Upacara Eka Dasa Rudra, yang memiliki makna "sebelas Rudra," pertama kali tercatat dalam sejarah Bali pada abad ke-13, pada masa pemerintahan Raja Jayapangus. Upacara yang penuh makna ini dipercaya memiliki tujuan untuk mengimbangi energi negatif yang ada di alam semesta dan menjaga keseimbangan kehidupan. Namun, meskipun awal mula pelaksanaan upacara ini dapat ditelusuri hingga masa pemerintahan Raja Jayapangus, upacara ini lebih dikenal dan berkembang pada zaman Raja Waturenggong, yang memerintah pada abad ke-16. Pada masa tersebut, upacara Eka Dasa Rudra menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Bali, mengingat pengaruhnya yang besar terhadap spiritualitas dan kepercayaan Hindu di Bali.
Sayangnya, setelah masa kejayaan Raja Waturenggong, upacara Eka Dasa Rudra sempat tidak dilaksanakan selama sekitar 300 tahun. Selama periode tersebut, upacara ini hilang dari peredaran dan hanya tersisa dalam cerita rakyat dan naskah-naskah lontar. Baru pada tahun 1963, upacara Eka Dasa Rudra dilaksanakan kembali setelah sekian lama, diprakarsai oleh sejumlah tokoh agama Hindu Bali. Kembalinya upacara ini dihadiri oleh ratusan pendeta dan ribuan umat Hindu yang turut berpartisipasi dalam rangkaian prosesi upacara yang berlangsung penuh khidmat dan sakral. Kemudian, pada tahun 1979, upacara ini dilaksanakan lagi dalam rangka memperingati tahun Saka 1900, yang menandai kembalinya tradisi ini secara resmi dalam kalendar agama Hindu Bali.
Eka Dasa Rudra menjadi bagian dari siklus Bhuta Yadnya, sebuah rangkaian upacara yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam semesta dan membersihkan energi negatif yang ada di dunia ini. Upacara ini dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali dan berkelanjutan dengan rangkaian Panca Bali Krama, yang juga diadakan setiap sepuluh tahun. Panca Bali Krama sendiri adalah serangkaian ritual yang lebih spesifik dan bertujuan untuk menjaga keharmonisan antara umat manusia, alam, dan para dewa. Sebagai bagian dari siklus ini, Eka Dasa Rudra bukan hanya sekadar upacara rutin, tetapi memiliki makna yang kuat dalam konteks hubungan spiritual umat Hindu Bali dengan alam semesta.
Pada tahun 1999, Panca Bali Krama diselenggarakan terakhir kali, bertepatan dengan Tilem Caitra, di Bali. Dalam prosesi tersebut, Panca Bali Krama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upacara Eka Dasa Rudra yang lebih besar. Namun, yang lebih menarik lagi adalah adanya prediksi bahwa pada tahun 2079, atau tepatnya pada Saka 2000, akan dilaksanakan sebuah upacara seribu tahunan yang disebut Baligya Marebhu Bhumi, yang diperkirakan akan melibatkan seluruh umat Hindu Bali dalam sebuah upacara besar untuk merayakan dan menjaga kelangsungan hidup alam semesta serta kehidupan manusia.
Pelaksanaan upacara Eka Dasa Rudra selalu dilaksanakan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lontar-lontar tradisional. Lontar ‘Indik Ngekadasa Rudra,’ misalnya, menjadi acuan penting dalam menentukan kapan upacara tersebut harus dilaksanakan. Lontar ini menyebutkan bahwa upacara Eka Dasa Rudra harus dilakukan setelah sepuluh kali pelaksanaan Panca Bali Krama dan pada waktu yang sesuai dengan perhitungan tahun dalam sistem penanggalan Saka. Dalam lontar tersebut, dijelaskan bahwa upacara ini dilaksanakan pada tahun Saka yang berakhiran dengan dua windhu atau lebih, yang menandakan dimulainya perubahan alam yang besar. Ini mencerminkan betapa pentingnya siklus waktu dalam tradisi Bali yang sangat terikat pada penanggalan Saka dan perhitungan astrologi Bali.
Eka Dasa Rudra bukan hanya sekadar sebuah upacara besar, melainkan juga menjadi simbol dari komitmen masyarakat Bali untuk terus menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta. Dalam pelaksanaannya, upacara ini melibatkan ratusan pendeta yang memimpin prosesi serta ribuan umat yang ikut berdoa dan melakukan persembahan. Upacara ini diharapkan dapat memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia, sekaligus menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan para dewa.
Upacara Eka Dasa Rudra adalah bagian dari upaya masyarakat Bali untuk tetap menjaga tradisi dan ajaran leluhur yang telah diwariskan turun-temurun. Melalui upacara ini, masyarakat Bali tidak hanya memperingati dan menghormati para leluhur, tetapi juga mengingatkan diri mereka akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan kehidupan yang ada di dunia ini. Walaupun telah mengalami beberapa kali perubahan dalam pelaksanaannya, upacara ini tetap menjadi simbol dari keteguhan masyarakat Bali dalam mempertahankan tradisi spiritual yang telah ada sejak zaman dahulu. Upacara Eka Dasa Rudra akan terus dilaksanakan sesuai dengan siklus yang ada, sebagai bentuk penghormatan terhadap alam semesta dan sebagai upaya menjaga keselarasan hidup di Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar