Kamis, 26 September 2024

Fenomena Tentang Prilaku Orang Bali.

Ayu berpendapat di media sosial dengan mengatakan bahwa Budaya lokal di Bali semakin tergerus. Kalau tidak percaya, kita bisa buktikan dengan turun langsung ke Masyarakat Di seluruh Bali. Belakangan ini Makin Banyak Orang Bali Tidak tahu dengan Bahasa Bali dan Aksara Bali. Mereka Lebih suka Merayakan Ulang Tahun dari pada otonan. Kebanyakan orang Membeli Banten Daripada Gotong royong Membuat Banten. Dan Semakin tidak Aktif Fungsi Balai Banjar Sebagai Tempat Sangkep untuk Melakukan Rutinitas Sehari-hari sebagai Masyarakat Adat Bali. Warganya sibuk Mencari Mata Pencaharian lain dari pada Untuk Sangkep atau Paruman Di Desa Adatnya

Pendapat itu ditentang oleh ormas Bali "Meskipun ada perubahan dalam perilaku masyarakat, budaya lokal di Bali tetap memiliki daya tarik dan nilai yang kuat. Banyak orang Bali masih menghargai dan melestarikan Bahasa dan Aksara Bali, meski mereka mungkin tidak selalu menggunakan keduanya dalam kehidupan sehari-hari. Perayaan ulang tahun bukanlah pengganti budaya otonan, tetapi bisa menjadi cara baru untuk merayakan kehidupan. Selain itu, meski banyak yang mencari mata pencaharian, hal ini tidak serta merta berarti mengabaikan tradisi; banyak orang Bali yang tetap terlibat dalam kegiatan gotong royong dan fungsi Balai Banjar. Adaptasi terhadap perubahan zaman justru dapat memperkaya dan mengembangkan budaya lokal, bukan menggerusnya.

Ayu juga tak mau kalah seraya mengatakan "Saya orangnya fleksibel. Tapi Faktanya budaya Bali sudah tergeser danTerkikis. Memang Belum punah.
yang terjadi di sekitar saya, Kalau Otonan, Mereka tidak Undang teman teman. tapi Merayakan Ulang tahun, Sibuk Ngundang teman teman.
Bahkan Kadang lupa Hari Otonan-nya.

Ormas Bali kemudian membantah lagi "Meskipun ada perubahan dalam cara perayaan, bukan berarti budaya lokal Bali sepenuhnya terkikis. Banyak orang masih menghargai dan merayakan tradisi, meskipun mereka juga merangkul cara modern dalam perayaan seperti ulang tahun. Ini menunjukkan adaptasi, bukan penghilangan, di mana budaya lokal tetap hidup dan bertransformasi sesuai dengan konteks zaman.

Ayu kemudian mengalihkan topik pembicaraan ke topik lain "Di zaman kaliyuga seperti sekarang, Hidup yang penuh dengan kepalsuan justru disukai oleh banyak orang. Sementara
Hidup jujur di benci orang"

Ormas Bali lalu membantah "Meskipun banyak yang menganggap hidup penuh kepalsuan di zaman kaliyuga, masih banyak individu yang menghargai kejujuran dan integritas, menunjukkan bahwa nilai-nilai positif tetap dihormati dan dicari dalam masyarakat.

Ayu menyerang lagi "manusiyanam saharsresu, artinya di antara beribu-ribu manusia hanya segelintir yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas.

Ormas Bali tak mau kalah "Pernyataan bahwa hanya segelintir manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas tidak sepenuhnya akurat, karena banyak orang di seluruh dunia yang berupaya menjalani hidup dengan integritas dan rasa tanggung jawab terhadap sesama. Sebagian besar masyarakat, meskipun tidak selalu terlihat, sering kali menerapkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.

Ayu menjawab lagi "Tapi kisaran orang baik dengan orang jahat sangat jauh. Yang baik dan yang menghargai kejujuran hanyalah 20%. Sementara yang hidup mementingkan diri sendiri 80%.

Ormas Bali membantah lagi "Meskipun mungkin terlihat bahwa orang baik hanya sedikit, banyak orang yang berbuat baik secara diam-diam dan tak terdeteksi. Persentase ini mungkin tidak mencerminkan keseluruhan, karena banyak individu yang berjuang untuk menyeimbangkan kepentingan diri dan kepentingan orang lain."


Tidak ada komentar: