Dalam kajian sejarah, diperkirakan sistem subak telah dikenal oleh masyarakat Bali sejak abad ke-11. Pendapat ini berdasarkan temuan prasasti Raja Purana Klungkung tahun 994 Saka atau 1072 masehi yang menyebutkan kata kasuwakan yang diduga merupakan asal kata dari Suwak yang kemudian berkembang menjadi Subak yang artinya saluran air. Subak adalah organisasi tradisional petani Bali yang dikepalai oleh seorang pekaseh dalam hal tata kelola dan sistem distribusi irigasi untuk pertanian dan perkebunan yang sebagaimana disebutkan museum Subak sanggulan Tabanan sebagai tempat peragaan kegiatan Subak di Bali.
Sementara dalam prasasti Trunyan tahun 891 terdapat kata Serdanu yang berarti kepala urusan air danau. Itu berarti masyarakat Bali mengenal bentuk cara mengelola irigasi pada akhir abad kesembilan. Dari sinilah lalu diduga masa tersebut sebagai awal kemunculan subak. Meski kata tersebut belum dikenal. Kesimpulan tersebut diperkuat prasasti Bebetin tahun 896 yang ditemukan di Buleleng dan prasasti batuan tahun 1022. Dua prasasti tersebut menjelaskan ada tiga kelompok pekerja khusus sawah salah satunya ahli pembuat terowongan air yang disebut undagi pengarung. Pekerja ini biasa dipakai dalam Subak masa modern. Kata Subak dinilai sebagai bentuk modern dari kata Suak. Suwak ditemukan dalam prasasti Pandak Bandung tahun 10 71 dan Klungkung tahun 1072. Menurut Setiawan, suwak diartikan sebagai sistem pengairan yang baik. Suwak itu telah berjalan di wilayah Klungkung. Pengairan yang baik disebut kasuwakan Rawas. Penamaan itu tergantung pada nama desa terdekat, sumber air atau bangunan keagamaan setempat.
Fungsi Subak adalah mengatur pembagian air dengan sistem Temuku yaitu temukuaya atau pembagian air di hulu, Temuku gede atau ukuran bagian air untuk wilayah persubakan, Temuku penasan atau ukuran bagian air yang langsung ke petak sawah yang jumlah petani sawah 10 bagian, Temuku Penyacah atau ukuran bagian air untuk perorangan. Selain itu, fungsi Subak adalah memelihara bangunan pengairan disertai dengan pengamanan sehingga dapat dihindari kehilangan air pada saluran air dan mengatur tata guna tanah dengan sistem sengkedan sehingga lahan tanah yang tadinya bergunung-gunung menjadi hamparan sawah yang berundak-undak.
Yang termasuk pura Subak adalah Pura Ulun Carik, Bedugul Pura Ulun suwi, Pura Ulun Danu dan pura Masceti. Hanya orang jenius yang bisa memahami kejeniusan leluhur kita di Bali. Sistem subak serta pura Subak dan pura Beji, bukan hanya sesuatu yang bersifat religius. Tapi juga suatu sistem ekologi canggih untuk menjaga keharmonisan alam. Kelihatannya acak dan tidak beraturan tapi sesungguhnya menjaga keharmonisan alam dengan cara teratur sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar