Jumat, 14 Desember 2012

Kenapa Orang Bali Jarang Mendirikan Yayasan Hindu?

Di salah satu group Facebook bernuansa Hindu seringkali ada orang yang mengeluhkan tentang kenapa di Bali sangat sedikit ada yayasan Hindu yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat,  pendidikan gratis, kesehatan gratis dan lain-lain? Dan kenapa Orang Bali sebagian besar lebih menyukai berderma ke pura daripada ke yayasan Hindu? Apa penyebabnya? Apakah karena pola pikir orang Bali yang belum sepenuhnya meyakini konsep Catur Marga sebagai jalan kepada tuhan? Atau mungkin orang Bali akan lebih percaya bahwa berbuat atau berkarma langsung kepada tuhan akan lebih cepat mendapatkan pahala daripada jalan atau Marga-Marga lain. Jika itu penyebabnya, berarti pola pikir tersebut sangat keliru. Karena Hindu memiliki konsep Catur Marga Yoga. Maka dari itu Pola pikir tersebut perlu direformasi kemudian dijadikan kebiasaan. 

Atau mungkin ini pengaruh dari konsep Hindu yang bukan agama Mission seperti agama-agama lain yang haus mencari pengikut. Karena Hindu tidak punya obsesi untuk mencari pengikut sehingga umumnya umat Hindu khususnya etnis Bali tidak tertarik mencari pengikut baru. Tidak punya rasa bersaing dengan agama lain dan tidak ada niat mempertahankan pengikut yang sudah ada sekaligus tidak punya niat mencari nama demi agamanya. Pola pikir seperti ini tentu sangat berpengaruh dengan semangat kita seperti membuat yayasan, membuat rumah sakit umum yang bernuansa agama, mendirikan sekolah agama, dan lain-lain. Kalaupun ada, sifatnya relatif kecil dibandingkan agama-agama lain yang murni berwatak Mission.

Ada juga yang berprinsip jika jumlah yayasan semakin banyak berarti jumlah orang malas semakin meningkat? Pasalnya mereka tidak berniat untuk mencari kerja karena sudah ada yayasan yang memberi mereka uang. Aduh, itu betul betul prinsip yang keliru. Itu mungkin jawaban kepepet alias kehabisan akal untuk mencari alasan. Karena yayasan itu sangat perlu didirikan sebagai tanda peduli kepada masyarakat. Dan pemerintah justru lebih percaya memberikan uang sumbangan kepada masyarakat lewat yayasan dibandingkan lewat perorangan asalkan para pengurusnya memiliki sifat jujur. Jadi tidak ada hubungannya dengan kemalasan. Tapi kalau pemberian sedekah itu mungkin betul bisa memotivasi orang jadi malas. Makanya budaya sedekah tidak populer di kalangan umat Hindu.

Lalu bagaimana caranya untuk mengentaskan kemiskinan? Caranya adalah Anak-anak miskin yang sedang duduk di bangku sekolah sudah seharusnya diberikan  beasiswa dari pemerintah.Tujuannya adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia. Itulah salah satu contoh pelaksanaan untuk membantu siswa yang miskin tetapi berprestasi bagus. Kita harus mengenyam pendidikan, hanya dengan pendidikan, kemiskinan bisa dientaskan. Cara berikutnya adalah merangkul semua orang yang memiliki ekonomi bagus untuk membentuk sebuah yayasan yang bergerak di bidang pengentasan kemiskinan. Orang miskin sebaiknya dibina dengan mengajarkan pada mereka soal ketrampilan kerja. Agar mereka bisa mandiri, niscaya kemiskinan bisa dientaskan secara bertahaf. Membuat terobosan dengan cara menghidupkan usaha kuliner bali pada malam hari. Pasalnya selama ini warga pendatang non Hindu yang tinggal di Bali telah sukses membuat warung makan seperti warung makan yang ada di desa Gilimanuk dan warung makan yang ada di desa Padangbai. Dan juga harus mencoba membuat usaha di bidang pertanian, peternakan seperti yang ada di majalah Media Hindu yang membantu umat di dusun Demping- Jawa Tengah. Atau kalau di kota harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tapi hanya dengan cara itu akan bisa membantu umat, daripada membantu dalam bentuk sumbangan uang. Ibarat pepatah, lebih baik memberi pancing, daripada memberi ikan. Kemiskinan hanya bisa ditanggulangi dengan mengubah sikap dan prilaku dari malas menjadi rajin. Ulet dalam etos kerja yang tinggi dan kita tidak boleh bergaya hidup mewah.

Selain yayasan Hindu, kita juga jarang menemukan sekolah-sekolah bernuansa Hindu seperti sekolah TK Hindu atau sekolah SMA Hindu. Hindu di dalam menyebarkan agamanya masih kalah jauh dengan agama lain. Bahkan fondasi dan mental kita beragama Hindu juga masih kalah dengan agama lain. Seperti yang sering kita lihat, banyaknya saudara kita yang pindah keyakinan itu semata-mata karena edukasi, mental, dan fondasi kita dalam beragama masih lemah. Mudah-mudahan PHDI atau organisasi Hindu lainnya mau membuat sekolah bernuansa Hindu dari dasar sampai menengah atas. Umat Hindu di Bali yang memiliki banyak duit sebagian besar lebih cenderung membangun hotel sebanyak-banyaknya. Sedangkan orang yang mau berinvestasi untuk pembuatan sekolah bernuansa Hindu masih bisa dihitung dengan jari. Padahal ide untuk membuat sekolah bernuansa Hindu itu adalah ide yang sangat cemerlang karena bisa menekan angka umat Hindu untuk pindah agama.

Sekolah bernuansa Hindu di jaman modern ini perlu lebih diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya untuk membentuk karakter Hindu menjadi berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Saat ini generasi muda Hindu tidak terlalu memperhatikan ajaran agamanya mungkin karena pengaruh globalisasi dan modernisasi. Upaya yang tepat untuk membangun dan mengembangkan karakter manusia Hindu agar memiliki karakter yang baik adalah melalui pendidikan Hindu. Karena pendidikan Hindu memiliki peranan penting dalam sentral dalam pengembangan potensi mental. Melalui pendidikan Hindu diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkan karakter positif serta mengubah watak yang buruk menjadi baik. Alangkah baiknya kita bangkitkan lagi sistem Pasraman karena Pasraman juga merupakan salah satu wadah pendidikan informal umat Hindu. Sistem Pasraman juga dapat menjadi wadah pendidikan yang dapat memecahkan masalah krisis kecerdasan emosional dan spiritual generasi muda tersebut.

Rabu, 29 Agustus 2012

Benarkah Upacara Keagamaan Hindu Di Bali Menyebabkan Kemiskinan?

Sangatlah keliru jika ada yang mengatakan bahwa upacara keagamaan Hindu di Bali menyebabkan jumlah angka kemiskinan di Bali meningkat. Padahal kita melihat semua unsur budaya menghidupi sistem lingkungan lokal, ekonomi bergerak secara cepat, tumbuhnya industri kreatif seperti Tedung dan alat Upakara lainnya, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat nyata. Lalu dimana letak kemiskinan itu? Ada dua sisi yang bisa diungkapkan. Pertama, secara halus menyudutkan Hindu di Bali karena hanya diukur dari parameter satu arah yakni materi. Sehingga perlu dilakukan Redifinisi ulang terhadap kemiskinan. Agar tidak ada kesan beragama Hindu seakan membebani dan harus ditinggalkan karena menyebabkan kemiskinan absolut. Konklusi demikian sungguh berbahaya. Sisi kedua adalah menjadi sebuah Autokritik untuk bisa berbenah terhadap fenomena tersebut yang selama ini terus menjadi isu untuk menyudutkan upacara agama Hindu di Bali.
           
Wisatawan berbondong-bondong datang ke Bali karena adat dan budaya yang bernafaskan Hindu, itu tidak bisa dipungkiri. Umat Hindu di Bali dalam melakukan upacara keagamaannya selalu menekankan pada aspek keikhlasan hati. Bukan jumlah materi yang ditonjolkan. Lalu kalau sampai membuat kita miskin, salahnya dimana? Dalam upacara Ngaben misalnya, sudah ada berbagai jalan yang mudah dan dengan biaya yang sangat ringan, toh pelaksanaannya tetap besar. Sebenarnya bukan upacara agama yang menjadi indikator kemiskinan. Justru orang-orang yang menggelar upacara itulah yang membuat upacara agama itu mahal yang dikemas mewah agar terkesan hebat. Akhirnya pertanyaan tentang apakah upacara keagamaan Hindu di Bali menyebabkan kemiskinan? Jawabannya adalah, dari sisi agama tidak sama sekali. Namun ego sosial kerap menjebak menjadikannya kemiskinan yang sangat absolut. Kondisi tersebut membutuhkan pemahaman agama yang benar pada dimensi dan struktur masyarakat.

Yang perlu anda ketahui adalah yadnya merupakan korban suci yang didasari atas ketulusan dan sebagai jalan untuk membayar hutang yang disebut dengan Tri Rna. Jadi dampak bagus dari yadnya adalah kita bisa menunaikan kewajiban. dampak lainnya adalah akan ada perputaran ekonomi karena kita pasti membeli bahan Upakara. Selain itu, dampak bagus lainnya adalah pariwisata menjadi berkembang. Meskipun mengeluarkan biaya besar, pelaksanaan upacara keagamaan di Bali kenyataannya menjadi salah satu faktor penting yang mendorong kegiatan ekonomi masyarakat Bali. Justru Bali bisa mewujudkan kemandirian ekonominya dari sektor ini. Masyarakat Bali juga akan makmur kalau orang Bali sebagai produsen dan bukan konsumen. Kalau produsennya dari pihak luar, maka akan sulit untuk memakmurkan Bali.

Begitu dahsyatnya pengaruh yadnya di Bali bagi kehidupan. Semua pedagang memperoleh rejeki termasuk pedagang janur, bunga, bambu, buah, kain, penjahit kebaya, pedagang kuliner seperti sate, soto, bakso, daging ayam, babi, dan lain-lain. Kegiatan Yadnya Hindu di Bali sebenarnya memiliki dampak yang sangat bagus di bidang kesejahteraan sosial, menekan jumlah angka pengangguran, dan melancarkan perputaran uang di Bali. Contohnya, dengan adanya Yadnya, para petani buah dan bunga ikut menikmati keuntungan. Begitu juga dengan para penjual Canang Sari meskipun bahan-bahan Upakara didatangkan dari luar daerah. Jika bahan-bahan Upakara Yadnya didatangkan dari luar Bali, apakah akan merugikan masyarakat Bali? Misalnya jika satu Canangsari seharga Rp 5oo, sedangkan bahan yang didatangkan dari Jawa hanya janur 15 Gram seharga Rp 75, maka nilai tambah terbanyak akan dinikmati di wilayah Bali. Jadi tidak masalah jika bahan Upakara didatangkan dari daerah lain.
             
Belakangan banyak info artis luar Bali dan pengsaha sukses ibukota juga banyak warga dunia yang ingin menikmati sekaligus menetap di Bali. Dua alasan penting yang menjadi pertimbangan mereka menetap di Bali yaitu pulau Bali relatif masih alami dan damai. Berbahagialah orang Bali sekaligus pemeluk Hindu menetap di Bali karena tanpa harus membeli rumah sudah bisa menikmati Bali yang alami dan damai. Kondisi Bali yang lestari dan damai itu hasil dari yadnya Hindu atau penerapan nilai-nilai Hindu secara rutin menyebabkan Bali masih lestari. Untuk bisa Bali tetap lestari dan damai, mari kita selalu jaga kerukunan antar umat dan bagi orang Bali yang Hindu tetaplah jaga anak cucu untuk jadi Hindu selamanya.