Dalam tradisi Bali, setiap tahapan kehidupan manusia tidak hanya dianggap sebagai perjalanan fisik semata, tetapi juga sebagai rangkaian upacara sakral yang memiliki makna spiritual yang dalam. Salah satu upacara yang paling awal dan penuh makna adalah upacara penanaman ari-ari, yang dilakukan setelah kelahiran seorang bayi. Upacara ini tercatat dalam Lontar Smarareka, yang menjadi pedoman bagi masyarakat Bali dalam menjalankan kehidupan spiritual mereka. Penanaman ari-ari bukan sekadar tradisi, melainkan sebuah ritual yang kaya akan filosofi dan tujuan yang mendalam, yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta serta kekuatan ilahi.
Ari-ari atau plasenta, yang menempel pada bayi selama kehamilan, dianggap memiliki hubungan erat dengan kehidupan bayi yang baru lahir. Dalam pandangan masyarakat Bali, ari-ari bukanlah benda yang bisa dibuang begitu saja, melainkan sesuatu yang harus dihormati dan diperlakukan dengan penuh perhatian. Menurut Lontar Smarareka, penanaman ari-ari bukanlah sebuah tindakan sembarangan, tetapi sebuah upacara yang harus dilaksanakan dengan penuh etika dan tata cara tertentu. Hal ini mengingat bahwa ari-ari adalah simbol dari hubungan antara bayi dengan dunia yang lebih luas, termasuk dengan ibu pertiwi, sebagai sumber kehidupan, serta dengan Sang Hyang Akasa, yang meliputi kekuatan-kekuatan alam semesta.
Upacara penanaman ari-ari, sebagai upacara pertama yang dilakukan terhadap seorang bayi yang baru lahir, bukan hanya sekadar rutinitas atau adat istiadat, tetapi memiliki makna filosofis yang sangat mendalam. Dalam Lontar Smarareka disebutkan bahwa tujuan dari upacara ini adalah untuk memperkenalkan sang bayi kepada dunia ini, dengan memohon kepada Hyang Ibu Pertiwi—yang melambangkan bumi atau alam tempat kita berpijak—untuk menerima keberadaan si bayi. Dalam pengertian yang lebih luas, ini adalah simbol permohonan agar bumi, sebagai sumber kehidupan, menerima anak manusia yang baru lahir dan memberikan tempat yang aman bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, melalui upacara ini, orang tua juga memohon agar bayi yang baru lahir mendapatkan perlindungan, keselamatan, dan umur panjang sepanjang hidupnya.
Secara lebih filosofis, penanaman ari-ari juga menggambarkan hubungan erat antara manusia dengan alam semesta. Bumi (Hyang Ibu Pertiwi) dan langit (Sang Hyang Akasa) saling berinteraksi dalam memberikan kehidupan kepada makhluk hidup. Dengan menanamkan ari-ari ke dalam tanah, orang tua seolah mengikatkan kehidupan anak mereka dengan alam dan alam semesta, memohon agar anak tersebut mendapatkan keberkahan, perlindungan, serta kebaikan dari kekuatan yang lebih besar yang mengatur kehidupan ini.
Dalam Lontar Smarareka, upacara ini tidak dilakukan secara sembarangan. Ada etika dan tata cara yang harus diperhatikan, karena upacara penanaman ari-ari adalah momen sakral yang mengandung banyak makna. Penanaman ari-ari tidak hanya sekadar menanamkan plasenta ke tanah, tetapi juga merupakan simbol pemulaan hubungan antara si bayi dan dunia yang lebih besar, antara manusia dan alam. Biasanya, ari-ari yang telah dibersihkan dengan upacara tertentu akan dikubur di tempat yang khusus, yang dianggap suci dan layak untuk menerima keberadaan yang baru. Tanah tempat penanaman ari-ari pun dipilih dengan hati-hati, karena dipercayai bahwa tempat tersebut akan memberikan energi positif dan berkah bagi kehidupan bayi yang baru lahir.
Filosofi yang terkandung dalam upacara ini juga mengajarkan tentang pentingnya rasa syukur dan penghormatan terhadap alam. Bumi yang kita huni memberikan segala yang kita butuhkan untuk bertahan hidup, mulai dari makanan, air, hingga udara yang kita hirup. Dengan menanamkan ari-ari, manusia mengakui bahwa kehidupan mereka berasal dari alam dan bahwa mereka harus menjaga keseimbangan dengan alam semesta. Upacara ini mengingatkan kita bahwa manusia bukanlah penguasa bumi, tetapi bagian dari alam yang harus hidup berdampingan dengan penghormatan terhadap kekuatan yang lebih besar.
Selain itu, ada juga makna tentang keberlanjutan kehidupan yang terkandung dalam penanaman ari-ari. Dengan menanamkan plasenta ke dalam tanah, orang tua secara simbolik memberikan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak mereka. Tanah yang menerima ari-ari adalah tempat di mana kehidupan baru akan mulai tumbuh dan berkembang, sama seperti bayi yang akan mulai tumbuh menjadi seorang anak, remaja, dan akhirnya seorang dewasa. Penanaman ari-ari menjadi simbol dari perjalanan kehidupan itu sendiri, yang harus dihargai, dipelihara, dan dilindungi.
Lebih jauh lagi, dalam konteks yang lebih luas, penanaman ari-ari dalam Lontar Smarareka mengajarkan pentingnya rasa tanggung jawab terhadap kehidupan. Setelah upacara ini, orang tua diharapkan tidak hanya memberikan perhatian pada kebutuhan fisik anak, tetapi juga menjaga keseimbangan spiritual dan mental anak dengan memberikan pendidikan yang baik, nilai-nilai moral yang kuat, dan pemahaman yang benar tentang kehidupan. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas tubuh anak mereka, tetapi juga atas jiwa dan hati anak tersebut, agar kelak anak itu tumbuh menjadi pribadi yang baik, penuh kasih, dan memiliki hubungan yang harmonis dengan dunia sekitarnya.
Secara keseluruhan, upacara penanaman ari-ari yang tercatat dalam Lontar Smarareka lebih dari sekadar tradisi adat. Ini adalah bagian dari ajaran hidup yang menghubungkan manusia dengan alam, dengan kekuatan ilahi, dan dengan nilai-nilai kehidupan yang lebih besar. Melalui upacara ini, masyarakat Bali tidak hanya menghormati kehidupan yang baru lahir, tetapi juga mengingatkan diri mereka akan pentingnya menjaga hubungan dengan alam dan kekuatan yang mengatur kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar