Selasa, 25 Oktober 2022

Membentengi Diri Di Hari Pagerwesi.Bag.1

Kalau ditelusuri, kata Pagerwesi berasal dari kata pagar dan besi yang melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Hari raya Pagereesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri, yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak.

PagerWesi yang jatuh pada hari Buda Kliwon Shinta merupakan hari payogaan SangHyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sanga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Pramesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati.

Hari Pagerwesi dapat diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang kuat bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah digunakan dalam fungsi kesucian dapat dipelihara dan dijaga agar selalu menjadi pedoman bagi kehidupan umat manusia selamanya.

Dalam Lontar Sundarigama dijelaskan, Pagerwesi itu adalah pemujaan kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai SangHyang Pramesti Guru.
Mengapa pemujaan kepada guru?
Karena guru memiliki fungsi adiluhung sebagai penuntun.

Di Hindu, guru sangat penting, maka Pagerwesi merupakan hari yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang diturunkan melalui para guru.
Ilmu pengetahuan itu mengalir, melembaga dalam proses mewujudkan jagadhita.

Guru yang harus dihormati dalam hal ini adalah catur guru.
Guru Rupaka (orangtua), Guru Pengajian ( guru di sekolah), Guru Wisesa (pemerintah) dan Guru Swadyaya (Ida Sang Hyang Widhi). 

Karena dekatnya jarak antara Saraswati dengan hari guru, maka Pagerwesi tidak menjadi suatu hari yang sangat istimewa.

Namun terlepas dari itu, ke depan ini orang yang menjadi guru memiliki peran yang lebih dari era sebelumnya baik guru di masyarakat maupun guru formal di sekolah. 

Karena saat ini, banyak orang melakukan anarkisme/radikalisme di wilayah agama.
Maka sangat penting peran guru dalam arti guru tidak hanya hadir dalam sosok personal.
Saat ini, media sosial pun adalah guru, yaitu guru maya.

Maka dari itu, siapapun yang masuk ke dunia maya untuk memberikan wejangan, dan sebagainya, hendaklah hadir dalam kesantunan. 
Tidak untuk memanas-manasi. Sebab peran guru itu bukan sebagai provokator, tetapi untuk mengedukasi. Maka umat pun harus cerdas, “Pilihlah guru yang arif dan bijaksana untuk bisa kita teladani.



Rabu, 19 Oktober 2022

Ngulapin

Pola pikir dan karakter orang Hindu di Bali sangatlah unik. Kenapa dibilang unik? Karena ketika ada musibah yang menimpa seseorang atau siapapun juga pasti disarankan untuk melaksanakan ritual. Misalnya ketika terjadi insiden saat naik motor kemudian terjadi kecelakaan lalu lintas..ringan atau berat....biasanya ada ritual yang dinamakan Ngulapin. Ritual Ngulapin biasanya digelar di tempat kejadian perkara atau di perempatan jalan.
             Sebelumnya ijinkan saya menjelaskan arti dari kata Ngulapin. Baiklah. Ngulapin berasal dari kata ulap yang artinya silau. Sementara ulap-ulap dalam bahasa Bali berarti suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar yang terbuat dari secarik kain putih yang berisi tulisan keramat atau mempunyai kekuatan magis menurut umat Hindu di Bali. Ngulapin adalah upacara yang bertujuan untuk menormalkan kehidupan seseorang setelah mengalami kejadian yang mengejutkan. Ngulapin juga biasanya berfungsi untuk memulihkan kembali kekuatan atau unsur-unsur Stula Sariranya.
       Sementara dalam buku usada tiwas punggung menyebutkan manusia mempunyai 10 kekuatan yang mana nanti akan tergabung menjadi satu sehingga manusia bisa bergerak berpikir, dan berbuat. 10 kekuatan mikrokosmos adalah sebagai berikut, sang, bang, tang, ang, ing, Mang, Mang,  Sing, Wang, yang.  Menurut kepercayaan orang Hindu di Bali, upacara ngulapin ada beberapa jenis diantaranya ngulapin prettyme yaitu pretime yang pernah jatuh disenggol binatang, atau tempatnya tidak baik, atau juga pernah dicuri. Ada juga ngulapin orang yang baru sembuh dari penyakit, ada juga ngulapin orang yang terkena musibah seperti kecelakaan lalu lintas.



 













..

Sabtu, 15 Oktober 2022

Tata Bangunan Rumah Orang Hindu Bali

Pada jaman dahulu,  orang hindu di Bali ketika akan mendirikan  bangunan atau rumah biasanya menaati peraturan yang tercantum dalam buku Asta Kosala Kosali.  Jika memiliki luas tanah dan dana mendùkung, biasanya akan mendirikan bangunan yang lengkap. Seperti misalnya ada bale delod, ada bale semanggen...ada Merajan atau Sanggah...ada tugu karang...ada Surya atau Siwa Reka atau Sanggah Natah pengijeng....ada tugu di lebuh/pengadang2... Bangunan tersebut sudah lengkap ....dan mempunyai persamaan dengan Kahyangan Tiga dan Kawitan. bale Semanggen sama dengan kuburan..Tugu karang sama dengan pura Dalem kahyangan....tugu di lebuh sama dengan pura dalem prajapati....surya pengijeng siwa reka sama dengan pura desa dan puseh....mrajan/sanggah sama dengan pura kawitan....jika tidak sempat ke prahyangan beliau..boleh ngaci dari rumah sesuai dengan fungsi masing masing. 

Kamis, 13 Oktober 2022

Mengulas Tentang Kerauhan.

Dalam acara Piodalan atau pujawali di beberapa pura sering terjadi kerauhan. Menurut pemikiran saya, kerauhan itu identik dengan masuknya Ida Betara atau roh suci yang disungsung di pura tersebut ke tubuh manusia seperti pemangku atau penyungsung pura, yang diluar kesadarannya dengan tujuan untuk menyampaikan suatu pesan tertentu. Namun pada kenyataannya yang sering terlihat, orang yang kerauhan tersebut sering berlaku seperti orang tidak waras. 

Ada pertanyaan dalam diri saya. Sebenarnya apa kerauhan itu dan kenapa bisa terjadi kerauhan? Dan orang yang kerauhan ditunjukkan dengan menginjak bara api, memeluk Danyuh atau dupa yang dibakar, makan ayam hidup atau meminum darahnya, menusuk tubuh degan keris, dan lain lain. Tanpa ada menyampaikan pesan apapun. Setelah dipercikkan tirta, orangnya sadar dan kerauhannya selesai. Apakah Ida Betara atau roh suci ingin menunjukkan kekuatannya? Dan apa makna dari kerauhan seperti itu? 

Biasanya orang yang sedang Kerauhan akan diuji oleh orang orang yang sedang berada di tempat itu. Misalnya dengan cara dibakar. Kalau ternyata tidak terbakar oleh api, berarti betul yang bersangkutan memang dimasuki roh suci. Tapi kalau ternyata terbakar, itu berarti Kerauhan bohongan dan menyebabkan pura tersebut menjadi Leteh. Maka dengan hal demikian, tentu bila hal ini kita lakukan, menjadi sangat berat kalau orang sampai terbakar. Namun, hal ini dapat menjadi shock theraphy supaya jangan sampai ada yang mengklaim diri sebagai Dewa. Malah akan jadi masalah. Apalagi orang-orang yang suka kerauhan perilakunya di masyarakat tidak benar, ini akan merusak nama Pengayah itu sendiri. Yang simpel simpel saja dan jangan dibesar-besarkan. Kalau ingin Ngaturang Ngayah, seharusnya ikhlas dan apa adanya. Jika ingin membantu seseorang, seharusnya menurut kemampuan kita dan apa adanya.

Dulu Kerauhan saat Pujawali, hanya ada di daerah Denpasar dan Badung Selatan. biasanya orang yang Kerauhan di pura yang sudah diupacarai disebut Sadeg atau Pemangku. Masyarakat Denpasar dan Badung Selatan sangat menghormati Sadeg dan sangat percaya dengan Kerauhan ketika Pujawali. Jarang ada yang Campah atau Meboye karena takut kena Keduken. Kini orang-orang yang terpilih sebagai Sadeg Tapakan atau  Pemangku sudah bermunculan ada di semua daerah terutama  di Bali. Dulunya tidak ada, kini ada. Mungkin seiring perkembangan jaman pesatnya kebudayaan luar dan agama lain masuk ke Bali, cepat atau lambat pasti masyarakat Bali akan terkontaminasi sehinga bisa jadi keyakinan terhadap keagamaan dan tradisi Hindu Bali semakin menipis. Mungkin itulah salah satu  alasan para Dewa yang melindungi pulau Bali, harus sedikit turun lebih dekat dengan umatnya. Maka banyaklah orang-orang Kepingit Ngiring, tua ataupun muda, tidak boleh dikejar ataupun menghindar.

Sebenarnya kerauhan merupakan tradisi yang diwariskan para leluhur masyarakat Bali sebagai pembuktian tentang keajaiban Tuhan dan manifestasinya. Pada zaman dahulu, jika ada orang yang menarikan tarian sakral seperti tari Sanghyang jaran, Sanghyang dedari, tari barong keris, tari kecak, dan lain-lain biasanya mereka akan kerauhan. Karena di Bali tarian dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tari wali atau babali yang tergolong tarian sakral dan yang kedua adalah tari Bali Balihan atau tari hiburan.
             
Dalam kategori tari wali atau babali inilah di Bali tentu banyak dijumpai jenis tarian yang diyakini masyarakat Bali sebagai medium komunikasi spiritual antara dunia manusia dan dunia roh.  Merujuk tulisan i Nyoman Ludra yang berjudul tari Sanghyang, media komunikasi spiritual manusia dengan roh dipaparkan bahwa tari Sanghyang lazimnya dipentaskan terkait dengan kondisi masyarakat  saat sedang mengalami musibah tertentu. Jenis tari ini ditarikan dengan tujuan mengusir wabah penyakit yang disebabkan oleh roh jahat. Tapi zaman sekarang banyak sekali masyarakat yang pura-pura kerauhan dan tidak jelas apa tujuannya. 




Sabtu, 08 Oktober 2022

Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti.

Sebelum menciptakan manusia, Hyang Widhi telah menciptakan terlebih dahulu, sesuai dengan jalannya dari yang halus ke kasar yaitu menciptakan makhluk sebagai dewa dewa, gandarwa, pisaca, raksasa, manusia dan makhluk berbadan kasar sebagai binatang,  dan lain-lain. Manusia pertama disebut dengan nama Manu atau lengkapnya Swayambhu Manu. Dengan nama ini jangan mengira bahwa Swayambhu Manu ini adalah perseorangan karena kalau dilihat artinya, Swayambhu berarti yang menjadikan diri sendiri. Serta Manu berarti ia yang mempunyai pikiran atau manah. Jadi kata Swayambhu Manu berarti makhluk berpikir yang menjadikan dirinya sendiri yaitu Manusia Pertama.

Kata Manu ini sekarang menjadi kata Manusia. Semua adalah keturunan Manu dan dengan mengetahui arti kata Manu yaitu makhluk berpikir, maka kita sebagai manusia hendaknya mempergunakan pikiran itu dalam sinar- sinar suci Hyang Widhi meningkatkan hidup kita dan hidup makhluk lainya. Sebutan Tuhan dalam Agama Hindu sangat banyak diantaranya: Sanghyang Widhi atau Sanghyang Tuduh,
Sanghyang Taya, Sanghyang Acintya, Sanghyang Embang, Sanghyang Parama Kawi, Sanghyang Parama Wisesa,
Sanghyang Sunya, dan lain-lain.

Semua nama nama tersebut mengacu pada Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti. yang tak terbayangkan disebut Acintya, yang tak terungkapkan disebug Nirakyatah, yang tak berawal disebut anadimat, Dan lain lain. Di dalam Weda kita mengenal mahawakya
" Tat Sat Ekam Eva Adwityam Brahma"
" Ekam SAT Wiprah Bahuda Wadanti" Jadi intinya bahwa nama nama Tuhan yang diberikan oleh orang orang bijaksana mengacu pada Ekam Sat atau Nirguna, bukan mengacu pada nama manusia yang pernah lahir ke dunia.

Dalam Brhad-arayaka Upanisad 1.4.11 dijelaskan bahwa Sesungguhnya pada permulaannya, adalah Brahman atau Tuhan, sendiri saja. Sementara dalam Katha Upanishad 2.2.10 dijelaskan bahwa Brahman setelah memasuki ciptaannya, Brahman diasumsikan memiliki banyak Bentuk, Brahman yang berdiam diri di semua mahluk mengasumsikan bentuk dari masing-masing makhluk dimana ia berdiam, Tetapi Brahman berada di luar semua ciptaannya. Dengan demikian Brahman memasuki Ciptaannya menjadi Jiwa jiwa. Semua jiva-jiva hingga makhluk terkecil, mulai dari Viṣṇu hingga seterusnya, selalu mendapatkan sukacita dari ānanda kośa ini dalam skala relatif tergantung pada status mereka. Ketika sendiri, Brahman adalah Nirguna Brahman. Tetapi ketika bermanifestasi Brahman adalah Saguna Brahman.

Dalam Yayur Weda 32-3 dijelaskan bahwa tuhan tidak terwujud. Sloka ini sering dipakai oleh agama tetangga supaya kita jangan pakai Pretima saat menyembah tuhan. Disinilah uniknya Hindu bahwa Sloka tersebut tidak berdiri sendiri. Bicara tentang tuhan tidak akan ada habisnya. Tuhan tidak berwujud disebut Nirguna Brahman. Sedangkan tuhan berwujud disebut Saguna Brahman. Memerlukan Wiweka yang luar biasa untuk pengertian terhadap Sloka-Sloka yang seperti bertentangan. Itulah dalam diskusi kitab suci keagamaan harus didebat dengan kitab suci juga. Sesungguhnya tidak ada satupun manusia yang sungguh-sungguh tahu apa itu tuhan. Dan seperti apa tuhan itu yang sebenarnya. 

Sementara Dalam Bagawadgita 10-2 dijelaskan bahwa baik para dewa maupun para rsi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatanku. Sebab dalam segala hal, aku adalah sumber dewa-dewa dan rsi-rsi. Artinya tuhan ada tapi jangankan manusia, dewa pun tidak tahu tuhan. Keberadaan tuhan seperti di atas di Bali maupun di Indonesia disebut Acintya yang artinya tidak terpikirkan. Artinya tuhan tidak terdifinisi, tuhan tidak bisa ditanya dengan pertanyaan apa, siapa, bagaimana, dimana, dan apa buktinya? Tidak terpikirkan juga berarti tidak ini dan tidak itu. Oleh karena begitu keberadaan tuhan, maka Hindu mengeluarkan konsep ketuhanan yang berdasarkan filsafat. 

Sesuai dengan filsafat Samkya dimana dikatakan semua berasal dari pikiran. Maka ketuhanan Hindu keluar dari pikiran manusia. Hal itu sesuai dengan bunyi Weda " Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti" yang artinya tuhan itu satu, manusia lah yang memberikan nama sesuai dengan imajinasinya. Karena Hindu menyadari tingkat kecerdasan manusia berbeda dari nol sampai tidak terhingga. Sehingga semua konsep ketuhanan yang ada di alam semesta ada di Hindu.

Bagaimana Bentuk Tuhan Yang Sesungguhnya? Mengenai bentuk-bentuk tuhan itu tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana bentuk dan rupanya. Apakah bentuk dan rupa tuhan sama seperti muka orang India? Tidak juga. Apakah benar wajah dewa Khrisna itu seperti muka orang India? Tidak juga. Semua itu adalah hasil imajinasi manusia. Dalam Hindu juga ada konsep Acintya yang artinya tuhan tidak bisa terpikirkan, tidak terbayangkan, dan juga tidak terwujud. Jangankan tuhan, dunia pun dalam Hindu dikatakan ilusi alias palsu atau dalam filsafat dinamakan maya. Jadi konsep Hindu bahwa semua yang nampak ini adalah relatif, hanya dharma yang paling sejati. Dari konsep tersebut maka lahir motto "Tan Han Dharma Mangrwa" Kalau saja Hindu itu lahir di Eropa pasti dewa-dewa Hindu termasuk Khrisna akan dibuatkan berwajah turis atau bule. Jadi mengapa kita berdebat untuk sesuatu yang ilusi? Hanya orang bodoh yang berlagak pintar yang tidak menyadari ini karena dibungkus oleh ego. Hindu adalah agama yang sangat super, lalu mengapa kita justru menafsir agama kita secara sempit?

Sebelum kita membayangkan wujud tuhan itu seperti apa, ada baiknya kita melihat salah satu bagian terkecil darinya yakni matahari.Dari tempat saat ini berpijak pada siang hari, cobalah mendongak dan lihat matahari secara langsung dengan mata telanjang. Matahari itu pasti terlihat tetapi yang menjadi masalah, apakah mata kita kuat melihatnya dengan waktu lama? Tidak, bukan? Justru mata akan menjadi berkunang-kunang dan kita tidak bisa melihat dengan jelas. Padahal jarak yang kita lihat ke matahari adalah 149.6 juta kilometer. Jauh sekali. Bagaimana bila kita melihat matahari dari jarak dekat dengan mata telanjang? Pasti hangus, bukan? Melihat matahari secara langsung saja kita tidak bisa padahal matahari hanya bagian yang terkecil dari tuhan. Bagaimana kita bisa melihat tuhan? Kita harus sadar, indera kita tidak mampu untuk melihatnya. Tuhan selain tidak terbayangkan atau Nirguna Brahman, beliau juga berwujud atau Saguna Brahman. Hal itu dapat kita saksikan dengan mata telanjang seperti lambang Ista Dewata, Awatara, Lingga, Yoni, Ongkara, Tapakdara, gambar Maharsi dan lain-lain. Dalam bentuk Saguna Brahman itulah yang dijadikan titik fokus dalam kita memuja tuhan atau pada saat meditasi. Karena kita tidak mungkin untuk menjadikan Nirguna Brahman sebagai titik fokus walaupun sebenarnya beliau memang Nirguna. Jadi silahkan meditasi pada wujud tuhan dalam wujud Saguna Brahman sesuai yang paling kita yakini dari sekian banyak wujud Saguna Brahman seperti contoh Ongkara.

Sedangkan Dalam Bagawadgita bab 18 Sloka 61 dinyatakan bahwa  “Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati semua orang, wahai Arjuna, dan Beliau mengarahkan pengembaraan semua mahluk hidup, yang duduk seolah-olah pada sebuah mesin terbuat dari tenaga material. Konsep Tuhan menurut Hindu adalah Saguna (berwujud) dan Nirguna (tidak berwujud). Kalau kita mencari Tuhan Yang Maha Esa dalam Bhagavad-gita, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa Krisna adalah wujud Tuhan menurut Bhagavad-gita. Sekarang kalau di masyarakat banyak umat Hindu yang tidak mengakui wujud Tuhan itu Krisna atau Tuhan Yang maha Esa itu berwujud, bukan karena mereka tidak tahu tetapi lebih dikarenakan karena agama Hindu adalah agama minoritas di Indonesia, dan mayoritas orang beragama di Indonesia lebih mempercayai bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu tidak berwujud. 

Dan kalau sekarang umat Hindu mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu berwujud seperti halnya manusia, dilahirkan, kemudian kita membuatkan patung atau arca dan memujanya, maka kita akan dikatakan menyembah patung atau berhala, sirik, menyekutukan Tuhan, dan bertentangan dengan dogma yang ada dimasyarakat. Ketakutan atau rasa malu kalau kita dikatakan menyembah berhala, sirik, menyekutukan Tuhan dan tidak sesuai dengan dogma di masyarakat, maka sebagian besar umat akhirnya mengatakan Tuhan itu ada tetapi tidak berwujud, wujud yang mereka buat itu hanya untuk memusatkan pikiran saat mereka sembahyang. Orang tidak akan dapat memusatkan pikirannya pada saat sembahyang tanpa mewujudkan sesuatu yang dijadikan obyek pemusatan pikiran. Wujud Tuhan yang kita bayangkan pada saat kita sembahyang itulah sebenarnya wujud Tuhan. 

Kalau kita mau mencari wujud Tuhan dalam kitab-kitab Weda seperti Bhagavad-gita, Bhagavata Purana dan lain-lain maka kita akan menemukan bahwa Krisna adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sementara Rsi Wyasa dalam Bhagawata Purana Skanda I bab 3 sloka 28 mengatakan bahwa Krisna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli. Dan kalau orang sekaliber Rsi Wyasa yang kita yakini sebagai penulis kitab-kitab Veda, Itihasa, Mahabharata, Purana-purana dan lain-lain mengatakan bahwa Krisna adalah Tuhan Yang Maha Esa, apakah kita masih tidak mempercayainya? kalau masih tidak mempercayainya, maka kita perlu bertanya pada diri sendiri.

       

        
   
             

           

      
 
        

              
.

  


Benarkah Hari Buda Wage Kelawu Tidak Boleh Meminjamkan Uang?

Salah seorang teman pernah bertanya pada saya bahwa hari Buda wage kelawu disebut juga harinya uang. Disini katanya kita tidak diperkenankan mengeluarkan uang seperti untuk membayar hutang atau meminjamkan uang. Lalu bagaimana kalau yang meminjam itu orang sakit,  Apakah kita tidak akan memberikannya karena alasan tersebut dan melupakan rasa kemanusiaan? Sebenarnya hari Buda Wage Kelawu adalah hari pemujaan terhadap Ida Bhatara Rambut Sedana agar kita diberikan rejeki yang berlimpah. Bukan berarti tidak boleh mengeluarkan uang atau meminjamkan uang. Apalagi meminjamkan uang kepada orang sakit. Yang tidak boleh dilakukan pada hari Buda Wage Kelawu adalah mengeluarkan uang secara berfoya-foya.