Praktik pembakaran jenazah dalam agama Hindu, atau yang dikenal sebagai Antyesti, bukanlah sekadar ritual belaka, melainkan sebuah proses yang sarat makna filosofis dan spiritual. Ia bukan semata-mata tentang pemusnahan jasad, melainkan tentang transformasi dan pelepasan. Pemahaman modern seringkali terbentur pada interpretasi literal, melupakan konteks spiritual yang mendalam di baliknya. Pertanyaan apakah roh merasa kepanasan pun berangkat dari pemahaman yang keliru tentang konsep roh dan jiwa dalam ajaran Hindu.
Ajaran Hindu memandang tubuh fisik sebagai wadah sementara bagi Atman, jiwa atau roh yang abadi. Tubuh ini, setelah fungsinya berakhir, dianggap sebagai sesuatu yang tidak lagi berguna, bahkan menjadi penghalang bagi perjalanan Atman menuju kebebasan. Pembakaran jenazah bukan dimaksudkan untuk menyiksa atau menyakiti roh, melainkan sebagai cara untuk memurnikan Atman dari ikatan duniawi. Api, dalam konteks ini, dianggap sebagai unsur pemurnian yang suci, yang membantu melepaskan Atman dari ikatan karma dan samsara—siklus kelahiran dan kematian yang tak berujung. Abu yang tersisa kemudian ditaburkan ke sungai atau laut, melambangkan pengembalian unsur-unsur tubuh ke alam semesta, sebuah proses yang harmonis dengan siklus alam.
Pandangan tentang roh atau Atman sendiri jauh berbeda dengan pemahaman Barat yang cenderung melihatnya sebagai entitas yang terpisah dan independen. Dalam Hindu, Atman adalah bagian integral dari Brahman, realitas tertinggi. Tidak ada konsep roh yang "merasakan" panas secara fisik seperti manusia yang masih hidup. Pengalaman panas, sakit, dan sensasi fisik lainnya adalah atribut tubuh, bukan Atman. Setelah kematian, Atman melepaskan diri dari tubuh dan melanjutkan perjalanan spiritualnya, terlepas dari apa yang terjadi pada jasad fisik.
Lebih jauh lagi, praktik Antyesti juga memiliki dimensi sosial dan ritual yang penting. Proses pembakaran jenazah melibatkan keluarga dan komunitas, menjadi momen untuk berduka, mengenang, dan merayakan kehidupan almarhum. Ritual ini juga merupakan kesempatan untuk memperkuat ikatan sosial dan spiritual di dalam komunitas. Ia bukan hanya tentang kematian, melainkan juga tentang kehidupan, tentang siklus kehidupan dan kematian yang terus berputar, dan tentang perjalanan spiritual yang tak pernah berakhir. Oleh karena itu, mengaitkan praktik pembakaran jenazah dengan rasa sakit atau penderitaan roh merupakan kesalahpahaman yang mendasar, yang mengabaikan konteks filosofis dan spiritual yang mendalam di baliknya. Ritual ini, dalam konteks Hindu, adalah sebuah tindakan yang penuh kasih sayang dan penghormatan, sebuah upaya untuk membantu Atman melanjutkan perjalanannya menuju pembebasan.