu di ketahui lagi bahwa orang yang pemberani akan melakukan komitmen 
Tanpa selingkuh. Maka dari itu, Selingkuh itu hanya di lakukan oleh orang yang pengecut. Lalu di maklumi oleh orang brengsek dan orang yang murahan.
Catat baik-baik ya?
Jangan lepaskan berlian yang ada di genggamanmu demi sebuah batu krikil yang tidak ada harganya. Setia tak mampu mereka lakukan bagi yang murahan, karena setia itu mahal. Sayangi dan cintailah pasangan hidup anda selamanya.
Percayalah, penggoda dan penghianat itu tidak akan pernah bahagia.

Kenapa Wanita Habis Melahirkan Dilarang Masuk Ke Dapur.

Mengenai pertanyaan mengapa wanita habis melahirkan dilarang ke dapur? Analoginya ada dua. Pertama, wanita habis melahirkan tidak diperbolehkan mengambil pekerjaan berat seperti memasak di dapur. Kedua, wanita habis melahirkan dan bayinya dianggap sebel. Sementara dapur dianggap tempat suci, stana dari Bhatara Brahma dan Agni atau dewa api. Tapi dapur yang bagaimana dianggap suci? Apakah dapur modern atau dapur tradisional? Jawabannya adalah dapur tradisional. Karena pada dapur tradisional, proses memasaknya ada unsur apinya. Sedangkan dapur modern proses memasaknya sebagian besar tidak memakai unsur api. Tetapi memakai unsur panas yang dihasilkan oleh listrik. Seperti contoh masak nasi memakai Rice Coker. Dan membuat lauknya di jaman sekarang sebagian besar memakai kompor listrik. Jadi, dimana letak unsur apinya? Sementara atap dapur modern kebanyakan memakai  genteng atau seng. Kalau atap dapur jaman dulu hampir semuanya memakai atap ilalang. Kenapa memakai ilalang? Karena ilalang adalah Tumbuhan dianggap paling suci. Hal ini ada pada cerita burung garuda yang mencipratkan Tirta pada tumbuhan ilalang. Makanya dapur yang masih memakai tungku tradisional dianggap tempat suci.

Kenapa bayi yang belum berdosa dianggap Sebel? Menurut tradisi Bali, orang yang mengalami pendarahan atau mengeluarkan darah dianggap Sebel. Contohnya wanita yang sedang mengalami menstruasi. Dia tidak diperbolehkan memasuki tempat suci selama menstruasinya belum berhenti. Kenapa bayi yang baru lahir juga dianggap Sebel? Karena pada bayi terdapat sisa sisa darah yang masih menempel pada tubuhnya. Bayi akan dianggap hilang Sebelnya jika sudah mengalami Kepus Pungsed atau pusarnya lepas. Dan dibuatkanlah upacara Pebersihan. Sementara ibunya mengalami Sebel selama Abulan Pitung Dina atau sebulan ditambah tujuh hari. Tepatnya 42 hari. Ada mitologi bayi yang baru lahir dilarang diambil potonya, dilarang dibawa ke dapur, dan dilarang diajak sembahyang ke pura sebelum berumur tiga bulan. Dan juga tidak diperbolehkan memberi nama sebelum berumur tiga bulan.

Jumat, 07 Juli 2023

Lingga Yoni.

Menurut teologi Hindu, konsep Purusa adalah Widya, baik, positif, non materi, Dharma dan lain-lain. Sementara Prakerti atau Pradana adalah Awidya, negatif, Adharma, materi dan lain-lain. Hanya menurut konsep Hindu bahwa dua jenis kekuatan yang berlawanan itu atau Rwa Bhineda atau Dwaita berasal dari tuhan. Bahkan dunia ini tercipta dari dua kekuatan tersebut. Manusia tidak akan pernah ada jika laki dan wanita tidak bersatu. Listrik tidak akan menyala jika energi positif tidak bersatu dengan energi negatif. 
        
Makanya Hindu itu dikatakan Sinkron dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda dengan ajaran agama lain bahwa hanya kebaikan yang berasal dari tuhan. Sedangkan kejahatan bukan berasal dari tuhan, melainkan dari setan. Tapi karena konsep Hindu itu bahwa kejahatan juga berasal dari tuhan, makanya kejahatan tidak dimusuhi, melainkan diharapkan agar tidak mengganggu dengan cara yang sopan seperti membuatkan ritual Caru pada Bhutakala. Jadi menurut Hindu, kebaikan dan keburukan itu bukan berada pada posisi yang berlawanan secara permanen seperti keyakinan agama lain, melainkan bersifat sementara. 
          
Yang permanen itu adalah bernama Moksa. Begitu juga Prakerti atau elemen jahat atau negatif yang bukan posisi permanen. Makanya dalam keyakinan tradisi Bali ada istilah Nyomia yaitu membahagiakan Bhuta agar menjadi dewa. Begitu juga orang Bali yang belajar Leak, dia memohon ke pura Dalem memohon pada Siwa dan Durga. Padahal dewa dan dewi tersebut adalah manifestasi Brahman yang tunggal. Begitu juga dalam kitab suci Catur Weda, salah satunya adalah Atarwa Weda yang katanya berisi ajaran ilmu hitam. Ini tandanya bahwa baik dan buruk berasal dari satu sumber. Pola pikir ini tentu tidak bisa diterima oleh agama lain.

Begitu juga dengan Linggayoni yang merupakan media pemujaan pada Dewa Siwa. Linggayoni juga merupakan lambang purusa dan predana. Atau lambang laki laki  dan perempuan. Pertemuan antara Purusa dengan Predana terciptalah kesuburan atau kemakmuran . Linggayoni dari  jaman dahulu merupakan media pemujaan terutama dari kelompok penganut paham Siwa sidantha dan sudah tentu dibuat atas perintah seorang Rsi yang menganut paham Siwa Sidantha pula dengan ciri khas tertentu yang sudah ditentukan. Sepengetahuan saya bahwa Linggayoni yang ada, baik yang dibuat jaman dahulu dan jaman sekarang memiliki banyak kesamaan. Lingga Yoni merupakan ciptaan generasi modern yang mana digambarkan beda dengan lingga yoni yang lumrah dipuja di tempat-tempat suci pada umumnya. Linggayoni lambang purusa-predana yang bersifat rohani. 

Dan bila memahami sedikit cerita kerohanian bahwa lingga Siwa itu tidak bisa ditemui ujung dan pangkalnya oleh Dewa Brahma dan Dewa Wisnu saat berlomba menentukan diri siapa yang lebih sakti? Dan lingga Siwa tersebut hanya bentangan seperti batu hitam yang terus memanjang tanpa diketahui ujung dan pangkalnya.Dan bila diilustrasikan seperti kenyataan dengan menggambarkan seperti kemaluan maka itu melenceng dari nilai rohaninya. Dan yang perlu diingat, maaf, bahwa kemaluan lelaki sudah jelas berujung dan berpangkal. Purusa-predana memang sebutan lain dari laki dan perempuan tapi dalam penggambaran yang sifatnya rohani. Maka artikanlah maknanya, bukan kemaluannya.

Selasa, 20 Juni 2023

Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.4

Mengamalkan Weda sampai menjadi kebiasaan atau tradisi. Ini artinya dalam sosok pengamalan ajaran Hindu ada dua hal yaitu --- Weda sabda Tuhan dan tradisi atau adat istiadat.
Tentunya tidak semua adat istiadat yang ada dalam masyarakat sebagai bentuk pengamalan Weda.

Tattwa dari  Weda yang dikemas dalam adat istiadat itu bersifat Sanatana Dharma atau kebenaran yang kekal abadi. Sedangkan adat istiadat atau tradisi itu berasal dari perilaku umat dalam mengamalkan Tattwa Weda, itu tentunya tidak kekal. Adat istiadat itu ada dalam batas ruang dan waktu. Artinya tradisi itu akan terus berubah. Agar selalu menjadi media pengamalan Weda, maka tradisi itu harus selalu Nutana artinya muda dan segar. 

Tujuan memelihara tradisi itu untuk mewujudkan kedamaian yang kekal atau Shanti Anantaram. Untuk mencapai tujuan itu Abhyasa atau tradisi itu harus dipelihara dengan Jnyana atau kesadaran ilmu. Dengan Dhyana yaitu konsentrasi memuja Tuhan dan Tyaga artinya ikhlas menerima lebih dan kurangnya. Maksudnya, betapapun manusia berusaha sebaik-baiknya pasti ada lebih dan kurangnya. Ikhlas atau Tyaga- lah menerima kelebihan dan kekurangan itu sebagai suatu kenyataan. Hal inilah yang akan menghasilkan Shanti yang kekal. Karena tradisi itu dibuat oleh manusia tentunya tidak akan pernah sempurna dan ada saja kelebihan dan kekurangannya. Tanpa ada keikhlasan menerima semua itu maka tidak akan pernah ada Shanti yang kekal.

Minggu, 18 Juni 2023

Runtutan Hari Raya Nyepi.

Tiga hari sebelum Nyepi, umat Hindu etnis Bali melakukan ritual Melasti di pura yang berada di dekat pantai. Tujuan Melasti adalah membersihkan Lingga atau Stana para dewa secara Niskala atau secara simbolik seperti misalnya pratima, Sarad, tapakan Batara dan lain sebagainya. Setelah Melasti, sehari sebelum Nyepi umat Hindu melakukan ritual caru yang dinamakan Taur kasanga yang bertujuan untuk nyomya buta atau menyenangkan butakala. Ada buta kala yang senang dengan bunyi kentongan ada juga yang senang dengan obor, dan bau tidak sedap dan lain sebagainya. Sehari sebelum Nyepi dinamakan hari pengerupukan atau notog. Para pemuda mengarak ogoh-ogoh dari hulu sampai Hilir Desa pada hari itu.
        
Keesokan harinya, barulah hari raya Nyepi dengan menjalankan catur Brata penyepian atau empat larangan yang dilaksanakan pada saat Nyepi diantaranya tidak boleh menyalakan api, tidak boleh bekerja, tidak boleh bepergian dan tidak boleh bersenang-senang. Maksud dari larangan bersenang-senang adalah tidak boleh berjudi, tidak boleh berpesta minum arak dan minum alkohol lainnya dan tidak boleh bermain gadget seperti Android, notebook, komputer dan lain sebagainya. Setelah Nyepi, disebut hari Ngembak Geni. Di mana hari tersebut melakukan Dharma Santi atau berkunjung ke rumah kerabat, sanak family, dan sahabat untuk saling memaafkan.
         

Apapun Yang Terjadi, Kita Harus Tetap Bersyukur.

Setiap hari Galungan biasanya umat Hindu berduyun-duyun sembahyang ke setiap pura. Bagi yang pikirannya sedang bahagia, mereka akan sembahyang dengan perasaan nyaman. Sebaliknya bagi yang pikirannya sedang bersedih, ada kemungkinan mereka tidak memiliki gairah untuk sembahyang. Ada juga orang yang berpendapat bahwa orang yang rajin sembahyang ke pura, maka mereka akan hidup bahagia. Tapi ada juga yang membantah pendapat tersebut. Bahwasanya bukan karena rajin sembahyang, mereka akan bahagia. tetapi karena bahagialah mereka menjadi rajin sembahyang atau istilah Balinya ke dewan-dewan. 

Lalu bagaimana dengan seseorang yang sedang bersedih? Apakah mereka masih memiliki niat untuk rajin sembahyang? Contohnya, jika ada seorang istri memiliki suami yang sedang sakit bertahun-tahun tidak kunjung sembuh. Atau seorang istri yang memiliki suami sedang terkena musibah kecelakaan. Memiliki suami baru saja meninggal, memiliki anak meninggal karena kecelakaan. Atau juga memiliki anak yang gagal meraih cita-cita untuk menjadi polisi atau tentara karena tidak memenuhi syarat.
          
Ternyata orang-orang tersebut Setelah mengalami musibah, mereka menjadi stress dan putus asa. Bahkan gairah untuk sembahyang yang semula rajin tiba-tiba hilang sama sekali. Jangankan kita yang notabene manusia awam, seorang penulis spiritual pun akan mengalami hal yang sama Jika ia mengalami musibah walaupun ia pintar menulis tentang agama, Contohnya seperti saya. Dulu saya pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Rasa percaya pada Tuhan tiba-tiba hilang. Saya berceloteh bahwa Tuhan itu tidak adil dan Tuhan tidak maha penyayang. Padahal sebelumnya saya menulis bahwa Tuhan itu Maha Adil dan penyayang. Dan kini setelah saya sembuh dari patah tulang, pikiran saya kembali normal. Itu adalah hal yang manusiawi. Ternyata yang ada di benak manusia hanyalah ingin meraih kesuksesan. Mereka lupa untuk belajar menerima kegagalan, mengatasi kegagalan, dan bangkit dari kegagalan. Sedikit terkena masalah, mereka menjadi depresi dan yang lebih fatal mengambil tindakan bunuh diri. Jangankan kita, Awatara seperti Rama pun pernah bersedih ketika Laksamana pingsan akibat bertarung melawan Meganada.
               
Lalu Bagaimana sikap kita yang benar? Apapun yang terjadi, Kita seharusnya bersikap bahagia. Belum mendapatkan pekerjaan, kita bersyukur. Dapat kerja tapi tidak bersedia mengambilnya karena kita sakit, kita juga bersyukur. Tidak punya uang untuk bayar hutang bulanan, kita bersyukur. Kita harus bersabar, kurangi mengeluh dan memperbanyak bersyukur. Karena tujuan utama kita bersembahyang adalah mengucapkan syukur pada Tuhan. Kenapa kita bersyukur? Karena Sampai detik ini Tuhan masih memberikan nafas pada kita. Kita ke Pura Bukan meminta ini dan meminta itu pada Tuhan. tetapi bersyukur.



Siwaratri Adalah Momen Untuk Berbuat Kebaikan.

Siwaratri menurut kepercayaan Hindu di Bali adalah malamnya Batara Siwa. Menurut mitologi di Bali pada saat siwaratri,  Batara Siwa melakukan yoga pada malam hari. Makanya umat Hindu di Bali pada malam Siwaratri melakukan jagra atau begadang semalam suntuk untuk mengikuti jejak Batara Siwa. Dalam cerita lubdaka dikisahkan bahwa Lubdaka tidak sengaja menaburkan daun Bilwa pada linggam Batara Siwa yang kebetulan pada saat itu adalah malam Siwaratri. Makanya dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Lubdaka pada saat meninggal, rohnya tidak dimasukkan ke dalam neraka Walaupun dia seorang pemburu atau pembunuh binatang. Dalam Mitologi Hindu di Bali menjelaskan bahwa Siwaratri bukanlah hari menebus dosa. Tetapi hari untuk Mulat Sarira atau intropeksi diri untuk mencegah melakukan hal-hal yang mengakibatkan dosa.

Tidak boleh memfitnah dan tidak boleh membicarakan aib seseorang. Makanya pada malam Siwaratri ada istilah Mona Brata yang artinya diam atau tidak boleh ngomong. Bukan berarti tidak boleh ngomong sama sekali. Tetapi mengurangi pembicaraan yang tidak bermanfaat agar tidak buang-buang energi. Karena orang-orang zaman sekarang suka ngegosip, membuat isu, dan menebarkan berita-berita hoax. 

Selain melakukan Monabrata, biasanya pada Pagi harinya kita dianjurkan untuk melakukan puasa. Selama ini asumsi masyarakat tentang puasa adalah untuk mencari ilmu kadigdayan atau kesaktian. Sebenarnya bagi saya puasa itu intinya untuk mengetahui rasa lapar. Karena perut orang-orang zaman sekarang kebanyakan kenyang karena kelebihan makanan. Makanya zaman sekarang jarang yang peduli terhadap orang-orang lapar.
         
Memiliki Harta berlimpah tetapi jarang bersedekah. Memiliki banyak stok makanan di kulkas tetapi jarang berbagi dengan orang-orang lapar. Karena kelebihan setok makanan makanya makanan tersebut belum sempat dinikmati, kemudian keburu kadaluarsa akhirnya dibuang. Itu artinya orang orang jaman sekarang jarang mau berbagi dengan orang lain. Makanya leluhur orang-orang Hindu di Bali membuat sistem Ngejot ke tetangga atau ke sanak saudara  ketika mengadakan upacara yang berisi babi guling. Tujuannya adalah agar kita peduli terhadap sesama. Pada Hari Siwaratri juga sangat baik untuk melakukan sedekah terhadap para sulinggih. karena para sulinggih dalam ajaran Weda tidak boleh bekerja. Maka dari itu kita menghaturkan Punia berupa uang, makanan suci, dan pakaian suci.

Jika sempat, berkunjunglah ke rumah saudara-saudara kita atau siapapun juga yang sedang menderita sakit bertahun-tahun yang tidak kunjung sembuh. Bantulah dia dengan memberi uang sekadarnya untuk biaya pengobatan. Karena kita dilahirkan sebagai manusia ke dunia ini sebenarnya ditugaskan untuk saling menolong. Ada orang yang pernah membantah, kalau terus-terusan membantu orang miskin, Takutnya nanti mereka jadi pemalas "begitu katanya. Tapi saya jawab "bukannya malas, tapi nasibnya kurang beruntung. Dengan cara membantu mereka, setidaknya kita bisa meringankan beban yang dipikulnya. Begitu saja.
         



Tumpek Pengatag Dan Otonan Pepohonan..

25 hari sebelum Galungan, umat Hindu di Bali memiliki ritual persembahan kepada pepohonan yang disebut Tumpek Pengatag. Mungkin di daerah-daerah lain terutama etnis Bali yang masih setia terhadap tradisinya, pasti ada juga tradisi tersebut. Cuma namanya berbeda tapi tujuannya sama. Biasanya para ibu ibu atau orang orang yang memiliki sawah atau ladang pada saat itu memberikan persembahan kepada pepohonan. Kenapa? Setelah saya melakukan wawancara dengan penekun penekun tradisi Bali, saya mendapatkan kesimpulan sebagai berikut.

Alasan pertama kenapa memberikan persembahan kepada pepohonan? Jawabannya adalah karena rasa syukur atau ucapan terimakasih pada tuhan melalui pepohonan yang memberikan banyak manfaat kepada mahluk hidup.  Umat juga pada saat itu memohon agar pepohonan berbuah lebat. Jika nanti berbuah lebat, buahnya bisa digunakan untuk ritual persembahan di hari Galungan.

Alasan kedua, dulu saya pernah nonton Dharmawacana dari seorang Sulinggih yang sekarang sudah almarhum. Beliau mengatakan bahwa umat Hindu di Bali memiliki konsep memanusiakan alam dan lingkungan.  Seperti contoh, orang yang rumahnya dekat dengan Pohon besar pasti orang tersebut akan menganggap pohon besar itu Tenget alias ada penunggunya. Setiap habis memasak biasanya menghaturkan Banten Saiban berupa sejumput nasi atau juga Canang Sari. Ada juga yang menghaturkan Rarapan seperti permen, kue, dan lain lain. Itulah yang disebut mempersonifikasi alam dan lingkungan.  Selain itu,  pohon juga dihiasi dengan kain warna putih kuning atau putih hitam. Mungkin tujuan tetua jaman dahulu untuk pelestarian alam dan lingkungan. Karena sudah dihiasi dengan kain dan sering diberikan persembahan, ada kemungkinan orang orang takut menebang pohon itu.

Alasan ketiga, umat Hindu memiliki konsep Wyapi Wyapaka yang artinya tuhan ada dimana mana.  Biarpun umat Hindu memberikan persembahan kepada pepohonan, bukan berarti mereka menyekutukan tuhan atau menyembah berhala. Namun sebenarnya mereka sedang menghubungkan diri dengan tuhan. 

Jika ada kata kata salah, mohon dikoreksi. Dan berkomentarlah dengan sopan. Berbeda pandangan boleh-boleh saja. Asalkan argumen-nya sehat. Bukan argumen seperti orang orang kebakaran jengot dan sumbu pendek.

Rabu, 24 Mei 2023

Bagaimana Jika Di Bali Tidak Ada Merajan, Banjar, Dan Pura?

Secara keseluruhan jika kita amati pelaksanaan ajaran Hindu di Bali lebih banyak berorientasi pada persatuan dan kebersamaan atau Wasudewa Kutumbakam. Sistem Banjar dengan moto Sagilik Saguluk Paras Paros Sarpanaya secara konsep merupakan sebuah sistem untuk menjaga harmonisasi antar manusia. Dalam sistem ini semua anggota Banjar saling melakukan Sewanam atau pelayanan satu sama lain. Dan sistem kebersamaan ini terpusat di kahyangan tiga dimana semua masyarakat dalam satu desa atau Banjar saling bertemu dan Mesimakrama memusatkan cipta mereka pada yang satu yaitu Tri Murti atau Brahman sendiri. Kahyangan Tiga merupakan benteng persatuan antara umat Hindu dalam satu desa. Sedangkan Merajan merupakan benteng persatuan antara anggota keluarga. Hal ini mewakili peran manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Dengan adanya sistem ini semua anggota keluarga akan selalu merasa wajib untuk pulang dan bertemu serta bersimakrama dengan anggota keluarganya. Untuk mereka yang ada di rantau justru tradisi ini yang menjadikan alasan utama bagi mereka untuk pulang kampung. Bagaimana jika di Bali tidak ada Merajan? Mungkin semua orang Bali akan berlomba-lomba menjual warisan tanah Bali mengingat harga tanah di Bali sangat tinggi. Banyak suku-suku yang ada bila sudah merantau apalagi sudah sukses maka ia enggan pulang kampung karena prinsipnya dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung artinya hidup dan matinya ada di tempat baru.
         
Bagaimana jika di Bali tidak ada pura atau Banjar? Mungkin Bali sudah dipenuhi oleh pendatang dan orang Bali akan termarginalkan. Namun demikian keindahan ajaran Hindu Bali ini pun masih bisa ditembus dengan gampang jika orang Bali tetap melupakan satu hal bahwa sebagai sebuah individu-individu mereka juga harus mengisi diri ke dalam. Mengisi diri dengan pengetahuan sehingga bisa melaksanakan ajaran leluhur dengan tepat dan benar. Persatuan tetap tidak akan terbina jika di dalam tidak diisi dengan ajaran kasih sayang. Persatuan tidak akan bisa terjalin jika saling pengertian dan pemahaman terhadap makna dan tujuan dari leluhur diabaikan. Oleh sebab itu keindahan ajaran Hindu Bali hanya perlu sedikit polesan agar menjadi cemerlang. Tidak perlu diganti dengan ajaran lain karena Hindu Bali sudah sangat Vedic jika kita mau memahami keindahan ajaran yang terimplementasi dalam sebuah tradisi. 

Agama Hindu memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran karena tidak ada skisma meskipun ada kemajemukan tradisi yang bernaung di bawah simbol-simbol agama Hindu. Dalam tubuh agama Hindu, perbedaan pada setiap tradisi bahkan pada agama lain tidak untuk diperkirakan. Karena ada keyakinan bahwa setiap orang memuja tuhan yang sama dengan nama yang berbeda. Entah disadari atau tidak oleh umat bersangkutan. Dalam kitab Reg Wda terdapat suatu bait yang sering dikutip oleh umat Hindu untuk menegaskan hal tersebut, sebagai berikut "Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti yang artinya hanya ada satu kebenaran tetapi para cendekiawan menyebutnya dengan banyak nama. Agama Hindu memandang seluruh dunia sebagai suatu keluarga besar yang mengagungkan satu kebenaran yang sama sehingga agama tersebut menghargai segala bentuk keyakinan dan tidak mempersoalkan agama. Agama Hindu bersifat mendukung pluralisme agama dan lebih menekankan harmoni dalam kehidupan antar umat beragama dengan tetap mengindahkan bahwa tiap agama memiliki perbedaan mutlak yang tak patut diperselisihkan. Memurut tokoh spiritual Hindu Swami Wiwekananda, Setiap orang tidak hanya patut menghargai agama lain namun juga merangkulnya dengan pikiran yang baik dan kebenaran itulah yang merupakan dasar bagi setiap agama.
       
Dalam agama Hindu, toleransi beragama tidak hanya ditujukan pada umat agama lain namun juga pada umat Hindu sendiri. Hal ini terkait dengan kebenaran beragam tradisi dalam tubuh Hinduisme. Agama Hindu memberikan jaminan kebebasan bagi para penganutnya untuk memilih suatu pemahaman dan melakukan tata cara persembahyangan tertentu. Sebuah sloka dalam Bhagawadgita 4-11 sering dikutip untuk mendukung pernyataan tersebut "Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada ku, aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari ku dengan berbagai jalan, wahai Arjuna. Dalam parlemen agama-agama dunia pada tahun 1893 di Chicago, Wiwekananda juga mengutip suatu sloka yang menyatakan bahwa setiap orang menempuh jalan yang berbeda dalam memuja tuhan sebagaimana berbagai aliran sungai pada akhirnya menyatu di lautan.

Benarkah Upacara Keagamaan Hindu Di Bali Menyebabkan Kemiskinan? Bag.3

Hindu itu tidak pernah memaksakan umatnya harus begini atau begitu. Harus seperti Hindu di India atau harus seperti Hindu di Bali. Karena Jalan manapun yang kita tempuh, boleh-boleh saja asalkan keyakinan yang kita tempuh didasari dengan hati yang ikhlas. Hindu di Bali bukannya anti terhadap perubahan. Justru Hindu di Bali suka terhadap perubahan karena perubahan itu memiliki andil yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Contohnya tradisi di Bali ada yang harus direvisi dan ada yang harus dipertahankan. Jika direvisi mengarah ke hal-hal yang lebih baik, kenapa tidak? Bukankah kesadaran harus diseimbangkan dengan tradisi karena tradisi adalah bagian dari harmonisasi alam. 

Seperti halnya air laut dan rasa asin yang tak bisa dipisahkan. Tradisi Bali sudah banyak berkontribusi pada alam Bali dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Coba bayangkan, jika Bali tanpa tradisi, kita mau makan apa? Karena Bali tidak punya tambang emas dan kilang minyak. Tetapi kekuatan Bali hanya ada pada tradisi dan budayanya. Kita sudah seharusnya bersyukur pada alam dan tradisi karena telah memberikan penghidupan kepada kita. Jika tradisi tidak ada, mustahil wisatawan mau datang ke Bali. Dengan adanya tradisi dan ritual Bebantenan, ekonomi di Bali menjadi merata. Contohnya pedagang buah, pedagang janur, dan tukang Banten ikut kecipratan rejeki. 

Apakah dengan adanya tradisi dan ritual di Bali, yang menikmati keuntungan seratus persen adalah masyarakat lokal Bali? Jawabannya adalah hampir. Karena selama ini yang saya lihat fakta di lapangan, pedagang buah dan janur 75 persen adalah dari masyarakat lokal walaupun janur dan buahnya didatangkan dari luar Bali. 

Setiap upacara yang dilakukan oleh umat Hindu harus didasari oleh empat hal.
Yang pertama adalah Wruh Ring Weda yang artinya pandai dengan ajaran suci atau ketika umat Hindu melakukan suatu upacara harus sesuai dengan sastra suci Weda. Kedua adalah Bhakti Ring Dewa artinya memuja Tuhan yaitu pada saat umat Hindu melaksanakan suatu upacara harus didasari dengan rasa bhakti dan tulus dari dalam hati. Bukan melaksanakan suatu upacara karena rasa takut umat kepada Tuhan. Ketiga -- Tar Malupeng Pitra Puja, artinya bhakti dan memuja leluhur atas jasa-jasa beliau. Selain umat Hindu bhakti kepada Tuhan juga harus ingat selalu berbakti kepada leluhur. 

Pasalnya karena beliau, kita bisa lahir dan hidup kedunia ini. Yang terakhir atau yang keempat, Masih Ring Swagatrakabeh, artinya cinta kasih terhadap sesama, yaitu ketika melakukan suatu upacara haruslah didasari dengan cinta kasih, baik dengan sesama, tumbuhan, dan juga hewan. Sehingga di dalam ajaran agama Hindu kita mengenal Tumpek Uduh dan Tumpek Kandang. Upacara ini merupakan Implementasi dari rasa cinta kasih umat yang tidak hanya kepada sesama umat manusia. Namun juga terhadap tumbuhan dan hewan. Karena bila dalam hidup ini kita bisa melandasi hidup dengan Cinta Kasih, maka hidup kita akan harmonis dan damai.

Hindu walaupun dari segi penampilan kelihatan kolot karena sembahyang memakai Canang atau Bebantenan, bahkan para wanita memakai kain Kebaya setiap sembahyang ke pura, tapi pola pikir agama Hindu sangat modern. Ini diakui oleh tokoh-tokoh intelektual dunia yang beragama Kristen memuji agama Hindu seperti yang tertulis dalam buku yang berjudul penghargaan kepada Hindu terbitan Media Hindu. Mereka justru setelah banyak membaca filsafat atau Tatwa agama Hindu, justru mereka kembali menjadi orang tradisional. Dan saya juga semakin percaya dengan konsep-konsep agama versi Bali. Karena saya melihat bahwa Upakara-Upakara tersebut merupakan aplikasi dari Tatwa Hindu. 
        
Watak Hindu dimana saja selalu bisa menerima konsep keyakinan apa saja. Mungkin ini pengaruh dari ajaran Bhagawadgita yang berbunyi jalan manapun yang kau tempuh, aku akan menerimanya. Memang benar upacara terkadang seperti pemborosan uang bagi yang tidak tahu pada hakikat upacara. Tapi jika kita sebagai penekun ajaran spiritual, tentunya tidak boleh mengkritik kelompok lain dengan cara yang sangat ekstrim. Seharusnya kita bisa menjadi teladan untuk kelompok lain.
         

Selasa, 23 Mei 2023

Membentengi Diri Di Hari Pagerwesi.Bag.2

Setiap 310 hari sekali tepatnya Hari Budha Kliwon Sinta, umat Hindu memperingati hari Raya Pagerwesi. Masyarakat Bali pun menyambut perayaan ini dengan sangat meriah. Pada hari raya ini kita memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai SangHyang Pramesti Guru. Pada Hari Raya Pagerwesi adalah hari yang paling baik mendekatkan diri kepada Brahman sebagai guru sejati. Kehidupan yang tidak terpagari akan mudah terperosok ke hal yang tidak baik. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar tidak mendapatkan gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut Magehang Awak. 

Seperti yang kita lihat di masyarakat belakangan ini, banyak sekali wanita wanita yang begitu mudahnya terperangkap oleh sifat sifat raksasa sehingga menyebabkan mudahnya mereka untuk menjual tubuhnya kepada orang lain demi memperoleh materi. Selain itu, Gampangnya jiwa marah yamg menyebabkan konflik ada dimana-mana dan sebagainya. Jadi sudah semestinya umat manusia memuja SangHyang Pramesti Guru untuk melebur segala yang buruk dan memagari diri dari hal-hal negatif.

Setelah memuja sumber dari ilmu pengetahuan "Sanghyang Aji Saraswati"
Lanjut ke Buda Klion Sinta, memuja Sang Maha Guru Semesta yakni Sanghyang Pramesti Guru. Disebut pula Bhatara Guru, Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Otipati, Sanghyang Catur Bujha, Sanghyang Nilakanta, Sanghyang Trinetra, Sanghyang Jagatnata, Sanghyang Giripati. Semua julukan itu mengarah kepada sebutan populer yakni Sanghyang Siwa berwahanakan Lembu Putih. Penguasa ketiga dunia, Arcapada, Madyapada, dan Mayapada atau Bhur,Bhuah,Swah. Kepada Sanghyang Adhi Guru memohon kekuatan, peneguhan, pengukuhan keyakinan, pikiran dan jiwa raga menuju Pagerwesi. Berbenteng ilmu pengetahuan, berpagar keyakinan, menuju kebijaksanaan, dalam kemuliaan Sanghyang Pramesti Guru.


Senin, 22 Mei 2023

Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.3

Weda lain yang harus dipelajari adalah Bhagawdgita. Satu-satunya jalan untuk mengenal dan memahami Bhagwadgita hanyalah dengan membaca secara berulang-ulang. Masukkan dan simpan setiap slokanya dalam pikiran supaya sloka itu menjadi goresan yang tidak dapat terhapus dalam ingatan. Penyusun kitab Bhagawadgita Vasant.G.Rele mengumpamakan Bhagawadgita itu seperti cermin yang sedemikian terangnya sehingga setiap orang dari golongan apa saja dapat berkaca. Makna Bhagawadgita adalah nyanyian tuhan atau lebih tegasnya disebut pujian Bhagawan atau Khrisna yang dianggap menjadi penjelmaan tuhan. Dr.Kw.Boisevain dalam karangannya menyatakan bahwa kitab Bhagawadgita sejajar dengan bagian-bagian Upanisad. Kitab Bhagawadgita dikenal di kalangan bangsa Eropa pada mulanya atas usaha Warren Hastings, gubernur jenderal Inggris di India yang menganjurkan para pegawainya meyakinkan bahasa dan alam pikiran bangsa Hindu. Semenjak itu, orang-orang berilmu bangsa Eropa dan Amerika membuat komentar dan tafsiran terhadap Bhagawadgita. Menurut perkiraan Rama Prasad, kitab Bhgawadgita mulai ada pada kira-kira tahun 3137. Bhagawadgita terdiri dari 700 Sloka sehingga berjumlah 1400 baris Sloka. Juga terdapat 18 percakapan antara Arjuna dengan Khrisna.
     
Manfaat membaca kitab Bhagawadgita adalah bisa mencerdaskan setiap insan yang membacanya, membangun karakter menuju revolusi mental di era global. Bhagawadgita mampu memberi solusi di setiap jaman seperti bisa membuat hidup tenang, damai, sejahtera dan sentosa. Karena kitab Bhagawadgita begitu universal dan ajarannya sangat dalam, penuh makna spiritual, filosofi, moralitas, maka ajaran yang terkandung dalam Bhagawadgita patut diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bhagawadgita penuh dengan mutiara rohani sebagai tuntunan dan landasan baik dalam berpikir, berkata, dan berlaksana. Membaca Bhagawadgita setiap hari bisa membuat hati tersucikan dari rekasi karma, pikiran, kata-kata dan laksana disucikan oleh pancaran cahaya suci Bhagawadgita. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Wisnu Purana 3-6 ' Dosa-dosa betapapun berat dan menjijikkan, tidak akan pernah menodai dia yang senantiasa memusatkan pikiran kepada Bhagawadgita. Bagaikan daun bunga Padma tidak basah oleh air sekalipun ia tumbuh di tengah kolam. Dimanapun kitab suci Bhagawadgita dipelajari, segala tempat perziarahan suci seperti Prayag akan ada disana. Semua dewa, rsi, yogi, naga surgawi, para Gopa-Gopi, Narada, Udawa, dan segenap rekan mereka pastilah akan datang untuk berdiam di tempat itu.
           
Orang yang suka membaca Bhagawadgita sama dengan sembahyang menyembah dan memuja tuhan seperti yang tertuang dalam Bg 18.70 " Dia yang selalu membaca percakapan suci ini, aku anggap dia menyembahku dalam wujud Jnana Yadnya. Walaupun hanya mendengar alunan suci ini, ia juga akan terbebaskan, mencapai dunia kebahagiaan dan akan mencapai kebajikan dalam berprilaku atau berkarma. Bg 18.71 dengan membaca Bhagawadgita, keraguan dalam berbuat menjadi hilang, kekacauan pikiran menjadi musnah, ingatan akan tanggungjawab menjadi pulih. Seperti yang dinyatakan oleh Arjuna dalam Bg 18.73 "Kekacauan pikiranku telah musnah, ingatanku telah pulih kembali karena rahmatmu aku berdiri tegak, keraguanku telah lenyap dan aku akan bertindak sesuai dengan perintahmu. Bg 4.33 " Persembahan suci yadnya melalui pengetahuan suci adalah lebih baik daripada persembahan suci lainnya. Karena Jnana Yadnya akan menyelamatkan jiwa seseorang dan bersifat pasti. Secara bersama-sama menumbuhkan dan mewarisi tradisi membaca kitab suci yang akan menyelamatkan generasi muda Hindu dalam pergaulan Kaliyuga ini. 

Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.2

Awalnya Veda adalah satu. Tetapi Srīla Wyasadewa membagi Weda asli menjadi empat, yaitu Sāma, Yajur, Ṛeg dan Atharwa. Dan kemudian dijelaskan lagi dalam cabang yang berbeda seperti  Purāṇa  dan  Mahābhārata. Bahasa Veda dan materi pelajarannya sangat sulit bagi orang biasa. Veda dipahami oleh para brāhmaṇa yang sangat cerdas dan sadar akan sang diri. Tetapi zaman Kali sekarang ini penuh dengan orang-orang bodoh. Srīla Vyāsadeva membagi  Veda  menjadi berbagai cabang dan sub-cabang untuk kepentingan kelas yang kurang cerdas.Dalam kitab bhagavata purana 1.3.21 disebutkan "Setelah itu, dalam inkarnasi ketujuh belas Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Vyāsadeva muncul di rahim Satyavatī melalui  Parāśara Muni, dan ia membagi satu Veda  menjadi beberapa cabang dan sub-cabang, melihat bahwa orang-orang pada umumnya kurang cerdas."Selanjutnya dalam bhagavata purana 1.4.20 "Empat pembagian sumber pengetahuan Weda dibuat secara terpisah. Tetapi fakta sejarah (itihāsa) dan cerita otentik yang disebutkan dalam Purāṇa disebut Veda kelima atau pañcamo veda

Kenapa Weda tidak mencakup menjadi satu buku seperti kitab agama-agama lain? Kenapa Weda itu banyak sekali jenisnya? Menurut catatan sejarah agama Hindu, Maharsi Manu telah membagi jenis isi Weda ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu tuhan. Sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Smerti. Kenapa sebagian besar masyarakat Hindu di Bali jarang membaca Weda? Apakah mereka meragukan isi dari ajaran Weda? Dalam kitab Manwa Dharmasastra 11-10 dijelaskan bahwa sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smerti adalah  Dharmasastra. Keduanya tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. Sementara dalam Manwa Dharmasastra 2-6 dijelaskan bahwa seluruh Weda merupakan sumber utama daripada agama Hindu, kemudian barulah Smerti di samping Sila. Sedangkan dalam Sarasamuscaya 37 dijelaskan bahwa ketahuilah olehmu, Sruti itu adalah Weda dan Smerti itu sesungguhnya adalah Dharmasastra. Keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurna dalam Dharma itu.

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh tuhan melalui para maharsi. Sruti juga sering disebut dengan Catur Weda atau Catur Weda Samhita. Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, dan Atharwa Weda. Sedangkan Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yakni Wedangga atau Sadangga dan kelompok Upaweda. Apakah boleh kita menyebarkan buku-buku yang berisi tentang ajaran Weda? Jawabannya adalah boleh sekali. Justru itu yang diharapkan oleh para maharsi yang menerima sabda suci dari tuhan seperti yang tertulis dalam sloka Yayur Weda 26-2 yang berbunyi "Hendaknya disampaikan sabda suci ini ke seluruh umat manusia, cendekiawan, rohaniawan, raja, masyarakat, pedagang, petani, buruh, orang-orangku, dan orang asing" Jadi saya menyimpulkan jika mau belajar Weda harus ada guru pembimbing untuk menjelaskan kalimat kalimat yang sulit yang terdapat dalam sloka Weda. Makanya Bhagawan Walmiki dalam karya agungnya Ramayana menyatakan bahwa karya sastra yang bersumber pada sejarah itu dimaksudkan untuk mempermudah seseorang untuk memahami kitab suci Weda. Demikian pula maharsi Wyasa dalam Vayu Purana menyatakan hendaknya Weda dijelaskan melalui sejarah atau Itihasa dan Purana atau sejarah mitologi kuno. Weda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya. Weda berpikir bahwa dia akan memukulnya. Apakah kitab suci Weda perlu dipahami umat manusia? Menurut saya, Weda mutlak harus dipahami, dipelajari dan dijadikan pedoman hidup sebab Weda adalah wahyu tuhan yang merupakan sumber dari ajaran dan hukum manusia.