Jumat, 24 Februari 2023

Menghaturkan Canang Di Perempatan Atau Pertigaan Saat Galungan.

Menghaturkan canang sari setiap hari di areal rumah sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat Hindu. Apalagi dihaturkan dengan hati yang iklas. Tapi saat Rainan Jagat seperti Galungan biasanya sembahyang ke pura yang ada di luar rumah. Atau juga ke Sanggah atau Merajan Agung, Kahyangan Tiga dan lain lain. Sebenarnya ada tempat yang wajib didatangi ketika Rainan Jagat atau Galungan untuk diberi persembahan Canang. Tapi jarang yang tahu. Misalnya di sekitar desa anda atau tempat tinggal anda pasti ada pertigaan atau perempatan agung. Jika sempat, haturkanlah Canang Sebit Sari ketika Rainan. Menghayat kepada Sangyang Sapuhjagat, Sangyang Catur Bhuwana. Alasan pertama karena kita sering lalu lalang di pertigaan atau perempatan. Kedua, di saat meninggal Layon atau jenazah pasti melewati atau berputar putar sebanyak tiga kali. Mohon restu kepada sang penguasa Margi Agung agar diberi jalan yang terang menuju alam sana. ketiga, jika ada orang jahat yang mengirim Teluh, Desti, Terangjana atau santet dari jarak jauh, barang atau sarana itu pasti melewati penguasa pertigaan atau perempatan desa setempat untuk mohon ijin mencari alamat yang dituju atau orang yang akan diserang. Jika kita rajin menghaturkan Canang disana, maka Tuhan tidak akan mngijinkan dan menyetop kiriman itu. Tapi kembali kepada kita tentang percaya atau tidak dengan adanya hal hal demikian.

Rabu, 22 Februari 2023

Sejarah Benang Tridatu.

Tridatu berasal dari kata Tri dan Datu. Tri berarti tiga dan datu berarti elemen atau warna. Jadi Tridatu artinya benang atau gelang yang terdiri dari tiga elemen atau tiga warna yaitu merah, hitam, dan putih. Benang Tridatu sebelum diberikan kepada umat, benang tersebut terlebih dahulu diproses melalui ritual. jadi bukan benang sembarang benang. Tridatu memiliki makna, nilai filosofis, kekuatan,  serta anugerah dari Ida Sang Hyang widi Wasa.    
Juga merupakan simbol atau lambang kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai dewa Tri Murti, yakni warna merah kekuatan Dewa Brahma,  warna hitam kekuatan Dewa Wisnu, dan warna putih kekuatan Dewa Siwa. Disamping itu gelang atau benang tridatu tersebut memiliki makna & lambang dari Tri Kona yang merupakan bekal hidup setiap manusia yakni Utpeti (lahir), stiti (hidup) dan Pralina (mati), dengan memakai gelang atau benang Tridatu, diharapkan manusia selalu ingat akan Kemahakuasaan Tuhan sebagai maha pencipta, pemelihara dan pelebur.

Penggunaan Benang (Gelang) Tridatu ini hanya boleh dipakai pada pergelangan tangan kanan saja dan tidak diperbolehkan dipakai pada pergelangan tangan kiri seperti aksesoris gelang lainnya.

Berdasarkan kepercayaan Masyarakat Bali, penggunaan Gelang Tri Datu ini dimulai pada sekitar abad ke 14-15, tepatnya saat Dalem Watu Renggong memerintah di Kerajaan Gelgel Kelungkung.

Beliau pada saat itu mengutus Patih Jelantik untuk menaklukan Dalem Bungkut yang merupakan raja dari Nusa Penida.

Patih Jelantik pun berhasil menaklukan Dalem Bungkut dengan kesepakatan bahwa seluruh wilayah kekuasaan Dalem Nusa diserahkan kepada Dalem Watu Renggong.

Hal itu disepakati juga oleh semua ancangan dan juga rencang Ratu Gede Mecaling, untuk melindungi Umat Hindu Bali yang taat kepada Tuhan dan Leluhur.

Sedangkan yang lalai, akan dihukum oleh Ratu Gede Mecaling. Penggunaan gelang Tridatu ini menjadi simbol untuk membedakan antar umat yang taat dan yang tidak. 

Di samping 3 warna, terdapat juga benang dengan 5 warna yang disebut Benang Panca Datu dan 9 warna yang disebut dengan Benang Sanga Datu.