Blog ini ditulis oleh Made Budilana yang berasal dari Tejakula-Buleleng Bali. Untuk mendapatkan buku-buku Hindu, anda bisa menghubungi No WA 085792168271 atau bisa juga lewat email budilanalana@gmail.com. Terimakasih.
Selasa, 20 Juni 2023
Benarkah Weda Hanya Boleh Diketahui Orang Orang Suci? Bag.4
Minggu, 18 Juni 2023
Runtutan Hari Raya Nyepi.
Apapun Yang Terjadi, Kita Harus Tetap Bersyukur.
Siwaratri Adalah Momen Untuk Berbuat Kebaikan.
Siwaratri menurut kepercayaan Hindu di Bali adalah malamnya Batara Siwa. Menurut mitologi di Bali pada saat siwaratri, Batara Siwa melakukan yoga pada malam hari. Makanya umat Hindu di Bali pada malam Siwaratri melakukan jagra atau begadang semalam suntuk untuk mengikuti jejak Batara Siwa. Dalam cerita lubdaka dikisahkan bahwa Lubdaka tidak sengaja menaburkan daun Bilwa pada linggam Batara Siwa yang kebetulan pada saat itu adalah malam Siwaratri. Makanya dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Lubdaka pada saat meninggal, rohnya tidak dimasukkan ke dalam neraka Walaupun dia seorang pemburu atau pembunuh binatang. Dalam Mitologi Hindu di Bali menjelaskan bahwa Siwaratri bukanlah hari menebus dosa. Tetapi hari untuk Mulat Sarira atau intropeksi diri untuk mencegah melakukan hal-hal yang mengakibatkan dosa.
Tidak boleh memfitnah dan tidak boleh membicarakan aib seseorang. Makanya pada malam Siwaratri ada istilah Mona Brata yang artinya diam atau tidak boleh ngomong. Bukan berarti tidak boleh ngomong sama sekali. Tetapi mengurangi pembicaraan yang tidak bermanfaat agar tidak buang-buang energi. Karena orang-orang zaman sekarang suka ngegosip, membuat isu, dan menebarkan berita-berita hoax.
Tumpek Pengatag Dan Otonan Pepohonan..
25 hari sebelum Galungan, umat Hindu di Bali memiliki ritual persembahan kepada pepohonan yang disebut Tumpek Pengatag. Mungkin di daerah-daerah lain terutama etnis Bali yang masih setia terhadap tradisinya, pasti ada juga tradisi tersebut. Cuma namanya berbeda tapi tujuannya sama. Biasanya para ibu ibu atau orang orang yang memiliki sawah atau ladang pada saat itu memberikan persembahan kepada pepohonan. Kenapa? Setelah saya melakukan wawancara dengan penekun penekun tradisi Bali, saya mendapatkan kesimpulan sebagai berikut.
Alasan pertama kenapa memberikan persembahan kepada pepohonan? Jawabannya adalah karena rasa syukur atau ucapan terimakasih pada tuhan melalui pepohonan yang memberikan banyak manfaat kepada mahluk hidup. Umat juga pada saat itu memohon agar pepohonan berbuah lebat. Jika nanti berbuah lebat, buahnya bisa digunakan untuk ritual persembahan di hari Galungan.
Alasan kedua, dulu saya pernah nonton Dharmawacana dari seorang Sulinggih yang sekarang sudah almarhum. Beliau mengatakan bahwa umat Hindu di Bali memiliki konsep memanusiakan alam dan lingkungan. Seperti contoh, orang yang rumahnya dekat dengan Pohon besar pasti orang tersebut akan menganggap pohon besar itu Tenget alias ada penunggunya. Setiap habis memasak biasanya menghaturkan Banten Saiban berupa sejumput nasi atau juga Canang Sari. Ada juga yang menghaturkan Rarapan seperti permen, kue, dan lain lain. Itulah yang disebut mempersonifikasi alam dan lingkungan. Selain itu, pohon juga dihiasi dengan kain warna putih kuning atau putih hitam. Mungkin tujuan tetua jaman dahulu untuk pelestarian alam dan lingkungan. Karena sudah dihiasi dengan kain dan sering diberikan persembahan, ada kemungkinan orang orang takut menebang pohon itu.
Alasan ketiga, umat Hindu memiliki konsep Wyapi Wyapaka yang artinya tuhan ada dimana mana. Biarpun umat Hindu memberikan persembahan kepada pepohonan, bukan berarti mereka menyekutukan tuhan atau menyembah berhala. Namun sebenarnya mereka sedang menghubungkan diri dengan tuhan.
Jika ada kata kata salah, mohon dikoreksi. Dan berkomentarlah dengan sopan. Berbeda pandangan boleh-boleh saja. Asalkan argumen-nya sehat. Bukan argumen seperti orang orang kebakaran jengot dan sumbu pendek.