Senin, 30 Desember 2013

Mengapa Hindu Di Bali Memiliki Banyak Pelinggih?

Di Bali hampir semua rumah orang Bali yang beragama Hindu memiliki Pelinggih Kemulan. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, Pelinggih Kemulan adalah Stana dari Sanghyang Tri Murti dan Sanghyang Tri Purusa. Di areal kemulan biasanya ada Pelinggih Gedong dan Taksu. Kenapa di Bali banyak sekali ada Pelinggih? Karena di Bali walaupun umatnya penganut paham Siwa Sidhanta bukan berarti hanya memuja Siwa, melainkan memuja semua Dewa. Kalau ingin memuja Saraswati pasti di Pelinggih Gedong atau Taksu. Sementara Sanghyang Kala Raksa di Pelinggih penunggu Karang, Pelinggih Ratu Gede Segara adalah stana dari penguasa laut. Pelinggih gunung Agung dan gunung Sari adalah stana dari penguasa gunung. Orang Bali juga memuja dewa matahari, makanya ada Pelinggih Surya. Selain itu, setiap pagi, para Sulinggih di Bali melakukan ritual Surya Sewana atau memuja Surya.

Orang Bali juga memuja saktinya Dewa Siwa seperti Dewi Uma di Ulun Carik, Dewi Sri di lumbung padi, Bhatari Rambut Sedana di Pelinggih yang ada di pasar. Dan Pelinggih Saluang atau menjangan yang merupakan simbol dari kendaraan Mpu Kuturan. Apakah orang Bali memuja Dewi Durga? Jawabannya adalah " ya " Pelinggih Penunggu Karang menurut Mitologi Hindu Bali adalah stana dari Dewi Durga. Beliau juga dipuja saat Galungan. Makanya pada saat Galungan orang Bali memasang Candigaan di setiap Pelinggih yang ada di Kemulan atau Merajan. Perlu diketahui bahwa Candigaan berasal dari kata Candika yang tidak lain adalah Durga itu sendiri. Apakah orang Bali memuja Khrisna? Jawabannya adalah ya. Karena di Bali, Khrisna itu disimbolkan dengan Wisnu yang berstana di pura Bale Agung. 

Mengapa Hindu Memiliki Banyak Tuhan? Dalam buku yang ditulis oleh Bpk Imang Sugiharta dengan judul Menggugat Para Penghujat Hindu pada bab yang berjudul Menjawab Pertanyaan yang tercecer dijelaskan bahwa pada dasarnya Hindu itu meyakini bahwa tuhan itu hanya satu akan tetapi tuhan disebut dengan banyak nama yang indah seperti dijelaskan dalam Reg Weda bahwa tuhan itu satu tetapi orang bijaksana menyebut dengan banyak nama. Tuhan bisa disebut dewa yang berarti maha bercahaya, disebut Bhatara yang berarti maha pelindung, Parama Siwa yang artinya maha mulia, Prajapati yang artinya penguasa atas semua ciptaan. Umat Hindu di Indonesia menyebut tuhan dengan nama Ida Sanghyang Widhi Wasa. Tetapi di dalam kitab Mandukya Upanisad 1-1 disebutkan Om atau Ong adalah nama tertinggi tuhan. Sedangkan Brahman, Ida Sanghyang Widhi Wasa, Prajapati dan nama-nama yang banyak itu adalah nama-nama tuhan yang lain. Ada juga istilah Awatara. Dalam bahasa Sanskrit, Awatara artinya turun. Yakni tuhan turun atau bereinkarnasi ke bumi dengan mengambil wujud manusia atau wujud mahluk lain untuk menegakkan kebenaran. Awatara juga manifestasi Wisnu ke bumi bukan akibat dari Karma tetapi merupakan pilihan bebas karena kekuatan dan penguasaan atas sifatnya sendiri.
          
Kenapa Hindu punya dewa perusak? Pertanyaan seperti ini sering dilontarkan baik secara lisan maupun tulisan di media sosial. Sebenarnya tuhan tidak memilki aspek sebagai maha perusak. Makanya di Hindu tidak dikenal adanya dewa perusak. Dewa Siwa adalah dewa pelebur. Kata pelebur jelas tidak sama dengan perusak. Kalau seorang tukang Pande emas hendak mengubah bentuk sebuah cincin emas yang sudah usang maka si tukang Pande harus melebur dahulu cincin tersebut. Kemudian membentuk kembali dengan model yang baru. Beda dengan kalau cincin itu dirusak pasti akan menjadi berantakan tidak karuan. Manusia mati juga merupakan proses peleburan untuk kemudian jiwanya bereinkarnasi. Termasuk jagat raya ini kalau sudah tiba waktunya kelak, maka dewa Siwa akan melakukan peleburan untuk pembentukan kembali. Jadi kalau ada buku-buku pelajaran sekolah yang mengatakan dewa Siwa sebagai dewa perusak adalah salah besar dan jangan dipercaya.