Di sebuah hutan terpencil Tuhan menjelma sebagai seorang pertapa sakti (guru suci) yang dapat mengabulkan permohonan semua orang. Orang orang yang datang kepadanya dari berbagai latar belakang dan dibedakan menjadi 4 kelompok. kelompok pertama dan terbanyak adalah mereka yang sedang mengalami penderitaan, sakit dan kebingungan. Kelompok kedua jumlahnya hampir sama yaitu kelompok orang yang menginginkan kekayaan dan jabatan. Kelompok ketiga jumlahnya sedikit yaitu kelompok orang yang menginginkan ilmu pengetahuan. Kelompok keempat dan terakhir jumlahnya paling sedikit hanya 1-3 orang yaitu kelompok orang yang ingin mengabdi atau melayani guru yang tak lain adalah perwujudan Tuhan. Dari keempat kelompok yang disebutkan tadi dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil saja orang yang bersungguh sungguh mau mengabdikan diri kepada Tuhan. Karakter manusia yang paling menonjol adalah ketika sengsara barulah ingat kepada tuhan. Pada saat bahagia sebagian besar tidak ingat kepada tuhan. Justru hidupnya penuh dengan hura-hura, konsumtif, serta Hedonis.
Selain itu, orang ingat pada tuhan ketika murid akan memasuki masa ujian atau ulangan umum. Atau ketika para Caleg berusaha mencari suara sebanyak-banyaknya pada saat pemilihan umum. Makanya pura di Bali menjelang pemilu sudah bisa dipastikan akan dipenuhi dengan Caleg yang memohon pada tuhan agar berhasil menjadi legislatif dan wakil rakyat. Mereka yang semula pelit tiba-tiba berubah menjadi berjiwa sosial dengan cara menyumbang dana demi mencari massa, pendukung, simpatisan dan suara sebanyak-banyaknya. Ketika mereka menjadi pejabat kemudian mereka lupa pada pendukungnya.
Halaman pura juga akan disesaki oleh para pengusaha dan para pengejar harta. Kalau mengejar harta untuk kesejahteraan dunia, masih bisa diterima. Tetapi bagaimana dengan orang yang gila harta dan suka memperkaya diri? Dan jarang bersedekah? Nah orang seperti itu perlu diketuk pintu hatinya agar tersadarkan.
Walaupun tujuan orang datang ke pura berbeda-beda, namun tuhan tetap menerima mereka sebagai pemuja yang baik hati. Makanya dalam sloka Bhagawadgita 7-16 dijelaskan bahwa ada empat tipe orang yang baik hati memuja padaku, wahai Parta. Mereka adalah yang sedang sengsara, yang sedang mengejar ilmu, yang sedang mengejar harta, dan orang yang berbudi luhur. Diantara keempat tipe orang yang baik hati memuja padaku, hanyalah tipe orang yang paling akhir yang paling utama. Karena orang tersebut datang memujaku, murni karena kecintaan dan rasa syukur. Selain itu, mereka juga selalu mendoakan semua mahluk hidup dan alam semesta supaya kedamaian dan kesejahteraan tercipta dalam dunia ini.
Berbeda dengan tipe pemuja tuhan yang datang ke pura yang sedang sengsara. Orang yang sedang sengsara merupakan orang yang dalam kondisi kurang baik dan membutuhkan bantuan. Kenapa bisa demikian? Itu disebabkan karena berbagai macam permasalahan hidup yang tak kunjung henti. Pada saat itulah orang tersebut memohon petunjuk dari tuhan untuk menyelesaikan masalah hidupnya. Selain orang sengsara, seperti yang sudah dijelaskan di atas, orang yang sedang mengejar ilmu atau orang yang sedang bersekolah juga datang ke pura. Jika kita lihat secara mendalam, bukan karena mereka ingin mendapatkan hasil yang baik tapi untuk memohon restu kepada tuhan supaya ujian sekolah dapat dilaluinya dengan baik.
Ada juga orang yang sedang mengejar harta. Orang tersebut melakukan pemujaan supaya dalam setiap pekerjaan dapat dilaluinya dengan baik. Jika dilakukan dengan tujuan untuk mensejahterakan dunia, tentu hal itu seharusnya menjadi tujuan utama. Tetapi jika hal tersebut dilakukan untuk memperkaya diri dan jarang bersedekah, maka orang seperti itu perlu diketuk pintu hatinya agar tersadarkan.
Suatu hari saya pernah menerima email yang berisi pertanyaan "Apakah boleh melakukan pemujaan terhadap tuhan dengan cara meditasi telanjang di pura? Bukankah untuk mencari tuhan kita harus telanjang bulat sama seperti bayi yang baru lahir agar energi suci dari tuhan dapat kita terima secara maksimal" Begitu bunyi email tersebut.
Lalu saya balas "kalau melakukan meditasi sesuai keyakinan anda, itu sah-sah saja. Entah telanjang bulat atau bagaimana, asalkan dilakukan di tempat pribadi, bukan tempat umum, hal itu tidak akan jadi masalah. Kalau meditasi dengan cara telanjang di pura itu rasanya kurang etis. Karena pura itu milik umum dan pura itu tempat sembahyang dengan pakaian yang sopan. Dan belum pernah saya lihat orang memuja tuhan di pura dengan cara telanjang bulat. Karena kita bukan bayi lagi. Kalau kita bayi, khan tidak apa-apa kita telanjang bulat di hadapan orang-orang. Kita bukan bayi lagi. Kita adalah orang dewasa. Takutnya nanti orang-orang menganggap kita gila. Seandainya bayi pun, orang tuanya belum pernah menelanjanginya ketika diajak sembahyang ke pura.
Kemudian saya menambahkan lagi "Apakah meditasi telanjang itu diharuskan di pura? Apakah tidak boleh di tempat lain? Seandainya diharuskan di pura, lebih baik minta ijin dulu pada pengurus puranya. Kalau diijinkan, silahkan. Kalau tidak diijinkan, anda tidak boleh ngotot. Karena pengurus pura itu berhak dalam pemberian ijin atau tidak. Jangan hanya karena kita ingin mendekatkan diri pada tuhan justru masalahnya akan semakin tambah ribet. Maaf, jika seandainya jawaban saya tidak memuaskan anda. Karena jawaban saya adalah murni dari cara pandang saya. Jika anda tidak puas, silahkan cari perbandingan kepada orang-orang yang lebih ahli dari saya. Saya pun mengakhiri email.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar