Selasa, 20 Juni 2023

Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.4

Mengamalkan Weda sampai menjadi kebiasaan atau tradisi. Ini artinya dalam sosok pengamalan ajaran Hindu ada dua hal yaitu --- Weda sabda Tuhan dan tradisi atau adat istiadat.
Tentunya tidak semua adat istiadat yang ada dalam masyarakat sebagai bentuk pengamalan Weda.

Tattwa dari  Weda yang dikemas dalam adat istiadat itu bersifat Sanatana Dharma atau kebenaran yang kekal abadi. Sedangkan adat istiadat atau tradisi itu berasal dari perilaku umat dalam mengamalkan Tattwa Weda, itu tentunya tidak kekal. Adat istiadat itu ada dalam batas ruang dan waktu. Artinya tradisi itu akan terus berubah. Agar selalu menjadi media pengamalan Weda, maka tradisi itu harus selalu Nutana artinya muda dan segar. 

Tujuan memelihara tradisi itu untuk mewujudkan kedamaian yang kekal atau Shanti Anantaram. Untuk mencapai tujuan itu Abhyasa atau tradisi itu harus dipelihara dengan Jnyana atau kesadaran ilmu. Dengan Dhyana yaitu konsentrasi memuja Tuhan dan Tyaga artinya ikhlas menerima lebih dan kurangnya. Maksudnya, betapapun manusia berusaha sebaik-baiknya pasti ada lebih dan kurangnya. Ikhlas atau Tyaga- lah menerima kelebihan dan kekurangan itu sebagai suatu kenyataan. Hal inilah yang akan menghasilkan Shanti yang kekal. Karena tradisi itu dibuat oleh manusia tentunya tidak akan pernah sempurna dan ada saja kelebihan dan kekurangannya. Tanpa ada keikhlasan menerima semua itu maka tidak akan pernah ada Shanti yang kekal.

Minggu, 18 Juni 2023

Runtutan Hari Raya Nyepi.

Tiga hari sebelum Nyepi, umat Hindu etnis Bali melakukan ritual Melasti di pura yang berada di dekat pantai. Tujuan Melasti adalah membersihkan Lingga atau Stana para dewa secara Niskala atau secara simbolik seperti misalnya pratima, Sarad, tapakan Batara dan lain sebagainya. Setelah Melasti, sehari sebelum Nyepi umat Hindu melakukan ritual caru yang dinamakan Taur kasanga yang bertujuan untuk nyomya buta atau menyenangkan butakala. Ada buta kala yang senang dengan bunyi kentongan ada juga yang senang dengan obor, dan bau tidak sedap dan lain sebagainya. Sehari sebelum Nyepi dinamakan hari pengerupukan atau notog. Para pemuda mengarak ogoh-ogoh dari hulu sampai Hilir Desa pada hari itu.
        
Keesokan harinya, barulah hari raya Nyepi dengan menjalankan catur Brata penyepian atau empat larangan yang dilaksanakan pada saat Nyepi diantaranya tidak boleh menyalakan api, tidak boleh bekerja, tidak boleh bepergian dan tidak boleh bersenang-senang. Maksud dari larangan bersenang-senang adalah tidak boleh berjudi, tidak boleh berpesta minum arak dan minum alkohol lainnya dan tidak boleh bermain gadget seperti Android, notebook, komputer dan lain sebagainya. Setelah Nyepi, disebut hari Ngembak Geni. Di mana hari tersebut melakukan Dharma Santi atau berkunjung ke rumah kerabat, sanak family, dan sahabat untuk saling memaafkan.
         

Apapun Yang Terjadi, Kita Harus Tetap Bersyukur.

Setiap hari Galungan biasanya umat Hindu berduyun-duyun sembahyang ke setiap pura. Bagi yang pikirannya sedang bahagia, mereka akan sembahyang dengan perasaan nyaman. Sebaliknya bagi yang pikirannya sedang bersedih, ada kemungkinan mereka tidak memiliki gairah untuk sembahyang. Ada juga orang yang berpendapat bahwa orang yang rajin sembahyang ke pura, maka mereka akan hidup bahagia. Tapi ada juga yang membantah pendapat tersebut. Bahwasanya bukan karena rajin sembahyang, mereka akan bahagia. tetapi karena bahagialah mereka menjadi rajin sembahyang atau istilah Balinya ke dewan-dewan. 

Lalu bagaimana dengan seseorang yang sedang bersedih? Apakah mereka masih memiliki niat untuk rajin sembahyang? Contohnya, jika ada seorang istri memiliki suami yang sedang sakit bertahun-tahun tidak kunjung sembuh. Atau seorang istri yang memiliki suami sedang terkena musibah kecelakaan. Memiliki suami baru saja meninggal, memiliki anak meninggal karena kecelakaan. Atau juga memiliki anak yang gagal meraih cita-cita untuk menjadi polisi atau tentara karena tidak memenuhi syarat.
          
Ternyata orang-orang tersebut Setelah mengalami musibah, mereka menjadi stress dan putus asa. Bahkan gairah untuk sembahyang yang semula rajin tiba-tiba hilang sama sekali. Jangankan kita yang notabene manusia awam, seorang penulis spiritual pun akan mengalami hal yang sama Jika ia mengalami musibah walaupun ia pintar menulis tentang agama, Contohnya seperti saya. Dulu saya pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Rasa percaya pada Tuhan tiba-tiba hilang. Saya berceloteh bahwa Tuhan itu tidak adil dan Tuhan tidak maha penyayang. Padahal sebelumnya saya menulis bahwa Tuhan itu Maha Adil dan penyayang. Dan kini setelah saya sembuh dari patah tulang, pikiran saya kembali normal. Itu adalah hal yang manusiawi. Ternyata yang ada di benak manusia hanyalah ingin meraih kesuksesan. Mereka lupa untuk belajar menerima kegagalan, mengatasi kegagalan, dan bangkit dari kegagalan. Sedikit terkena masalah, mereka menjadi depresi dan yang lebih fatal mengambil tindakan bunuh diri. Jangankan kita, Awatara seperti Rama pun pernah bersedih ketika Laksamana pingsan akibat bertarung melawan Meganada.
               
Lalu Bagaimana sikap kita yang benar? Apapun yang terjadi, Kita seharusnya bersikap bahagia. Belum mendapatkan pekerjaan, kita bersyukur. Dapat kerja tapi tidak bersedia mengambilnya karena kita sakit, kita juga bersyukur. Tidak punya uang untuk bayar hutang bulanan, kita bersyukur. Kita harus bersabar, kurangi mengeluh dan memperbanyak bersyukur. Karena tujuan utama kita bersembahyang adalah mengucapkan syukur pada Tuhan. Kenapa kita bersyukur? Karena Sampai detik ini Tuhan masih memberikan nafas pada kita. Kita ke Pura Bukan meminta ini dan meminta itu pada Tuhan. tetapi bersyukur.



Siwaratri Adalah Momen Untuk Berbuat Kebaikan.

Siwaratri menurut kepercayaan Hindu di Bali adalah malamnya Batara Siwa. Menurut mitologi di Bali pada saat siwaratri,  Batara Siwa melakukan yoga pada malam hari. Makanya umat Hindu di Bali pada malam Siwaratri melakukan jagra atau begadang semalam suntuk untuk mengikuti jejak Batara Siwa. Dalam cerita lubdaka dikisahkan bahwa Lubdaka tidak sengaja menaburkan daun Bilwa pada linggam Batara Siwa yang kebetulan pada saat itu adalah malam Siwaratri. Makanya dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Lubdaka pada saat meninggal, rohnya tidak dimasukkan ke dalam neraka Walaupun dia seorang pemburu atau pembunuh binatang. Dalam Mitologi Hindu di Bali menjelaskan bahwa Siwaratri bukanlah hari menebus dosa. Tetapi hari untuk Mulat Sarira atau intropeksi diri untuk mencegah melakukan hal-hal yang mengakibatkan dosa.

Tidak boleh memfitnah dan tidak boleh membicarakan aib seseorang. Makanya pada malam Siwaratri ada istilah Mona Brata yang artinya diam atau tidak boleh ngomong. Bukan berarti tidak boleh ngomong sama sekali. Tetapi mengurangi pembicaraan yang tidak bermanfaat agar tidak buang-buang energi. Karena orang-orang zaman sekarang suka ngegosip, membuat isu, dan menebarkan berita-berita hoax. 

Selain melakukan Monabrata, biasanya pada Pagi harinya kita dianjurkan untuk melakukan puasa. Selama ini asumsi masyarakat tentang puasa adalah untuk mencari ilmu kadigdayan atau kesaktian. Sebenarnya bagi saya puasa itu intinya untuk mengetahui rasa lapar. Karena perut orang-orang zaman sekarang kebanyakan kenyang karena kelebihan makanan. Makanya zaman sekarang jarang yang peduli terhadap orang-orang lapar.
         
Memiliki Harta berlimpah tetapi jarang bersedekah. Memiliki banyak stok makanan di kulkas tetapi jarang berbagi dengan orang-orang lapar. Karena kelebihan setok makanan makanya makanan tersebut belum sempat dinikmati, kemudian keburu kadaluarsa akhirnya dibuang. Itu artinya orang orang jaman sekarang jarang mau berbagi dengan orang lain. Makanya leluhur orang-orang Hindu di Bali membuat sistem Ngejot ke tetangga atau ke sanak saudara  ketika mengadakan upacara yang berisi babi guling. Tujuannya adalah agar kita peduli terhadap sesama. Pada Hari Siwaratri juga sangat baik untuk melakukan sedekah terhadap para sulinggih. karena para sulinggih dalam ajaran Weda tidak boleh bekerja. Maka dari itu kita menghaturkan Punia berupa uang, makanan suci, dan pakaian suci.

Jika sempat, berkunjunglah ke rumah saudara-saudara kita atau siapapun juga yang sedang menderita sakit bertahun-tahun yang tidak kunjung sembuh. Bantulah dia dengan memberi uang sekadarnya untuk biaya pengobatan. Karena kita dilahirkan sebagai manusia ke dunia ini sebenarnya ditugaskan untuk saling menolong. Ada orang yang pernah membantah, kalau terus-terusan membantu orang miskin, Takutnya nanti mereka jadi pemalas "begitu katanya. Tapi saya jawab "bukannya malas, tapi nasibnya kurang beruntung. Dengan cara membantu mereka, setidaknya kita bisa meringankan beban yang dipikulnya. Begitu saja.
         



Tumpek Pengatag Dan Otonan Pepohonan..

25 hari sebelum Galungan, umat Hindu di Bali memiliki ritual persembahan kepada pepohonan yang disebut Tumpek Pengatag. Mungkin di daerah-daerah lain terutama etnis Bali yang masih setia terhadap tradisinya, pasti ada juga tradisi tersebut. Cuma namanya berbeda tapi tujuannya sama. Biasanya para ibu ibu atau orang orang yang memiliki sawah atau ladang pada saat itu memberikan persembahan kepada pepohonan. Kenapa? Setelah saya melakukan wawancara dengan penekun penekun tradisi Bali, saya mendapatkan kesimpulan sebagai berikut.

Alasan pertama kenapa memberikan persembahan kepada pepohonan? Jawabannya adalah karena rasa syukur atau ucapan terimakasih pada tuhan melalui pepohonan yang memberikan banyak manfaat kepada mahluk hidup.  Umat juga pada saat itu memohon agar pepohonan berbuah lebat. Jika nanti berbuah lebat, buahnya bisa digunakan untuk ritual persembahan di hari Galungan.

Alasan kedua, dulu saya pernah nonton Dharmawacana dari seorang Sulinggih yang sekarang sudah almarhum. Beliau mengatakan bahwa umat Hindu di Bali memiliki konsep memanusiakan alam dan lingkungan.  Seperti contoh, orang yang rumahnya dekat dengan Pohon besar pasti orang tersebut akan menganggap pohon besar itu Tenget alias ada penunggunya. Setiap habis memasak biasanya menghaturkan Banten Saiban berupa sejumput nasi atau juga Canang Sari. Ada juga yang menghaturkan Rarapan seperti permen, kue, dan lain lain. Itulah yang disebut mempersonifikasi alam dan lingkungan.  Selain itu,  pohon juga dihiasi dengan kain warna putih kuning atau putih hitam. Mungkin tujuan tetua jaman dahulu untuk pelestarian alam dan lingkungan. Karena sudah dihiasi dengan kain dan sering diberikan persembahan, ada kemungkinan orang orang takut menebang pohon itu.

Alasan ketiga, umat Hindu memiliki konsep Wyapi Wyapaka yang artinya tuhan ada dimana mana.  Biarpun umat Hindu memberikan persembahan kepada pepohonan, bukan berarti mereka menyekutukan tuhan atau menyembah berhala. Namun sebenarnya mereka sedang menghubungkan diri dengan tuhan. 

Jika ada kata kata salah, mohon dikoreksi. Dan berkomentarlah dengan sopan. Berbeda pandangan boleh-boleh saja. Asalkan argumen-nya sehat. Bukan argumen seperti orang orang kebakaran jengot dan sumbu pendek.