Di media sosial ada sebuah postingan yang sengaja saya sembunyikan identitasnya, postingan tersebut mengeluhkan bahwa nasib pulau bali Sama seperti nasib orang Betawi. tanahnya sudah habis digusur buat pembangunan.
Akhirnya Orang Betawi sebagian besar tidak memiliki tanah. Malah tidak sedikit yang akhirnya ngontrak ditanah sendiri. Tabiat sifat kapitalisme memang begitu. Tidak cuma Betawi dan Bali yang jadi korban. Di luar negeri seperti di Hawaii pun juga bernasib sama.
Jadi, jangan bangga kalau ada wilayah atau daerah yang cepat pembangunannya seperti didirikan banyak pabrik, jadi kota atau tempat wisata dan sebagainya. Awalnya dikasih angin segar berupa janji palsu bahwa akan banyak lowongan kerja untuk warga Pribumi atau kotanya akan semakin tambah maju. Padahal itu hanyalah tipu muslihat. Tunggu 15 - 20 tahun lagi. Penderitaan masyaralat akan lebih panjang daripada angin segar yang dijanjikan para kapital.
Setelah saya membaca postingan tersebut, akhirnya saya mengomentari dengan kalimat penentang. Kemudian saya berkomentar seperti berikut. Pernyataan anda cenderung menyamaratakan dan memandang pembangunan sebagai suatu hal yang sepenuhnya merugikan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Memang, ada tantangan yang muncul akibat pembangunan yang tidak seimbang, tetapi hal tersebut tidak selalu berarti bahwa pembangunan itu sendiri adalah musuh bagi masyarakat lokal.
Pembangunan yang berkelanjutan, jika direncanakan dengan baik dan melibatkan partisipasi masyarakat, justru dapat membuka peluang ekonomi baru dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Misalnya, sektor pariwisata yang berkembang di Bali dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan memperkuat ekonomi lokal, asalkan kebijakan pengelolaannya memperhatikan kesejahteraan warga setempat dan melibatkan mereka dalam setiap prosesnya.
Menyebut kapitalisme sebagai satu-satunya penyebab kesulitan sosial-ekonomi ini juga terlalu simplistik, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi dinamika pembangunan, termasuk kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat, dan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan pelestarian budaya. Bukankah jika dikelola dengan bijak, pembangunan bisa membawa keuntungan yang lebih luas bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang?
Pembangunan yang pesat, jika dilakukan dengan prinsip keadilan sosial dan pemerataan, tidak harus selalu berujung pada kerugian jangka panjang. Sebaliknya, ia bisa menjadi alat untuk memberdayakan masyarakat dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar