Rabu, 06 November 2024

Mengubah Persepsi: Orang Buleleng Bukan Kasar, Melainkan Sopan dan Santun

Sering kali masyarakat luar Buleleng memiliki pandangan bahwa orang-orang dari daerah ini berbicara dengan nada kasar dan cenderung blak-blakan. Pendapat ini mungkin dipengaruhi oleh konten lawak yang kerap menggunakan dialek atau gaya bahasa khas Buleleng yang terdengar tegas atau sedikit lantang. Namun, apakah benar orang Buleleng itu kasar dalam berbicara, ataukah sebenarnya ada kesalahpahaman mengenai hal tersebut?

Di dunia maya, konten lawak yang dibawakan dengan gaya khas Buleleng semakin populer. Dalam konten-konten ini, sering kali bahasa yang digunakan terdengar lugas dan mungkin kasar bagi mereka yang tidak terbiasa. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa ini adalah bagian dari seni humor yang sengaja dibawakan dengan gaya yang berlebihan demi tujuan menghibur. Komedian dan pelawak dari Buleleng menyadari bahwa gaya mereka adalah sebuah citra komedi yang khas, bukan cara mereka sehari-hari dalam berbicara kepada orang lain.

Para pelawak memanfaatkan stereotipe ini untuk menarik perhatian, namun mereka pun tahu bahwa kehidupan sehari-hari tak seharusnya disamakan dengan dunia panggung. Sebagian besar orang Buleleng memahami bahwa ada batas-batas tertentu dalam berbicara dan mereka menjunjung tinggi sopan santun, terutama ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, orang yang baru dikenal, serta tokoh-tokoh yang dihormati di masyarakat seperti sulinggih (pemuka agama Hindu) atau pemangku.

Berbeda dengan citra yang kadang terbangun di dunia komedi, orang Buleleng sebenarnya memiliki tradisi komunikasi yang sopan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Buleleng, seperti masyarakat Bali pada umumnya, sangat menghormati adat dan etika dalam bertutur kata. Ada aturan yang tidak tertulis tentang bagaimana berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau yang dianggap memiliki kedudukan tinggi dalam masyarakat.

Sebagai contoh, ketika berbicara dengan sulinggih atau pemangku, orang Buleleng akan menggunakan bahasa yang halus dan hormat. Mereka tidak akan menggunakan bahasa yang terlalu lugas atau blak-blakan seperti yang kerap digambarkan dalam konten humor. Bahkan, saat berbicara dengan orang yang baru mereka kenal, mereka cenderung menjaga tutur kata agar tidak menyinggung perasaan lawan bicara.

Hal ini menunjukkan bahwa stereotipe kasar hanyalah mitos yang tidak mencerminkan kenyataan sehari-hari di Buleleng.

Orang Buleleng dikenal sebagai orang yang hangat dan ramah. Di kalangan teman-teman dekat atau sahabat sejati, mereka mungkin lebih leluasa dalam berbicara dan menggunakan bahasa yang lebih "kasar". Namun, ini bukanlah bentuk agresi atau ketidaksopanan, melainkan sebuah wujud keakraban. Sering kali, percakapan antara sahabat dekat terdengar sangat santai dan tanpa basa-basi.

Dalam pergaulan yang sangat dekat, orang Buleleng cenderung menggunakan gaya bahasa yang lebih bebas dan tidak terikat oleh formalitas. Ungkapan yang digunakan bisa terdengar "kasar" bagi orang luar, namun sesungguhnya merupakan candaan yang sudah dipahami maksudnya oleh kedua belah pihak. Di sinilah letak kedalaman hubungan sosial mereka. Berbicara secara lugas dan tanpa basa-basi adalah sebuah bentuk kepercayaan bahwa satu sama lain dapat menerima gurauan itu dengan lapang dada. Hal ini bukan berarti mereka benar-benar bermaksud kasar; justru sebaliknya, mereka ingin menunjukkan keakraban dengan cara yang unik.

Penting bagi kita untuk memahami bahwa bahasa dan gaya bicara di setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Seseorang yang terbiasa dengan gaya komunikasi formal mungkin akan merasa asing atau bahkan salah mengartikan ketika mendengar bahasa khas Buleleng yang terdengar lebih tegas dan lugas. Dalam hal ini, perbedaan budaya berperan besar.

Kehangatan dan keakraban yang ditunjukkan oleh orang Buleleng bisa saja salah diterjemahkan sebagai "kasar" oleh mereka yang tidak akrab dengan budaya tersebut. Namun, jika kita mampu membuka hati dan pikiran, kita akan melihat bahwa bahasa yang digunakan bukanlah masalah, melainkan cara seseorang mengekspresikan diri.

Menghukum atau menilai seseorang hanya dari gaya bicaranya adalah bentuk ketidakadilan. Orang Buleleng, seperti masyarakat lainnya, memiliki keragaman dalam karakter dan cara berkomunikasi. Menganggap bahwa seluruh orang Buleleng adalah kasar hanyalah stereotipe yang dangkal. Faktanya, dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap menjalankan etika berkomunikasi yang tinggi, terutama saat berhadapan dengan orang yang lebih tua, tokoh adat, atau orang yang baru dikenal.

Mereka memahami perbedaan antara humor di panggung dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Kesopanan dan penghormatan tetap menjadi pedoman utama dalam berinteraksi. Stereotipe yang berkembang adalah hal yang tidak sepenuhnya tepat dan perlu diluruskan agar persepsi terhadap orang Buleleng bisa lebih positif.

Jadi kesimpulannya, pada akhirnya, cara seseorang berbicara bukanlah penentu mutlak dari sikap dan perilakunya. Orang Buleleng memiliki identitas yang unik dalam cara mereka berkomunikasi. Walau mungkin terdengar lugas atau blak-blakan bagi sebagian orang, kenyataannya orang Buleleng sangat memahami kapan harus berbicara dengan sopan dan penuh hormat.

Jadi, sebelum menilai dari bahasa yang terdengar saja, ada baiknya kita mengenal budaya dan cara komunikasi mereka yang sebenarnya.

Tidak ada komentar: