Hariom adalah seorang pemuda yang penuh dengan harapan, tetapi kurang memahami cara hidup yang benar. Ia selalu berkeinginan untuk memperbaiki kehidupannya, namun sering kali terjebak dalam sikap iri hati yang menghalangi jalannya.
Suatu hari, Hariom mendengar tentang sebuah sekolah yang terkenal di desanya. Ia begitu bersemangat untuk bisa bersekolah di sana, meski ia tahu dirinya tidak secerdas teman-temannya. Setelah mendapat informasi tentang tata tertib sekolah, ia justru merasa bingung dan marah. Bukannya merasa senang bisa belajar, ia malah mempertanyakan aturan-aturan yang diterapkan oleh guru-guru di sekolah tersebut. "Kenapa guru bisa begitu ketat? Kenapa harus mengikuti aturan yang kaku? Bukankah guru juga manusia seperti saya?" pikirnya dengan penuh iri.
Karena rasa tidak puas dan keinginan untuk melawan aturan, Hariom akhirnya tidak diterima di sekolah tersebut. Ia merasa sangat kecewa, namun di dalam hatinya tetap ada kebanggaan karena merasa telah berani mempertanyakan sesuatu yang menurutnya tidak adil. Namun, kenyataan berkata lain. Ia kehilangan kesempatan untuk belajar.
Setelah kejadian itu, Hariom tidak menyerah. Ia mencoba melamar pekerjaan di sebuah kantor besar yang juga terkenal di desanya. Harapannya tinggi, meskipun ia tidak memiliki pengalaman. Ketika diberitahukan tentang aturan karyawan yang ada di kantor tersebut, Hariom kembali merasa kesal. Aturan yang harus diikuti oleh setiap karyawan membuatnya berpikir, "Kenapa majikan bisa menentukan segalanya? Kenapa saya harus mengikuti aturan mereka? Bukankah saya juga berhak membuat aturan?" Dengan perasaan iri hati yang sama, ia mempertanyakan kebijakan kantor dan merasa itu tidak adil bagi dirinya.
Seperti sebelumnya, Hariom tidak diterima bekerja di kantor itu. Sekali lagi, ia merasa kecewa, namun kali ini ia mulai berpikir, "Kenapa saya selalu gagal? Kenapa orang lain bisa sukses, sementara saya tidak?"
Di rumah, Hariom menikah dengan seorang wanita yang baik hati, tetapi ia masih terperangkap dalam rasa iri yang menguasainya. Ketika sang istri memberitahunya tentang kewajiban dan aturan-aturan dalam pernikahan, bukannya merasa bahagia dan bersyukur, ia malah merasa marah. "Kenapa saya harus mengikuti aturan-aturan ini? Kenapa saya yang harus terus mengalah? Apa itu adil?" tanyanya dalam hati. Ia sering mempertanyakan tindakan dan keputusan istrinya, bahkan menuntut agar semuanya berjalan sesuai dengan keinginannya. Hal ini menyebabkan pernikahannya mulai retak. Bertengkar menjadi hal yang sering terjadi di antara mereka.
Pada suatu malam, setelah pertengkaran yang besar, Hariom merasa sangat bingung. Ia keluar rumah dan merenung di bawah sinar bulan yang terang. Di situlah ia mendengar suara batin yang menenangkannya. Suara itu berkata, "Dharma shastra mengajarkan bahwa aturan hidup yang diberikan oleh Brahman berbeda-beda bagi setiap individu, sesuai dengan peran mereka di dunia ini. Aturan bagi pria dan wanita, suami dan istri, bahkan bagi dewa dan makhluk lainnya diciptakan untuk kesejahteraan semua ciptaan-Nya. Aturan itu bukanlah untuk mengekang, melainkan untuk menjaga keseimbangan dan kenyamanan hidup."
Hariom merenung lebih dalam. Ia menyadari bahwa selama ini ia telah terlalu fokus pada apa yang menurutnya tidak adil dan tidak sesuai dengan keinginannya. Ia lupa bahwa setiap orang memiliki kewajiban yang harus dijalani. Kewajiban itu adalah bagian dari kehidupan yang harus diterima, bukan dipertanyakan atau dihindari. "Kewajibanku adalah urusanku, kewajiban orang lain adalah urusan mereka. Yang terpenting adalah menjalani kewajibanku dengan sepenuh hati," pikir Hariom.
Dengan pemahaman itu, Hariom mulai berubah. Ia menyadari bahwa menjalani kehidupan sesuai dengan kewajiban masing-masing adalah kunci untuk mencapai kedamaian dan kenyamanan. Tidak ada lagi rasa iri yang menguasainya, karena ia mulai menerima hidup apa adanya dan berusaha untuk menjalani kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Hariom akhirnya berhasil memperbaiki hubungannya dengan istrinya. Ia belajar untuk saling menghormati dan memahami peran masing-masing dalam pernikahan. Di tempat kerja dan di sekolah, meskipun kesempatannya terbatas, ia berusaha dengan penuh kesungguhan dan disiplin. Meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan ujian, Hariom kini tahu satu hal pasti: siapa yang menjalani kewajibannya dengan penuh rasa tanggung jawab, pasti akan menemukan kedamaian sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar